The Lost Love

Waktu yang terbagi



Waktu yang terbagi

0Setelah hari kemarin, Kenzo harus di sibukkan dengan banyak hal karena ayahnya sedang sakit dan dia harus membagi waktu untuk mengganti ayahnya sementara. Di sekolah dan sebagai penaga kedai juga melayani banyak pelanggan yang selalu terus bertambah dan berdatangan, walau begitu dia tetap belajar dengan baik meski sedang sibuk di Kedai.     
0

"Nak, maafkan ayah. Ayah membuatmu membagi waktu hingga kau begitu kelelahan, padahal sebentar lagi kau sudah akan menempuh ujian akhir di sekolah," ujar sang ayah ketika melihat Kenzo sampai di rumah.     

"Ayah, kenapa ayah belum tidur? Ayah harus istirahat," jawab Kenzo menghampiri sang ayah dan membenahi baju hangat yang di kenakan sang ayah malam ini.     

"Ayah sengaja menunggu kalian pulang, ayah sudah baikan!" sahutnya lagi sambil menebar senyuman lembut menatap wajah Kenzo dan istrinya yang kini berdiri di depannya.     

"Suamiku, apakah tidak sebaiknya kita beritahu si sulung bahwa kau sedang sakit. Agar dia bisa pulang dan ambil cuti di kampusnya untuk menjagamu disini sementara aku dan Kenzo mengurus Kedai," ujar sang istri dengan pandangan cemas menatap wajah suaminya yang masih pucat pasi.     

"Tidak apa, aku sudah lebih baik dan besok aku akan kembali ke Kedai. Jangan beritahu Ervan, biarkan dia dengan baik menyelesaikan pendidikannya dengan baik disana," jawab sang suami dengan tegas. Dia tak ingin membuat putra sulungnya menjadi terbebani nantinya, karena sebentar lagi dia pun akan segera menyelesaikan pendidikannya dan mendapat gelar sarjana.     

"Ayah, aku tak apa jika ayah masih ingin istirahat total. Aku masih bisa membagi waktu dan aku tidak merasa terganggu sedikitpun," ujar Kenzo menyela dan dia sungguh merasa sedih melihat sang ayah demikian karena kelelahan selama ini.     

"Ken, ayah sungguh sudah membaik. Kau pergilah dulu tidur, besok kau akan pergi ke sekolah, Nak!" sahut sang ayah menimpali.     

Kenzo menarik napasnya dan mengangguk paksa menuruti perintah sang ayah menyuruhnya segera pergi tidur.     

Begitu memasuki ruang kamarnya, Kenzo membersihkan wajahnya sebentar, mencuci tangan dan kedua kakinya lalu menuju ranjang serta duduk sejenak di sisi ranjang.     

Dia mengutak atik ponselnya sebentar, jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Sejak sang ayah sakit, dia dan ibunya sengaja menutup kedai lebih cepat. Kenzo berniat mengirim pesan untuk Alona setelah lagi-lagi dia mengulur waktu untuk bisa bertemu dengannya. Alona tahu hal itu, alasan Kenzo mengulur waktu kembali untuk bertemu dengan Alona di tempat biasanya.     

'Kau sudah tidur?'     

Kenzo mengirim pesan pada Alona dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang sambil menunggu balasan dari Alona. Beberapa saat kemudian Alona membalas pesan dari Kenzo.     

'Aku baru saja selesai belajar.'     

Kenzo tersenyum lalu menekan tombol panggilan untuk menelpon dan mendengar suara Alona sebagai pengantar tidurnya seperti biasa. Mereka mulai mengobrol saling bercerita hari-hari yang mereka lalui dengan kesibukan masing-masing. Hingga Kenzo mulai tertidur lebih dulu karena hari ini dia sungguh lelah.     

"Kau sudah tidur, Ken?" tanya Alona begitu merasakan keheningan dari suara Kenzo di seberang sana.     

Alona tersenyum dan merasa jika Kenzo sudah terlelap dalam tidurnya.     

"Selamat tidur, Ken. Mimpiin aku," ucap Alona mengecup ujung ponselnya lalu mematikan panggilan teleponnya serta menyusul untuk pergi menuju alam mimpi, berharap akan bertemu dengan Kenzo di dalam mimpinya.     

~     

Hari terus berganti dan sudah tiba hari ujian akhir sekolah. Namun, Alona dan Kenzo kian semakin sulit membagi waktu untuk bertemu karena mereka harus lebih fokus pada hari-hari dimana mereka akan terus belajar demi mendapat nilai terbaik saat pelulusan nanti.     

"Ken, kau sudah menentukan universitas mana yang akan kau pilih nanti? Aku harap kita masih tetap bersama-sama, Ken," ucap Riyo saat jam istirahat di kantin.     

