The Lost Love

Hubungan tanpa status (12)



Hubungan tanpa status (12)

0Kenzo kembali hanya terdiam tanpa kata dan pikirannya kacau entah kemana melamun di kamarnya seorang diri. Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, dia masih termenung seorang diri. Sejujurnya dia sangat lapar, pulang bersepeda tadi dia hanya meminum sebotol air mineral saja.     
0

Di tengah lamunannya, dia mendengar suara ketukan pintu di luar kamarnya.     

"Ken… Buka pintunya, nenek butuh bantuanmu!" ujar sang nenek berpura-pura memancing Kenzo supaya mau keluar dari kamarnya.     

Kenzo tersentak seraya menoleh ke arah pintu. Sang nenek tahu, jika dengan alasan seperti itu tidak akan membuat Kenzo menolak untuk membukakan pintunya. Maka benar, Kenzo segera beranjak berdiri dan membuka pintu kamarnya untuk sang nenek. Meski dia tak ingin di temui oleh siapapun malam ini namun dia tetap tidak bisa membiarkan sang nenek berada dalam kesulitan.     

"Ada apa, Nek?" tanya Kenzo dengan acuh.     

"Mendadak kepala nenek dan bahu nenek sangat berat, bisakah kau memijit nenek sebentar? Nenek akan membuatkanmu nasi goreng setelah ini, nenek tau kau belum makan malam di luar," jawab sang nenek seraya kemudian melangkah masuk kamar Kenzo tanpa menunggu tanggapan Kenzo sebelumnya.     

Kenzo merasa di tipu setelah sang nenek berkata demikian, dia tahu itu hanya alasan konyol sang nenek saja. Akan tetapi, malam ini dia sungguh merasa lapar. Apa boleh buat, dia harus terpaksa melakukan apa yang sang nenek inginkan darinya malam ini. Dia pun berbalik badan, melihat sang nenek sudah duduk di lantai tepat di bawah sisi ranjang Kenzo.     

"Sebelah mana, Nek?" tanya Kenzo yang kemudian duduk di sisi ranjang.     

"Disini," ujar sang nenek sambil memegang kedua sisi pundaknya.     

Dengan pelan Kenzo menyentuh kedua sisi itu seraya memijitnya dengan pelan. Tanpa berani berkata atau sekedar berbicara santai untuk menggoda sang nenek seperti yang biasa dia lakukan sebelumnya sebelum kesedihan melanda hatinya atas kehilangan sang ayah kala itu.     

"Emmm… Bagaiama kabar Alona, Nak?" tanya sang nenek memulai bicara untuk mencairkan suasana.     

"Baik, Nek! Sangat baik."     

"Sepertinya dia semakin cantik, pasti sangat cantik karena dia hidup di luar negeri."     

"Hem, dia memang sangat cantik bahkan sebelum dia hidup di luar negeri."     

Sang nenek tersenyum begitu mendengar cucunya itu akhirnya berbicara dengan nada santai dan lembut. Sepertinya memang akan berhasil meluluhkan hatinya apabila berbicara tentang cintanya itu.     

"Bagaimana rasanya menjalani hubungan jarak jauh, Sayang?" tanya sang nenek kembali.     

"Emh, yah… sulit di jabarkan, Nek!" jawab Kenzo sekenanya sambil terus memijit pundak sang nenek.     

"Apa kau ingat Riska yang pernah di jodohkan denganmu?"     

"Riska?" Kenzo berusaha mengingat-ingat sosok wanita itu. Wanita yang dulu pernah di jodohkan dengannya.     

"Ah… Aku ingat! Dia, wanita yang sangat lugu." Kenzo kembali berbicara.     

"Hem, yah! Dia sudah menikah, kakekmu di Desa yang memberikan kabar dua hari yang lalu."     

"Oh ya? Astaga, aku seperti kalah dalam suatu perlombaan."     

Sang nenek menolehnya lalu menjewer telinga Kenzo.     

"Aw aa aah, Nenek ampun!" Kenzo meringis menahan jeweran sang nenek di telinganya.     

"Kau pikir pernikahan pernikahan itu adalah ajang perlombaan? Itu tidak benar! Kau yang menolak nntuk menikah dengannya saat itu, jika saja kau mau menerima perjodohan itu mungkin saat ini kau sudah menikah dengannya." Sang nenek mulai mengomeli nya.     

"Tapi sebuah hubungan yang di mulai dengan perjodohan itu tidak akan baik, Nek!"     

