The Lost Love

Akhir sebuah pilihan



Akhir sebuah pilihan

0Sementara Kenzo sudah memutuskan pilihannya untuk meneruskan usaha ayahnya, Alona yang beberapa hari yang lalu mendapatkan tawaran yang tidak di duganya membuatnya selalu bimbang karena sampai saat ini dia belum membicarakan hal ini pada Kenzo lantaran waktu yang begitu sulit terbagi sejak masa ujian di sekolah.     
0

"Alona, bapak ingin bicara denganmu, Nak. Apa kau sibuk?" ujar ayah Alona setelah Alona menyuguhkan kopi hangat seperti biasanya.     

Sang ayah sudah tidak bisa menahan rasa ingin tahunya setelah melihat Alona yang beberapa hari ini tampak begitu murung.     

"Ada apa, Pak?" tanya Alona dengan santun sembari duduk di samping sang ayah.     

"Apa kau ada masalah di sekolahmu akhir-akhir ini?"     

"Ah? Ehm, tidak. Semua baik-baik saja, Pak!" sahut Alona menerangkan.     

"Tapi bapak lihat kau selalu tampak murung beberapa hari ini," kata sang ayah menimpali.     

Alona terdiam sejenak, sejujurnya dia memang sedang dalam kondisi hati yang tidak nyaman dan di rundung kegelisahan semenjak kedatangan kakak sepupunya saat itu dari luar kota. Alona mendapat tawaran untuk bekerja di sebuah hotel berbintang tempat kakak sepupunya bekerja saat ini. Tentu itu sedikit mengejutkan untuk Alona selain bersenang hati karena jurusan sekolah yang saat ini dia tempuh tampaknya tidak akan sia-sia.     

"Pak, apakah tak apa jika aku menolak tawaran kak Sinta untuk bekerja di hotel itu?" tanya Alona dengan lirih.     

Sang ayah kini mulai mengerti dan menarik napasnya dalam-dalam.     

"Alona khawatir saat nanti jauh dari bapak, bagaimana adik akan mengurus bapak dan menjaga pola makan juga kesehatan bapak selama jauh dari Alona?" ujar Alona kembali menerangkan maksudnya ingin menolak tawaran itu.     

"Nak, kau sudah punya pacar?" tanya sang ayah tiba-tiba dan membuat Alona tersentak hingga dia terbatuk-batuk menahan keterkejutannya.     

"Hem, sepertinya tuan putri bapak sudah memiliki pacar. Mungkinkah itu alasanmu untuk menolak, Nak?"     

"Ti-tidak. Bukan begitu, aku belum memiliki pacar. Ih, bapak! apaan sih?" sahut Alona tampak gusar dan terpaksa tidak mengakui hubungannya dengan Kenzo yang sudah lama terjalin sampai detik ini.     

"Hem, apakah benar begitu? Jikalau kau menjadikan bapak alasan kau menolak tawaran yang sangat tak terduga itu, bapak akan sedih, Nak."     

Kembali Alona tersentak dan menatap wajah sang ayah yang kini berbicara dengan nada sedih pada Alona.     

"Sebentar lagi adikmu sudah akan masuk sekolah menengah atas. Tentu dia akan bisa menjaga ayah dan kau harus meneruskan apa yang kau cita-citakan agar nantinya kau juga bisa kuliah di universitas terbaik di luar negeri seperti impianmu," ujar sang ayah menegaskan membuat Alona merasa sesak di dalam hatinya.     

"Tapi, Pak…"     

"Sejujurnya bapak sangat sedih karena kondisi bapak saat ini kau harus menanggung semuanya. Bapak sudah sangat tua, bapak tidak bisa bekerja dan mendapatkan uang banyak untuk membiayai kuliahmu dan sekolah adikmu, tapi percayalah, Nak! Saat kau memilih untuk langsung bekerja di hotel itu, kamu akan menjadi sukses lalu kau bisa pergi ke luar negeri nantinya."     

Alona tak dapat berkata lagi untuk membantah atau mengeluarkan sekedar pendapat begitu mendengar ucapan sang ayah. Sebelum bertemu Kenzo, impian Alona bisa bekerja di sebuah hotel berbintang dan mengejar impian dengan kuliah di luar negeri. Akan tetapi, entah kenapa dia begitu berat untuk mengambil langkah itu setelah bertemu dengan Kenzo, laki-laki yang sangat dia cintai saat ini.     

