The Lost Love

Percayalah, aku baik-baik saja!



Percayalah, aku baik-baik saja!

0Banyak hal yang Alona katakan pada Kenzo perihal keberangkatannya besok menuju kota besar dimana dia akan mulai kehidupan dan suasana yang baru. Kehidupan dan jati diri yang sebenar-benarnya, selama ini dia masih bisa mengeluh ketika dia mulai lelah dan jenuh bersama sang ayah dan adiknya. Namun, kali ini dia harus berusaha sendiri dan menjadi wanita yang tangguh serta mandiri.     
0

"Alona, aku tidak akan meminta kau untuk berjanji selama kau jauh disana, kau harus meluangkan banyak waktu untuk mengabariku bahkan di saat kesibukan sedang kamu kendalikan sendiri. Aku akan sabar dan mengerti, kau harus jaga diri baik-baik, kau harus ingat makan jangan telat, kau tidak boleh kelelahan dan kau harus tidur dengan tepat waktu, saat nanti sudah tiba waktunya aku akan datang berkunjung ke kota menemuimu," ucap Kenzo terus saja berbicara panjang lebar.     

"Ken, ya ampun! Aku benar-benar percaya kau akan baik-baik saja dan benar-benar mendukungku untuk menerima pekerjaan ini," ucap Alona dengan senyuman hangat.     

Kenzo mengatupkan kedua bibirnya seraya mengangkat kedua alisnya ke atas setelah mendengar ucapan Alona tentangnya.     

Hari pun mulai gelap, meski begitu Alona seolah enggan mengajak Kenzo pulang. Padahal dia harus bersiap-siap untuk keberangkatannya besok, namun dia begitu berat untuk berpisah dengan Kenzo karena ini adalah hari dimana dia bisa dekat dan menatap wajah Kenzo dengan dekat.     

"Emh… Ayo, kita harus pulang! Sebelum hari benar-benar malam, kau harus bersiap-siap untuk keberangkatanmu besok. Ayo, kau juga harus istirahat lebih awal nanti agar besok kau bisa lebih segar selama dalam perjalanan." Kenzo menarik lengan Alona seraya beranjak berdiri.     

"Ken, aku… Tunggulah sebentar lagi, aku masih ingin bersamamu!" jawab Alona menahan tangan Kenzo dan masih tetap duduk di kursi taman.     

Kenzo tersenyum lembut lalu duduk kembali di sisi Alona, menatap wajahnya yang masih di penuhi dengan kesedihan mendalam. Kenzo pun inginkan hal yang sama, andai saja dia bisa mengatakan itu. Akan tetapi, dia tidak ingin menuruti hasratnya yang hanya akan menjadikannya jadi sosok yang egois nantinya.     

Mereka saling berpandangan sejenak. Mereka hanya bisa mengenali wajah masing-masing di balik lampu-lampu taman yang sedikit terang dari sekeliling taman, namun meski begitu mereka masih bisa saling mengulas senyuman jelas dari bibir masing-masing.     

Perlahan, Kenzo pun mendekatkan wajahnya ke hadapan Alona. Sangat dekat, detak jantung Alona terus meningkat begitu merasakan deru napas lembut Kenzo yang mendekati wajahnya saat ini. Lalu kemudian, Alona kian menatap lekat kedua mata Kenzo.     

Sejujurnya, detak jantung Kenzo pun tak kalah lebih nyaring bagaikan menabuh genderang mau perang di dalam sana. Hanya saja, sebagai laki-laki yang normal dia harus tetap bersikap sok cool meski sekujur tubuhnya sudah bergetar tak menentu.     

Alona memejamkan kedua matanya lebih dulu, Kenzo mengernyit dan tersenyum lembut melihat Alona memberikannya sebuah isyarat manis di depannya saat ini. Tanpa menunggu aba-aba lagi, Kenzo menempelkan bibrinya di bibir Alona. Lama, cukup lama bibir mereka saling menyentuh dengan lembut dan hangat.     

Ini kali kedua bibir mereka kembali saling bertemu. Hingga kini, aroma manis dan rasa hangat mulai bermekaran menabur keindahan cinta yang mendalam, rasa kasih dan sayang yang sesungguhnya, keindahan dalam bercinta dan rasa memiliki yang sesungguhnya. Bibir mereka menyatu dengan lembut hingga deru napas mereka seolah saling berkejaran satu sama lain.     

