The Lost Love

Dukungan dan Cinta



Dukungan dan Cinta

0Hari sudah mulai petang dan seperti biasa, Kenzo mengantar Alona sampai di halte bus saja. Lagi dan lagi, Kenzo hanya sebatas bisa melepas genggaman tangan Alona sampai batas di tengah pintu minibus saja.     
0

Kenzo masih menatap laju kecepatan minibus tersebut hingga benar-benar menghilang dari pandangan Kenzo. Lalu setelah itu baru lah dia beranjak pergi menaiki motor antique nya.     

Begitu sampai di rumah, Kenzo menuju kamarnya langsung tanpa lebih dulu berdiam diri di teras seperti biasanya setiap kali usai bertemu dengan Alona. Terkadang dia akan kembali membayangkan wajah Alona usai pertemuannya, tapi tidak kali ini.     

Sampai di kamarnya, dia menuju kamar mandi dan membasuh wajahnya dengan air untuk menghilangkan kekalutan di balik wajahnya yang sejak tadi berusaha terus menebar senyuman dan ketenangan di hadapan Alona.     

"Hah, andai saja aku bisa mengatakan bahwa aku tidak ingin dia jauh dariku, andai saja aku bisa katakan betapa aku kesulitan berusaha semua baik-baik saja melihatnya akan jauh dariku, perasaan apa ini? Kenapa begitu sesak dan menyebalkan?" ujarnya sendiri menatap cermin di depannya.     

"Tidak, Ken! Kau sudah melakukan apa yang seharusnya kamu lakukan. Karena cinta yang sesungguhnya akan selalu memberikan dukungan dan dorongan yang tepat demi masa depan orang yang kamu cintai. Meski itu sulit, tahanlah! Ini hanya soal jarak dan waktu, yakinlah! Kau bisa menempuhnya," ujarnya kembali menyemangati dirinya sendiri.     

Sedang di tempat yang berbeda, Alona terkejut ketika sampai di rumah Via sudah menyambutnya di teras dan duduk santai bersama ayah Alona.     

"Hai!" sapa Via menyambutnya seraya tersenyum nyengir.     

Alona tampak canggung dan gelisah, dia berpikir dalam hati bagaimana jika Via sudah memberitahu ayah nya tentang apa yang terjadi di taman tadi.     

"Alona, Via menyapamu. Kenapa kau malah melamun, Nak?" ujar sang ayah menyentakkan Alona dari lamunan.     

"Ah, ya? Oh, ehm… Hai, Vi. Kau datang?" sahut Alona kikuk.     

"Hem, aku datang karena ada yang ingin aku pinjam untuk acara di sekolahku," sahut Via begitu saja.     

Alona mengernyit.     

"Nak, bawa masuk Via ke kamarmu. Sejak tadi dia sudah gelisah dan tidak sabar menunggumu, berikan saja apa yang akan dia pinjam. Kalian saudara, saling berbagi dan membantu itu sangat indah," ucap sang ayah kembali.     

"Iya, Pak. Emh, bapak sudah makan? Alona akan masak sesuatu untuk bapak," jawab Alona menimpali.     

"Tidak usah, bapak sudah kenyang. Tadi Via membawa nasi goreng kesukaan bapak, enak sekali."     

Lagi-lagi Alona mengernyit dan menatap wajah Via.     

"Ya sudah, ayo, Via. Kita ke kamar," ajak Alona segera. Dengan gembira Via mengikuti langkah Alona menuju kamarnya.     

"Via, apa lagi ini?" cetus Alona pada Via begitu memasuki kamar dan mengunci rapat pintunya.     

"Pfffttt… Kenapa kau begitu takut? Astaga, aku tidak mengatakan apapun pada paman!"     

Alona menjadi canggung dan salah tingkah karena Via mengetahui lebih dulu kemana maksud arah pikiran Alona.     