Namun, di sisi lain dia juga harus memikirkan kondisi ayahnya selama ini dan juga adiknya yang akan mulai memasuki pendidikan menengah atas dan tentunya itu akan membutuhkan biaya yang sangat besar, dia harus membantu meringankan beban sang ayah yang kini sudah tidak lagi mampu seperti dulu di usianya yang semakin bertambah pula.     

"Baiklah, Pak! Aku akan menerima tawaran kak Sinta untuk bekerja di hotel itu setelah lulus nanti." dengan terpaksa Alona menerima keputusan itu.     

"Bapak sangat senang mendengarnya, Nak," Ayah Alona sangat senang dan terlihat keceriaan dari pancaran wajahnya begitu sangat dalam.     

Yah, aku pikir inilah yang terbaik nantinya. Aku tidak boleh egois dengan hanya memilih perasaan takutku saja saat nanti berada dalam jarak yang semakin jauh dari Kenzo. Saat ini, aku hanya perlu menunggu bagaimana pendapat Kenzo akan hal ini, aku harap dia akan mengerti keadaanku.     

~     

Ujian sekolah pun kini sudah usai. Semua murid tentu hanya tinggal menunggu hasil dari kerja keras mereka selama belakangan ini, begitu pula dengan Kenzo yang tampak lega akhirnya bisa menyelesaikan ujian dengan baik dan benar serta dia begitu yakin akan lulus dengan predikat terbaik.     

Semua murid di kelas tamoak berhamburan keluar kelas saat sudah tiba waktunya pulang. Mereka tampaknya sudah tidak sabar untuk merayakan kebebasan mereka hari ini di berbagai tempat tongkrongan dan dengan berbagai acara mereka masing-masing.     

"Ken, nongkrong yuk! Kita harus rayakan ini, ujian sudah usaaaai… Yeay!" ajak Maya menghampiri Kenzo.     

"Tidak hari ini, May. Aku sudah ada janji," sahut Kenzo menolak dengan lembut.     

Riyo menatap sejenak wajah sahabatnya itu, sejak tadi dia berkutat dengan ponselnya dan saling bertukar pesan dengan Jihan, kekasihnya.     

"Ugh, gak seru ah! Kapan lagi kita akan nongkrong?" sahut Maya memonyongkan bibirnya tampak kesal.     

"Kau pergilah dengan pacarmu, lagi pula Riyo juga sepertinya ada janji dengan permaisurinya." Kenzo mencoba melempar ucapannya pada Riyo dengan sengaja.     

Riyo tercengang sejenak lalu tersenyum lebar, "Hehe… Maafkan aku, May. Sebaiknya kita atur saja lain waktu, hari ini aku harus menemani permaisuriku dulu untuk merayakan hari kebebesan kita dari ujian, hehehe…" terang Riyo sambil menggoyangkan tangannya yang menggenggam ponsel.     

Maya tampak membuang napas panjang dengan wajah tetap cemberut melihat dua sahabatnya sudah memiliki janji dan urusan pribadi. Sedangkan dia, sebetulnya sedang kesal karena sang pacar tidak bisa datang menemuinya hari ini meski ujian telah usai.     

"Hem, baiklah! Jika begitu, aku tidak akan mengganggu urusan kalian. Tapi kalian janji ya, kalian harus meluangkan waktu untuk nongkrong bersamaku nanti, oke?" sahut Maya dengan terpaksa.     

Kenzo dan Riyo tersenyum lega saat mendengar ucapan Maya yang memilih mengalah meski dengan terpaksa.     

Saat tiba di rumah, Kenzo menelpon Alona dan mengajak untuk bertemu sore ini di tempat biasa. Dia sudah teramat sangat rindu, dia ingin segera bertemu dengan Alona setelah berminggu-minggu lamanya mereka tidak ada waktu untuk saling bertemu.     

Sedang Alona yang begitu senang akhirnya sore ini dia akan kembali bertemu dengan Kenzo, sejenak kebahagiaan itu berubah jadi menyesakkan di dalam hatinya. Karena sore ini dia harus mengatakan apa yang selama beberapa minggu belakangan ini cukup mengganggu pikirannya.     

Dia seakan tidak mampu untuk menunjukkan wajahnya di depan Kenzo nanti betapa dia berada dalam posisi yang sangat sulit dalam pilihan yang mendesaknya harus menjalani dan menerima pilihan tersebut. Dia tak ingin terlihat sedih, namun kenyataannya di dalam hatinya saat ini sudah terbendung suatu perasaan yang sulit dia ungkapkan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.