The Lost Love

Gadis desa



Gadis desa

0Saat matahari sudah kian beranjak tinggi di atas, Kenzo kembali berjalan kaki menuju rumah sang nenek. Tiba di rumah yang dia tuju, tampak ayah Kenzo sudah terlihat cemas menantinya.     
0

"Ken… Oh astaga, akhirnya kau pulang, Nak. Ayah pikir kau kemana," ujar sang ayah.     

Kenzo terkejut namun tersenyum kemudian melangkah lebih dekat dengan sang ayah.     

"Ayah, aku hanya pergi jogging tadi, udara pagi di desa ini sangat sejuk. Aku juga rindu berkeliling di desa ini, hehehe… Maafkan aku jika membuat ayah khawatir mencariku," sahut Kenzo menerangkan.     

"Hem, syukurlah, Nak."     

"Kau ini, persis sekali dengan ayahmu. Saat kau tiba-tiba pergi keluar rumah, selalu saja ayahmu kebingungan mencarimu."     

Kemudian sang nenek muncul dan ikut menyambungkan pembicaraan sehingga membuat Kenzo kembali tertawa lepas.     

"Ken, mandi dulu, Nak! Lalu kita sarapan bersama."     

"Baik, Nek!" kata Kenzo sambil berjalan hendak menuju kamar mandi.     

Sesaat kemudian, Kenzo dan yang lainnya menyantap sarapan pagi yang di sengaja di siapkan begitu banyak macam menu masakan khas sang nenek, masakan lezat yang selalu ayah Kenzo dan Kenzo rindukan.     

Jam terus berputar, setelahnya Kenzo kembali mengelilingi desa dimana sang nenek tinggal. Puas menikmati suasana di desa itu, Kenzo kembali pulang lalu duduk santai di depan rumah nenek, tepat di sebuah pondok kecil tempat biasa bersantai bagi para penduduk desa setempat. Hampir semua yang tinggal di desa itu memilikinya.     

Di sela waktu santai Kenzo duduk sendiri, sang nenek mendekatinya sementara ayah Kenzo dan sang kakek pergi keluar entah kemana.     

"Nak, boleh nenek temani?"     

"Tentu boleh, Nek. Kemari, duduk disini!" kata Kenzo sambil menunjuk di sisinya.     

"Katakan pada nenek, apa kau menyukai desa ini?"     

"Nenek, pertanyaan apa itu? Tentu sangat suka, desa ini sejuk, damai, jauh dari kebisingan, tapi juga tidak sepi, semua orang disini memiliki tenggang rasa dan solidaritas yang sangat tinggi."     

Sang nenek tersenyum mendengar jawaban Kenzo.     

"Apa hanya itu?"     

Kenzo tertegun sejenak menatap wajah sang nenek.     

"Mmh… Yah, itu saja, Nek."     

"Bagaimana dengan para gadis di desa ini? Saat kau pergi jalan-jalan pagi tadi, apakah tidak ada gadis satupun yang menyapamu?" tanya sang nenek kembali dengan tatapan menyelidik.     

Kenzo memanyunkan bibirnya dan mengedip-ngedipkan kedua matanya. Saat pergi jalan pagi tadi, memang beberapa gadis desa menatap Kenzo dengan tatapan heran seolah mereka terkejut atau mungkin bisa jadi terpesona akan kehadiran Kenzo di desa itu.     

Namun, Kenzo tidak merespon mereka layaknya laki-laki normal biasanya. Mengapa tidak? Karena hati dan pikirannya hanya satu, ada Alona disana.     

"Atau, kau sudah punya pacar?" tanya nenek kembali tanpa menunggu Kenzo menjawab lebih dulu pertanyaan tadi.     

"Akh, Nenek… Apaan, akh… Kenzo masih ingin serius bekerja membantu ayah di kedai, karena saat sukses nanti wanita akan mudah didapatkan 'kan, Nek?" jawabnya mengalihkan. Dia masih tak ingin mengakui akan adanya Alona di hatinya.     

"Hmm… Jangan salah memulai sebuah prinsip, Cucuku!" jawab sang nenek.     

"Lalu?" tanya Kenzo singkat.     

"Jika ada seorang wanita di sisimu, tentu hidupmu akan jauh lebih sempurna. Karena kau akan mendapatkan semangat, perhatian, cinta, dan kasih sayang yang berbeda serta mungkin kau akan mendapatkan hari-hari yang selalu dihiasi senyuman indah."     

Yah, itu lah yang saat ini aku rasakan, Nek!     

Gumam hati Kenzo.     

"Nenek…"     

Tiba-tiba seorang gadis desa datang memasuki halaman rumah lalu kemudian menyalami nenek Kenzo dengan santun.     

