The Lost Love

Sedih tak berujung



Sedih tak berujung

0Hampir semalam suntuk Kenzo tidak bisa memejamkan kedua matanya dengan lelap meski dia sudah merasa lelah dan mengantuk. Esok pagi dia tidak boleh bangun terlambat dan menemui Alona sebelum akhirnya terpisah oleh jarak nantinya.     
0

Kenzo tampak gelisah, dadanya begitu sesak dan berat hati. Esok, dia harus kembali menguras tenaga dan batinnya untuk melihat dan melepas kepergian Alona menuju tempat baru untuknya memulai kehidupan sebagai wanita yang berkarir.     

Di tempat yang berbeda, Alona pun merasakan hal yang sama seperti Kenzo. Dia baru saja merebahkan tubuhnya di atas kasur begitu selesai mengemas semua perlengkapannya untuk pergi ke kota besar besok.     

Sesekali Alona menatap layar ponselnya, dan membuka pesan yang Kenzo kirimkan dan foto Kenzo dengan seragam kelulusannya masih terpampang nyata disana. Alona tersenyum, namun air mata mengalir deras dengan sendirinya.     

Secara bersamaan, Alona dan Kenzo sedang menahan diri untuk saling bertukar pesan hanya untuk menanyakan apakah sudah tertidur atau belum. Kenzo berusaha menahan diri meski dia ingin sekali mengetahui kondisi Alona detik ini, entah kenapa dia begitu yakin Alona sedang dirundung kegelisahan sama seperti yang dia rasakan sejak tadi.     

Begitupun Alona, saat ini, di jam yang sudah menunjukkan begitu larut membuatnya kian terisak dalam tangisannya. Dia ingin sekali mendengar suara Kenzo malam ini, dia ingin berbicara sepuasnya untuk melegakan hatinya yang begitu sesak.     

"Tidak! Aku tidak boleh begini, aku sudah berjanji pada ayah, pada adikku, dan Kenzo juga mendukungku. Harusnya aku tidak boleh seperti ini, ini hanya akan membuat semua bersedih dan tentu ayah akan kecewa," ujar Alona sembari menyeka air matanya yang terus mengalir.     

Hingga pagi pun tiba, Alona terkejut begitu mendengar suara ketukan pintu dari luar kamarnya. Dia bergegas bangun dan melihat jam di layar ponselnya sudah menunjukkan pukul 06.00 pagi.     

"Kak, kau sudah bangun?" sang adik memanggilnya dari luar kamar.     

"Hem, kakak baru bangun!" jawab Alona setelah membuka pintu kamarnya, beberapa kali dia menguap karena rasa kantuk masih menguasainya perasaannya.     

"Hem, semalam pasti kakak begadang lagi," ujar sang adik.     

Alona hanya menyumbingkan bibirnya saja.     

"Cepatlah mandi kak, kakak bilang akan meminta berkat dahulu sebelum pergi. Aku akan menunggu sambil menyiapkan kopi untuk ayah," sahut sang adik kembali.     

Lagi-lagi Alona hanya mengangguk saja lalu kemudian memasuki kamarnya kembali.     

Dengan sedikit terburu-buru Alona mempersiapkan dirinya untuk pergi ke tempat beribadah dimana dia akan bertemu dengan Kenzo untuk terakhir kalinya pula sebelum dia pergi menuju kota.     

"Kak, aku ikut ya?" tanya sang adik ketika melihat Alona sudah bersiap-siap hendak pergi.     

"Emh, adik. Kau tunggu saja disini temani ayah, aku hanya sebentar. Jadi, kau tidak perlu menemaniku."     

"Tapi, Kak…"     

Alona menggelengkan kepalanya dengan mengatupkan bibirnya rapat-rapat.     

"Baiklah, aku akan menunggu kakak di rumah saja."     

Alona tersenyum lalu mengusap lembut kepala sang adik kemudian dia melangkah pergi keluar rumah dengan langkah sedikit cepat.     

"Ada apa dengan kakak? Dia sungguh aneh pagi ini, pasti dia sangat sedih akan berada jauh dari kami…" ujar sang adik begitu melihat Alona pergi.     

Perjalanan menuju tempat ibadah seperti biasanya hanya menempuh waktu 15 menit saja. Kini, Alona sudah turun dari minibus yang mengantarnya ke tempat itu.     

Begitu turun dari minibus, dia melihat sekeliling halaman sebelum memasuki sebuah ruangan untuk berdoa. Dan pandangannya tertuju pada sosok yang membuatnya seketika terkejut lalu mengulas senyuman dari bibirnya.     