Kenzo meneguk sebotol minuman bersoda yang baru saja dia beli begitu tiba di kantin. "Aku memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikanku ke universitas," jawab Kenzo mengejutkan Riyo, dan teman-teman lainnya serta Maya yang juga ikut berkumpul bersama dalam satu meja.     

"Ken, apa yang kau katakan?" tanya Riyo tampak terkejut.     

Kenzo mengulas senyuman tipis dari bibirnya, "Ayahku sudah cukup berat dengan pekerjaanya. Selama ini dia selalu bekerja keras untuk membiayai sekolahku dan kuliah kakak di luar kota, sebentar lagi kakaku akan wisuda dan tentu dia akan melanjutkan usaha ayah di Kedai kopi. Jadi, aku berniat membantu kakak dalam meneruskan usaha ayah ini."     

"Tapi, Ken…"     

"May, aku tahu kau yang akan paling mengerti keputusanku ini. Saat aku harus mengejar gelar untuk mendapatkan title yang membanggakan di akhir namaku nanti, aku ingin dengan usahaku sendiri dan dengan uang hasil kerjaku sendiri. Itu akan jauh lebih membanggakan nantinya," jawab Kenzo memotong bicara Maya yang hendak memberikan bantahannya.     

Suasana tampak hening sesaat setelah mendengar hanya Kenzo yang menolak untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang jauh lebih tinggi seperti para sahabat dan teman dekatnya itu. Kenzo mendelikkan kedau alisnya dan menatap wajah satu per satu wajah teman-temannya.     

"Tsk, ada apa dengan kalian, hah? Kenapa kalian seolah begitu sedih dengan pilihanku?" tanya Kenzo berusaha mencairkan suasan kembali.     

Seketika Riyo menepuk punggung Kenzo dengan mengusapnya dengan lembut. "Apapun keputusanmu, aku akan terus dan selalu mendukungmu, Ken. Aku hanya sedih karena nantinya kita akan jarang untuk selalu bersama dalam satu ruangan kelas seperti saat ini," ujar Riyo dengan tatapan kedua mata berkaca-kaca.     

"Dih, apaan sih? Kapanpun kau datang kembali ke kota ini, kau bisa datang berkunjung ke kedai seperti biasanya. persahabatan kita akan terus terjalin meski jarang bersama," jawan Kenzo mencoba untuk mengalihkan kesedihan yang tampak dari kedua mata Riyo, sahabatnya.     

Lantas semua teman-teman dekat Riyo mengangguk mantap meski dalam hati mereka terselubung perasaan sedih. Tentu hari-hari mereka akan tampak berbeda saat nantinya mereka mengulang hari-hari dan suasana baru namun, tanpa adanya seorang Kenzo yang selalu membuat suasana persahabatan mereka selalu ceria setiap harinya.     

Ketika pulang dari sekolah, Maya dengan cepat menaiki motor Kenzo setelah Kenzo menyalakan motornya di halaman parkir. Seolah dia takut tertinggal oleh Kenzo dan memaksanya pulang dengan taksi, Maya selalu bersikap manja pada Kenzo padahal bisa saja dia menaiki kendaraan pribadi akan tetapi, dia selalu memilih untuk pergi bersama Kenzo menaiki motor.     

"Ken, apa kau sungguh akan memilih untuk tidak kuliah?" tanya Maya kembali dari arah samping. Seperti biasanya, dia selalu sengaja mendekatkan wajahnya pada Kenzo dari belakang ketika berboncengan di atas motor.     

"Maya, jauhkan wajahmu. Semua orang akan mengira kita berpacaran nantinya," ujar Kenzo mengalihkan pertanyaan Maya yang kembali mendesaknya.     

"Ih, biarkan saja mereka berbicara semaunya. Cepat katakan!" jawab Maya terus mendesak bahkan kini berani semakin mendekatkan tubuhnya pada Kenzo yang sedang melajukan motornya sedikit lebih cepat.     

"Kau sungguh menyebalkan, May! Kau tahu aku tidak pernah main-main dengan ucapanku, aku tidak ingin melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi, aku ingin mengelola kedai ayah bersama kakakku."     

"Haish, aku yakin om dan tante akan sangat terkejut saat tahu kau memilih hal konyol seperti itu, Ken. Aku pun tahu kau belum memberitahu om dan tante akan keputusanmu ini," sahut Maya terus mengoceh.     

"Dasar bawel, kau ini selalu saja sok tahu dengan apa yang aku pikirkan!" kata Kenzo menggelengkan kepalanya dan tersenyum saat mendengar ucapan Maya yang selalu mampu menebak jalan pikirannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.