Di tengah manisnya mereka saling mengecap hangat dalam suasan hati yang terus berdegub kencang, sampai akhirnya mereka mendengar suara teriakan anak kecil yang saling berkejaran terhenti di depan mereka. Sontak saja mereka menjauh dan saling melepas pelukan masing-masing, dan saling memalingkan wajah mereka untuk menutupi rasa malu. Beruntung saja kedua orang tua anak mereka segera datang sehingga mereka bisa segera menutupi rasa malu mereka.     

"Eh, emh… Ken, kita… Kita pulang saja," ajak Alona dengan suara terbata-bata setelah beranjak berdiri lebih dulu.     

Kenzo menoleh cepat dan segera berdiri di hadapan Alona, namun dia masih tampak canggung. "Ayo, aku akan mengantarmu!" sahut Kenzo dengan ragu-ragu menatap wajah Alona.     

Kedua mata mereka kembali bertemu, saling terdiam lalu kemudian mereka tertawa lepas bersama mengingat hal tadi, sungguh memalukan! Tapi begitu indah dan mendebarkan jika di ingat kembali dalam benak mereka. Lantas mereka saling bergandengan tangan berjalan bersama menuju halte bus.     

Setelah sampai di halte, Alona melihat minibus jurusan ke rumahnya saat ini sudah datang dan berhenti di halte. Alona menoleh sejenak ke arah Kenzo yang masih menggenggam tangannya dengan erat sejak tadi, Kenzo tersenyum tipis.     

"Ayo!" ajak Kenzo menarik lengan Alona sambil melangkah masuk ke minibus bersama Alona.     

"Ken? Kau…" Alona tampak kebingungan ketika Kenzo ikut memasuki minibus tersebut bersama Alona.     

"Aku hanya ingin mengantarmu sampai di halte dekat rumahmu, aku tahu kau masih belum ingin dan kau belum siap aku datang menemui ayahmu sebagai pacarmu. Aku pun belum siap, aku merasa jika ini belum waktunya. Biarkan aku memantaskan diri untuk benar-benar menjadi sosok yang bisa kau banggakan di depan ayahmu nanti," ucap Kenzo begitu minibus sudah melaju dengan pelan.     

Alona tertegun mendengar ucapan Kenzo. Ingin rasanya dia berteriak agar dunia tahu, betapa dia sangat mencintai Kenzo dan dia hanya ingin di kehidupannya saat ini, esok dan nanti atau bahkan mungkin hingga terlahir kembali, dia ingin hanya Kenzo seorang.     

Selama dalam perjalanan, Alona duduk berdampingan dan menggenggam erat tangan Kenzo sembari bersandar di pundak Kenzo. Tak ada kata yang mampu untuk di lontarkan kembali, namun kali ini biarlah hati mereka yang berbicara penuh arti.     

20 menit kemudian, minibus yang mereka tumpangi sudah sampai di halte dekat rumah Alona. Tempat biasa yang selalu menjadi tempat Alona menunggu minibus setiap kali dia ingin pergi kemana saja, termasuk bertemu dengan Kenzo tentunya.     

"Turunlah! Sampai di rumah kau harus mengabari aku dahulu," ujar Kenzo dengan lembut.     

Alona mengangguk dan masih menggenggam erat tangan Kenzo.     

"Ayolah, jangan membuatku sedih lagi. Kau harus segera bersiap-siap dan tidur lebih awal," ujar Kenzo seraya perlahan melepas genggaman tangan Alona.     

"Besok pagi, sebelum aku pergi ke kota. Aku akan pergi ke tempat beribadah di tempat biasanya, aku ingin meminta berkat dahulu pada Tuhan. Kau mau datang untuk menemuiku besok?" ujar Alona ragu-ragu.     

Kenzo menarik napasnya dalam-dalam. "Mengapa tidak? Jika itu pintamu sebelum kau pergi, aku akan datang menemuimu disana. Dengan senang hati," sahut Kenzo meyakinkan dengan tegas berbicara disertai dengan senyuman lembut.     

Alona tampak sumringah hingga kedua matanya kembali berkaca-kaca mendengar jawaban Kenzo. Dia mengangguk cepat lalu melepas genggaman tangan Kenzo kemudian melangkah turun dari minibus. Sedang Kenzo harus kembali ke taman untuk mengambil motornya, motor kesayangannya selama ini.     

Alona masih berdiri di halte dan melambaikan tangannya begitu melihat Kenzo perlahan menjauh dari tatapan matanya. Alona terus menatap minibus itu hingga perlahan sudah menjauh dan menghilang dari pandangan, barulah ketika itu Alona beranjak pergi untuk kembali pulang ke rumahnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.