Kenzo yang sudah lebih dulu tiba, melambaikan tangannya pada Alona dengan senyuman dan hempasan napas yang begitu berat.     

Alona berlari menuju ke arah Kenzo. Dia sedikit terengah-engah melihat Kenzo berdiri menatapnya saat ini, namun ada yang berbeda dengan tatapan Kenzo pagi ini. Terlihat jelas ada kesedihan yang begitu berat di dalam hatinya saat ini.     

"Ken, kau…"     

"Hem, jangan banyak bicara dulu. Masuklah dulu ke dalam, aku akan menunggumu disini. Kau harus temui dan sapa Tuhanmu lebih dulu," ujar Kenzo memutus bicara Alona barusan.     

"Hem, kalau begitu aku masuk dulu," jawab Alona disertai anggukan.     

Kenzo tersenyum mengusap pipi Alona dengan lembut dan melihat Alona memasuki ruang ibadah serta dia menunggu di luar dengan helaan napas panjang, dia tak peduli meski beberapa orang melihatnya dengan heran saat ini.     

Kenzo duduk santai dan melihat sekeliling, lalu lalang orang sejak tadi sesekali menatapnya heran dan Kenzo justru membalasnya dengan senyuman hingga membuat mereka tampak canggung.     

"Ken!" panggil Alona setelah keluar dari ruang ibadah.     

Kenzo tersentak dan langsung saja menghampiri Alona dengan menggenggam kedua tangannya. Alona tampak terkejut begitu merasakan genggaman tangan Kenzo saat ini sangat erat.     

"Ayo, kita kesana dulu!" ajak Kenzo sambil menunjuk dimana dia meletakkan motornya sama seperti saat pertama dia pernah memarkir motornya saat itu.     

Alona tersenyum dengan anggukan.     

"Ken, apa kau baik-baik saja?" tanya Alona setelah kini berada di halaman luar.     

"Hem, tentu saja. Aku baik-baik saja, lihat lah! Aku bahkan tidur dengan tenang karena aku tahu kau sebentar lagi akan mendapatkan impianmu selama ini," jawab Kenzo dengan senyuman hampa.     

Alona menatap lekat wajah Kenzo.     

"Ada apa? Kau tidak percaya?" tanya Kenzo lagi setelah melihat Alona tanpa kata.     

"Ken, jangan menahannya. Aku tahu kau pun merasakan hal yang sama sepertiku, bukan? Kau sangat sedih akan hal ini, kau begitu takut, sampai kau merasa mual karena rasa sesak di dalam hatimu. Aku tidak tahu apakah kau sungguh-sungguh merasa baik-baik saja sedang kau terus saja menyimpulkan senyuman yang lembut setiap kali menatapku, tapi aku tidak bisa kau bohongi dengan tatapan matamu itu."     

Mendengar Alona berkata panjang lebar demikian tanpa jeda, Kenzo langsung saja memeluknya. Sangat erat, lalu mengecup kening Alona dengan hangat, lama, penuh dengan kasih sayang seolah dia ingin menunjukkan betapa dia sangat mencintai Alona.     

Perlahan Kenzo akhirnya meneteskan air matanya yang sejak kemarin dia berusaha membendungnya sekuat tenaga. Dan kini sudah berlimpah membasahi pipinya, di saat dia sedang memeluk tubuh Alona.     

Dengan cepat Kenzo mengusap air matanya ketika Alona meregangkan pelukannya, dan Alona menatap dalam-dalam wajah Kenzo yang masih sembab oleh air mata.     

"Ken, ini hanya sebentar. Akankah kita bisa bertahan meski jarak kita tidak lagi berdekatan? Dan kapanpun aku merindukanmu, aku tidak bisa datang secepat kilat dan semudah aku menemuimu seperti ini, apakah kita akan…"     

"Aku akan mendatangimu setiap kali kau merindukanku dan ingin menemuiku," jawab Kenzo dengan tegas.     

Kini, Alona pun meneteskan air matanya. Sejak tadi dia berusaha menahan karena tak ingin membuat Kenzo kian terbebani. Namun, semua tak bisa dia kendalikan begitu melihat Kenzo juga menangisi hal ini.     

Ponsel Alona berdering. Dia tersentak dan segera menerima sebuah panggilan telepon dari ayahnya yang mengingatkannya agar segera pulang karena dia harus segera berangkat menuju kota.     

Alona menarik napasnya dalam-dalam setelah mendengar ucapan ayahnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.