The Lost Love

Pegang erat tanganku



Pegang erat tanganku

Kenzo keluar dari rumah Alona dengan hati hampa dan pikiran kosong entah kemana. Langkah terasa gamang, dia ingin sekali segera keluar dari halaman rumah Alona, dia menyalakan mesin motornya dengan segera lantas keluar dari halaman rumah itu. Kenzo melaju dengan kecepatan yang tak biasa, sampai akhirnya dia berhenti di tengah jalan dimana hujan tiba-tiba datang mengguyur bumi dan membuatnya basah kuyup.     
0

"Hah, hahaha… Hahaha…" Kenzo tertawa sendri di sisi jalan meski hujan deras mengguyur badan.     

"Apakah aku sungguh mendapat penolakan yang begitu kuat dari ayah wanita yang aku cintai? Ini sangat manis, manis sekali, hingga aku ingin mual merasakan manisnya kisah ini, Tuhan… Tuhaaan…" Kenzo mulai berteriak di sisi jalan, di tengah derasnya hujan.     

Baru saja dia merasakan kebahagiaan yang begitu besar setelah sekian lama tidak bertemu dengan Alona, wanita yang sangat dia cintai namun dalam sekejap hari bahagia itu berubah menjadi kepedihan yang sangat mendalam di hatinya. Sikap dan ucapan ayah Alona tadi membuatnya begitu hancur dan pilu hingga membuatnya sesak.     

Rasa dingin dari derasanya hujan, semakin membuat Kenzo merasa pedihnya di dalam hatinya menghujamnya sampai ke relung hati dan perlahan menggerogoti sekujur tubuhnya hingga menggigil lemas. Dia ingin berontak dari rasa sakit itu, tapi dia merasa sudah terjatuh begitu dalam dan terikat disana sehingga dia tidak bisa berkutik lagi.     

"Ah, Tuhan. Terima kasih, berkat hujan ini air mataku tenggelam dan tak terlihat olehku dan oleh siapapun itu." Kenzo kembali berbicara seraya mengusap wajahnya dengan tangannya yang sudah basah.     

Begitu sampai di rumahnya kembali, tidak ada satupun orang yang menyambutnya di rumah karena kebetulan semua masih di kedai kopi. Kenzo sedikit lega tidak ada yang mengetahui kepulangannya malam ini setelah bertemu dengan Alona dengan kondisi yang berantakan dan basah kuyup.     

Setelah membersihkan diri dan merebahkan tubuhnya di atas kasur Kenzo baru sempat meraih dan menengok kembali ponselnya. Di beranda layar ponselnya sudah di penuhi dengan banyak pesan singkat dan panggilan telepon dari Alona, Kenzo menahan napasnya dahulu sebelum membuka pesan yang Alona kirim padanya.     

Kenzo segera menelpon Alona dengan pikiran masih kacau balau tapi dia harus berbicara dengan Alona agar dia pun tidak akan memikirkan hal yang sama sepertinya.     

"Halo, Ken. Kemana saja? Apa kau sudah sampai di rumah?" tanya Alona begitu Kenzo menerima panggilannya.     

"Aku baru sampai di rumah, tadi sedang hujan deras."     

"Apa kau kehujanan? Apa kau baik-baik saja? Apa kau…"     

"Alona, maukah kau tetap memegang erat tanganku ini? Aku sungguh takut," ujar Kenzo menyela bicara Alona.     

Alona terdiam seketika, dia tahu, dia bisa merasakan apa yang saat ini Kenzo rasakan, Alona tak mampu lagi menahan air matanya yang membendung sejak tadi, dan pada akhirnya pun tumpah dan membasahi pipinya.     

"Ken, aku akan tetap mencintaimu, memegang erat tanganmu, dan aku akan tetap menjaga hubungan kita sampai kapanpun. Tak apa jika aku harus menjalani hubungan ini diam-diam serta menentang ayahku. Maafkan aku, Ken!"     

"Aku senang mendengarnya, kau masih bersedia memegang erat tanganku dan menjaga keutuhan hubungan ini. Maafkan aku menjadi egois kali ini," sahut Kenzo dengan nada lirih.     

Alona terisak tangis. Kenzo mendengarnya dengan jelas, membuatnya semakin kalut. Namun, yang bisa dia lakukan hanya diam dan membiarkan Alona menangis, mendengarnya dengan menahan pilu di hatinya. Rasanya memang lebih sakit ketika mendengar Alona menangis terisak demikian, perlahan dia pun ikut menangis.     

