The Lost Love

Rindu itu berat



Rindu itu berat

0Sementara Alona mulai di sibukkan dengan segala tugas-tugasnya di sebuah hotel berbintang di kota besar, Kenzo sendiri memulai hari-harinya yang kini sudah satu minggu lamanya dia menjalani aktivitasnya hanya di kedai, membantu ayahnya sedang sang kakak masih belum sampai di rumah dan berkumpul kembali nantinya.     
0

"Ken, pergilah jalan-jalan. Atau ajak Maya, belakangan ini kau menghabiskan waktumu yang senggang di Kedai ini bersama ayah. Apakah kau tidak bosan, Nak? Sebelumnya kau selalu menyempatkan diri pergi keluar, entah bersama Maya atau dengan yang lain," ujar ayah Kenzo mengajak Kenzo berbicara ketika dilihatnya putranya sedang duduk termenung.     

"Tidak, Ayah. Aku sedang tidak ingin pergi kemana-mana."     

"Tapi ada apa? Kau sedang ada masalah? Kau bisa berbagi pada ayah, Nak."     

"Aku baik-baik saja, Ayah. Aku hanya ingin lebih menekuni pekerjaan di Kedai ini," ujar Kenzo dengan lembut.     

"Ayolah, Nak! Selama ini kita jarang mengobrol bersama, karena kau selalu sibuk di sekolah dan kini kau lebih banyak waktu bersama ayah, dan kau tidak perlu menguasai banyak tentang kedai ini. Kau sudah menguasai banyak karena sejak awal kau selalu membantu ayah disini. Atau mungkin kakakmu nanti justru akan lebih banyak belajar darimu," ujar sang ayah kemudian.     

Kenzo tersenyum melihat ayahnya berkata demikian.     

"Ayah, apakah ayah pernah merasakan rindu yang begitu dalam pada ibu?"     

"Hahaha, woah… Ayah mengerti, sepertinya putra ayah yang selalu manja ini mulai jatuh hati yang begitu dalam pada seorang wanita."     

Kenzo tersipu malu setelah ayahnya menyelidik demikian.     

"Katakan, siapa wanita itu?" tanya ayahnya lagi seraya berbisik.     

"Akh, ayah! Tidak ada. Aku hanya ingin tahu saja, aku sedang mencoba menelaah apa itu rindu."     

"Hemm… Oh ya?" ledek sang ayah terus menggodanya.     

"Ayah, ayolah! Beritahu aku, sebelum kedai kita ramai kembali nanti," rengek Kenzo pada ayahnya.     

"Huhh… Rindu itu, sesuatu yang indah tapi berat bila di rasakannya. Jika kau bertanya apakah ayah pernah merasakannya pada ibumu, tentu pernah. Bahkan setiap detik walau kita selalu bersama setiap saat, itu karena ayah sangat mencintaimu ibumu. Dia telah memberikan dua malaikat kecil yang sangat mengagumkan, kau dan kakakmu."     

Kenzo tertegun sejenak lantas mengulas senyuman bahagia menatap ayahnya. Dia melihat wajah ayahnya selalu berseri-seri menceritakan bagaimana rasa rindu dan rasa cintanya pada sang istri.     

"Yah, seperti itulah rasa rindu yang saat ini sedang menyelimutiku, rindu pada Alona yang jauh disana. Entah kapan aku akan menemuinya kembali seperti hari sebelumnya, dimana aku selalu bisa dengan waktu singkat untuk bertemu dengannya." Kenzo bergumam di dalam hatinya.     

Beberapa saat kemudian, kedai mulai di datangi oleh banyak pelanggan seperti biasanya. Kenzo bergegas untuk melayani mereka, dan di sela gerakannya yang selalu gesit, sang ayah mengajaknya bicara sesaat untuk menghibur Kenzo. Sang ayah tahu, jika Kenzo sedang berada dalam suasana hati yang sedih namun berusaha dia sembunyikan.     

"Ken, apa kau mau ikut ayah ke luar kota? Kita akan mengunjungi rumah nenek."     

Kenzo menoleh seketika, menatap sang ayah.     

"Kita akan pergi berlibur? Yess! Kita sudah lama tidak pergi berlibur bersama ayah, bersama ibu, kakak, ayah dan aku."     

"Tidak, Nak! Kali ini hanya ayah dan kau saja yang akan pergi ke rumah nenek," ujar sang ayah membuat Kenzo terkejut.     

"Eng?" Kenzo terkejut akan jawaban sang ayah.     