"Riska, kebetulan sekali kau datang, Nak. Nenek baru saja ingin membicarakanmu," sambut sang nenek membuat Kenzo gelagapan.     

"Eng? Nenek, hayo… Diam-diam mulai membicarakanku," balas gadis itu.     

"Hei, nenek membicarakanmu dengan hal-hal baik," sahut nenek Kenzo kembali.     

"Hihihi, iya iya. Aku percaya nenek akan selalu baik padaku," jawabnya lagi dengan ceria.     

Kenzo yang sejak tadi memperhatikannya ikut tersenyum tanpa dia sadari. Lantas sang nenek meliriknya dan berdehem menggoda Kenzo. Sontak Kenzo menarik kedua ujung bibirnya yang tersenyum.     

"Ehm, Riska. Kenalkan, dia ini cucu nenek. Baru datang dari kota, andai saat itu Kenzo dan orang tuanya masih disini, kalian tentu akan tumbuh bersama dan…"     

"Nek, dia siapa?" tanya Kenzo segera menyela.     

"Hmm… Kau tanya sendiri siapa namanya," sahut sang nenek dengan senyuman.     

Tanpa rasa canggung sedikitpun, Kenzo mengulurkan tangannya dengan tersenyum ramah.     

"Hai, aku Kenzo. Kau?"     

"Aku… Aku Riska," jawab gadis itu ragu-ragu menyalami uluran tangan Kenzo.     

"Hmm…" respon Kenzo tampak biasa saja melihat gadis yang berparas manis dan berambut hitam sedikit kecoklatan itu.     

Tampak hening sejenak, tidak ada respon dan pembicaraan lagi.     

"Nenek masuk dulu, nenek akan buatkan kalian minuman dan membawakan cemilan untuk kalian, kalian bisa saling mengenal juga nantinya."     

Begitu sang nenek kembali masuk ke dalam rumah, yang seolah sengaja meninggalkan mereka untuk saling mengenal masing-masing.     

"Kau mau terus berdiri begitu?" tanya Kenzo kemudian setelah melihat Riska tetap berdiri mematung.     

"Oh, eh, mmh… Aku, aku akan duduk disitu," jawab Riska kikuk sambil menunjuk ke arah pojok di sebelah Kenzo, jarak yang sedikit jauh.     

Kenzo mengangkat kedua bahunya menanggapi dan mempersilahkan. Mereka kembali tampak canggung dan tidak banyak bicara, sedang Kenzo asyik dengan ponselnya.     

"Apakah, kau… Kau datang berlibur ke desa ini?" tanya Riska kemudian bersuara.     

"Aku baru lulus sekolah, yah… Anggap saja ini berlibur, karena aku sudah lama tidak datang menjenguk kakek dan nenekku disini," jawab Kenzo dengan santai dan ramah.     

Riska terdiam dan menatap Kenzo sejenak. Dalam hatinya berbicara, betapa seorang Kenzo membuatnya merasa salah tingkah bergetar.     

"Kau masih sekolah?" tanya Kenzo lagi.     

"Hem, aku duduk di bangku kelas 12 SMA."     

"Wah, masa perjuangan yang sesungguhnya baru akan dimulai, semangat ya!"     

Riska mendelikkan kedua matanya mendengar ucapan Kenzo yang disertai senyuman.     

"Pfffttt… Perjuangan apaan? Emangnya mau perang?" balas Riska meledeknya.     

"Dih, ngeledek yang baru saja usai berperang nih?" balasnya meledek Riska.     

"Ehm, bisa jadi. Hehehe…"     

"Woah, balasan apa itu?"     

Mereka mulai saling beradu senda tawa dan mulai akrab perlahan-lahan. Sang nenek yang sengaja diam-diam memperhatikan dari dalam rumah, tersenyum senang melihat Kenzo dan Riska akhirnya mulai akrab serta saling melempar senyuman.     

Riska sendiri memiliki karakter yang terkenal ramah di desa itu. Hubungan diantara keduanya masih terikat dalam ikatan saudara meski bukan saudara dekat.     

Lantas obrolan mereka mulai saling menceritakan kehidupan dikota dan di desa masing-masing dengan segala cerita dan kehidupan yang berbeda.     

Di tengah obrolan mereka yang mulai tengah akrab, sang nenek barulah keluar ruangan dengan membawa nampan yang berisikan minuman dan cemilan buatannya sendiri.     

"Aduh, kalian sudah akrab ya? Baru kenal dan baru pertama bertemu, nenek suka itu."     

Kenzo menaikkan satu alisnya menatap sang nenek dengan tanda tanya di hatinya.     

Apa maksud perkataan nenek ini? Sejak tadi aku tahu, nenek seperti sengaja membiarkan kami berdua terus saling berbicara.     

Kata Kenzo di dalam hatinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.