Pagi pun tiba, Kenzo hendak pergi ke tempat kerjanya seperti biasa. Dia keluar dari kamarnya dengan kondisi wajah masih sembab di bagian mata, dan itu jelas mengundang perhatian sang ibu yang kebetulan melihatnya saat keluar dari arah dapur.     

"Sarapan dulu, Nak!" ujar sang ibu ketika Kenzo sudah akan melangkah keluar menuju teras.     

Akhirnya pun langkahnya terhenti begitu saja, dia menoleh ragu-ragu ke belakang untuk berhadapan dengan ibunya. Dia sengaja ingin menyembunyikan raut wajahnya dengan melewatkan sarapan paginya.     

"Bu, aku sarapan di tempat kerja saja. Aku sedang terburu-buru," sahut Kenzo mencari alasan.     

Sang ibu pun menatap tajam wajah putranya itu lalu segera menghampirinya. "Ada apa dengan wajah tampan itu? Apa kau menangis?" tanya ibu Kenzo sambil menyentuh pipi Kenzo.     

"Ah, ibu. Aku hanya kurang tidur saja semalam, jadi sedikit sembab."     

"Astaga, apa yang kau pikirkan sampai kurang tidur begitu? Apakah waktu seharian kemarin dengan Alona belum cukup sampai membuatmu kurang tidur?" ujar ibunya lagi menggodanya.     

"Cih, ibu, akh… Kenzo jadi malu," balas Kenzo tersipu malu.     

"Tunggu sebentar, kau bawa saja sarapanmu dan makan dengan baik di tempat kerja. Oke?" sahut sang ibu lagi sambil berbalik badan menuju meja makan.     

Kenzo tidak bisa menolak lagi bantahan sang ibu kecuali menunggunya dan mengiyakan untuk membawa bekal yang ibunya siapkan.     

Bekal untuk sarapannya pun sudah siap, dan dia segera pergi ke tempat kerja.     

Sampai di tempat kerja Kenzo menerima pesan ucapan selamat pagi dan kata semangat yang Alona kirim di sertai dengan foto selfie wajah Alona yang pagi ini usai mandi dengan rambut yang masih setengah basah. Cantik natural dan warna bibir yang merona membuat Kenzo tersenyum bahagia serta degup jantung yang berdetak hampir saja melompat keluar.     

Berulang kali Kenzo menahan senyuman malu dengan menutupi bibirnya yang gemetaran lantaran merasa di goda oleh kekasihnya itu. Baru kali ini Alona mengirimkan foto yang membuat Kenzo dikuasai pikiran melayang jauh entah kemana. Lantas dia mengirimkan fotonya kembali dengan posisi sudah duduk di atas meja kerjanya.     

Alona yang menerima balasan tersebut sedikit malu karena melihat Kenzo sudah tiba dan siap dengan segala peralatan kerjanya. Dia merasa mungkinkah Kenzo berpikir bahwa dirinya saat ini sedang menggoda genit kekasihnya itu?     

"Oh ya ampun, kenapa sepagi ini dia sudah tiba di tempat kerja? Matanya sedikit bengkak, pasti dia sedang menangis pilu semalaman karena sikap bapak semalam, oh Tuhan. Maafkan aku, Ken!" ujar Alona sambil mendekap ponselnya di dalam pelukannya.     

Waktu terus berputar dan Alona sudah selesai membereskan segala isi rumah, dia bahkan juga memasak banyak makanan. Hari ini dia berniat mencari alasan untuk mengambil hati sang ayah agar dia bisa pergi keluar dan bertemu dengan Kenzo kembali. Setiap harinya dia harus mencari alasan yang kuat untuk bisa bertemu dengan Kenzo.     

"Ayah, sore ini Alona pergi keluar ya?" ujar Alona memohon izin pada sang ayah ketika sedang duduk di ruang tengah.     

"Kemana? Pergi bertemu anak itu lagi, iya?"     

"Ti-tidak, Ayah. Alona mau beli semua kebutuhan dapur dan semua perlengkapan Alona semua sudah habis."     

Sang ayah masih diam enggan segera memberikan izin.     

"Ayah tahu kamu akan bertemu dengan anak laki-laki itu secara diam-diam di belakang ayah, bukan?" sahut sang ayah kemudian dengan cetus.     

"Ayah… Mana mungkin Alona begitu," sahut Alona dengan lirih, kedua matanya sudah berkaca-kaca.     

"Ayah tidak akan mengizinkan kamu pergi menemui anak laki-laki itu lagi."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.