"Iya, hanya ayah dan kau saja. Sebentar lagi, kakakmu akan datang. Biarkan kakak dan ibumu mengambil alih kedai ini dulu, biarkan kakak mu belajar. Dan kau bersama ayah ke rumah nenek, oke?"     

"Kakak dan ibu juga pasti sangat ingin pergi ke rumah nenek," sahut Kenzo lirih.     

"Pergilah, Nak! Temani ayahmu, ibu dan kakakmu akan mengurus kedai ini."     

Kenzo menoleh saat mendengar suara sang ibu dari belakang.     

"Ibu…" panggil Kenzo.     

"Kau sudah lama tidak datang berkunjung ke rumah nenekmu. Dengan alasan kau sibuk di sekolah dan dengan teman-teman geng mu itu, tapi kali ini kau mempunyai banyak waktu bukan?"     

Kenzo mengangguk dan dia juga menyadari jika perkataan ibunya memang benar adanya. Dia sudah lama tidak datang berkunjung ke rumah sang nenek.     

"Ibu benar," sahut Kenzo kemudian.     

Sang ibu pun tersenyum mengusap lembut punggung Kenzo.     

Malam pun datang, Kenzo bergegas pulang lebih dulu dari Kedai saat jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Karena di jam itu adalah jam dimana Alona akan menghubunginya, baik dari pesan singkat maupun via telepon. Selama itu pula tidak ada yang menyadari kenapa Kenzo selalu terburu-buru untuk pulang lebih dulu meski kedai kopi ayahnya belum tutup.     

Dia hanya ingin tepat waktu menunggu kabar dari Alona. Hal sama di lakukan oleh Alona selama dia bekerja seharian di hotel, meski sedikit mengusik kesabarannya selama menunggu berjam-jam untuk bisa bebas berbicara dengan Kenzo yang jauh di sana, namun dia tetap semangat melakukannya demi orang yang sangat dia rindukan saat ini meski mereka terpisah jarak baru satu minggu lamanya.     

"Ken, apa kau sudah tidur?" tanya Alona melalui pesan singkat.     

"Hem, aku tertidur dan memimpikanmu!" balas Kenzo menggodanya melalui pesan itu.     

"Kau sudah mulai menggombal, itu artinya kau sudah baik-baik saja selama kita jauh."     

"Apa kau pikir demikian?"     

"Hem? Menurutmu apa aku salah berpikir demikian?"     

"Sebaiknya kau mandi dulu! Kau sungguh bau!"     

"Kenzo! Kau menyebalkan!"     

Dalam jarak jauh, setiap kali bertukar pesan singkat demikian mereka masih saling mampu menghibur satu sama lain dan Kenzo selalu bisa menghibur suasana sepi Alona di kamar kost nya kala malam tiba. Meski mungkin Kenzo kehilangan bahan candaannya, Alona selalu merasa terhibur.     

Malam kian larut. Alona benar-benar mengikuti titah Kenzo untuk segera mandi sebelum kembali berbicara banyak dan mengobrol sampai mereka tertidur masing-masing di tempat yang berbeda.     

"Aku sudah mandi!" ujar Alona ketika Kenzo menerima panggilan teleponnya.     

"Hahaha, astaga! Jadi kau sungguh mandi, di tengah malam begini? hem… Pantas saja, aku mencium aroma parfum mu di kamar ini." Kenzo kembali menggoda Alona.     

"Ih, berhenti menggodaku!"     

"Hem, sepertinya kau sudah tidak suka mendengarku menggodamu seperti biasanya." suara Kenzo terdengar sedih dan Alona tidak ingin membuatnya berpikir yang buruk.     

"Itu karena aku… Aku takut semakin merindukanmu, Ken! Itu sangat berat untukku," sahut Alona dengan lirih kemudian.     

Kenzo tersentak, dalam hatinya terasa sesak karena ia pun merasakan rindu yang sama hari ini.     

"Hah…" Kenzo terdengar melepas napas panjang.     

"Ada apa, Ken?" tanya Alona heran.     

"Rindu itu sungguh berat. Ini bahkan baru satu minggu lamanya, tapi rindu ini sudah begitu mendalam di hati ini."     

"Maafkan aku, Ken!" ujar Alona dengan suara parau di seberang sana.     

Kenzo beranjak bangun dari posisi tidurnya sejak tadi begitu mendengar Alona mulai terisak dalam tangisan yang lembut. Kenzo merasa ikut sedih dan sesak ketika mendengar Alona kembali menangis.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.