"Siapa bilang? Nenek dan kekekmu adalah hasil perjodohan dari buyutmu, tapi kita hidup dengan bahagia sampai detik ini hingga kami memiliki seorang cucu yang baik sepertimu dan Ervan. Tapi sayang, kami hanya memiliki satu anak, yaitu ayahmu saja!"     

Seketika Kenzo menghentikan pijitannya di pundak sang nenek. Dia merasa sedih mendengar ucapan sang nenek yang demikian padanya.     

"Nenek, apakah ayah dan ibu dulu adalah hasil dari perjodohan kalian?" tanya Kenzo tiba-tiba.     

Sang nenek pun kembali menolehnya lalu beranjak duduk di sisinya saat ini. Tatapan Kenzo saat ini sangat pilu menatap wajah sang nenek, dan itu membuat sang nenek sedih menatap wajah Kenzo yang sangat pilu dan dari raut wajahnya terlihat dia begitu kalut malam ini.     

"Nak, ayah dan ibumu tidak pernah menjalin hubungan berpacaran atau saling mengungkap perasaan layaknya kekasih masa kini. Namun, hubungan mereka begitu erat dan melebihi cinta yang dimiliki oleh siapapun yang saat ini sedang merasakannya. Meski ayahmu tidak atau jarang mengucapkan betapa dia mencintai ibumu, tapi nenek tau betul cinta ayahmu begitu sangat besar pada ibumu."     

"Lalu bagaimana dengan ibu, Nek?" tanya Kenzo lirih. Air mata sudah tampak membumbung di kedua matanya.     

"Kau tau, bagi nenek ibumu itu adalah wanita yang modern. Karena dia selalu mau mengungkapkan betapa dia mencintai ayahmu, dan setelah ayahmu pergi, ibumu selalu mengucapkan kata itu setiap kali melihat foto ayahmu."     

Kenzo tertegun sejenak. "Nenek bohong!" ujarnya kemudian menolak apa yang sang nenek bicarakan padanya.     

"Kenzo, sejujurnya kakakmu Ervan juga belum bisa menerima sepenuhnya laki-laki itu untuk menjadi ayah sambung mereka. Dia hanya berusaha untuk membuat ibumu tersenyum kembali dan semangat seperti sedia kala."     

"Tidak, Nek! Apapun yang nenek katakan mengenai alasan kakak aku tetap tidak akan menerimanya. Dan aku membenci laki-laki itu, aku tidak akan menerimanya sebagai pengganti ayah sampai kapanpun di rumah ini," bantah Kenzo menegaskan dengan tatapan mata yang sangat tajam dan sengit.     

Sang nenek seakan sudah kehabisan kata-kata dan dia menyerah untuk meluluhkan hati cucunya itu untuk menerima keadaan yang sudah terjadi di rumah itu. Dia hanya bisa menghela napas panjang dan membuatnya hanya mengusap lembut pipi Kenzo dengan penuh kasih sayang dari tatapan lembutnya.     

"Kau tunggu sebentar, nenek akan membuat nasi goreng seperti janji nenek tadi padamu," ujar sang nenek lantas beranjak bangun dari sisi Kenzo untuk pergi ke dapur dan membuatkannya sepiring nasi goreng hangat.     

"Nenek…" panggil Kenzo lirih setelah melihat sang nenek hendak keluar dari kamarnya.     

"Ada apa, Nak?" tanya sang nenek menolehnya.     

"Terima kasih, kali ini nenek tidak membantah ucapan Kenzo tentang laki-laki itu."     

"Lakukan apa yang membuatmu bahagia dan tidak lagi bersedih, Nak! Tapi jika boleh nenek meminta, cobalah berbaikan dengan kakakmu, Ervan! Dia sangat sangat menyayangimu, rasa sayangnya tidak pernah berubah sedikitpun padamu meski dia berlagak kesal dan kasar serta penuh dengan amarah."     

Kenzo terdiam menatap wajah sang nenek yang begitu tampak serius.     

Tanpa menunggu tanggapan darinya lagi, sang nenek melanglah ke luar kamar. Lalu Kenzo menghela napas panjang, begitu sesak dia rasakan di dadanya.     

Lalu kemudian dia berbaring menatap langit kamarnya serta meletakkan satu tanganya dia atas kenignya. Dia memejamkan kedua matanya, mengenang kembali kebersamaannya dengan sang ayah dan kakaknya sewaktu masih kecil, betapa penuh dengan kebahagiaan dan keceriaan yang nyata tanpa batas dalam canda dan tawa.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.