"Sejak kapan kau memiliki hubungan dengan seorang laki-laki? Aku tahu, selama ini kau selalu menolak untuk menjalin hubungan percintaan dengan laki-laki dan hanya memilih untuk menjadikannya sahabat dekat, apakah laki-laki itu sungguh special?"     

Alona masih terdiam.     

"Ehm, siapa namanya tadi? Ah, Kenzo! Ya, Kenzo. Nama yang keren," ujar Via kembali yang kemudian Alona membungkam mulutnya dengan tangan Alona.     

"Emh, emh," Via meronta dan memelototinya.     

"Pelankan suaramu menyebut namanya, nanti bapak dengar suaramu!" bisik Alona menatap Via dengan tajam.     

Via mengangguk tanda mengerti, barulah Alona melepaskan tangannya yang sejak tadi membungkam mulut Via.     

"Dia sosok laki-laki yang berbeda, Via. Dia sederhana, apa adanya, selalu lembut dan perhatian," ujar Alona lirih menatap kosong dinding kamar di depannya. Seolah dia menatap wajah Kenzo saat ini di dinding itu.     

"Oh ya ampun, kau sungguh lugu. Semua laki-laki akan demikian jika mencintai pasangannya," bantah Via seolah meledeknya.     

"Bukan hanya itu, Via. Dia selalu menebar senyuman yang menenangkan padaku, aku nyaman setiap kali dengannya, dia selalu bisa membuatku tersenyum setiap waktu, bahkan membayangkan dan menyebut namanya saja di dalam hatiku, aku tersenyum bahagia."     

"Huh, memang payah jika berurusan dengan orang yang sudah jatuh cinta, semua akan terlihat baik di matanya. Eh tapi, kenapa kau begitu takut paman tahu hal itu? Apakah kau belum mengenalkannya pada beliau?" tanya Via menyelidik.     

Dengan pelan Alona menggelengkan kepalanya.     

"Oh ya ampun, pantas saja kau begitu takut melihatku datang malam ini."     

"Karena kau selalu tidak bisa mengontrol bicaramu!" balas Alona begitu saja.     

Via menghela nafas panjang, menyilangkan kedua tangannya, lalu menatap serius wajah Alona.     

"Apa yang kau sembunyikan lagi dariku tentang kau dan Kenzo?" tanya Via kembali menyelidik.     

"Kenzo, dia… Selalu mengantarku beribadah setiap waktu tanpa rasa canggung meski kami berbeda keyakinan, toleransinya begitu baik padaku."     

"So what?" tanya Via kembali dengan membelalakkan kedua matanya.     

"Maka itu aku butuh waktu yang tepat untuk memberitahunya siapa Kenzo," ujar Alona lirih.     

"Oh Tuhan, Alona… Apa kau yakin? Entah bagaimana jika paman tahu hal ini nantinya, tapi kuharap beliau mau menerima Kenzo. Tapi apa kau sungguh mencintainya? Bukankah sebentar lagi kau akan bekerja di luar kota dan jauh darinya?"     

"Hah, aku tahu pasti bapak sudah menceritakannya padamu!" keluh Alona.     

"Apa kau tahu, laki-laki di kota kak Sinta tinggal kali ini sungguh menawan dan banyak yang tampan, mereka semua tentu sudah punya banyak keahlian dalam memikat hati seorang wanita, terutama wanita lugu sepertimu!"     

"Yang aku takutkan justru bagaimana Kenzo saat jauh dariku, tentu banyak wanita diluar sana yang mengejarnya nanti. Sedangkan aku? Apa yang akan aku lakukan di saat kami jauh?"     

"Hei hei, hentikan! Aku hanya bercanda, aku akan menjaga Kenzo selama jauh darimu. Kalau perlu aku akan menjadi seorang mata-mata kemanapun, dimanapun, sedang apa, dengan siapa, dan bagaimana Kenzo menjalani hari-harinya sementara kau jauh darinya."     

"Hahaha, Via. Sudah, hentikan! Jangan meledekku begitu, kau tidak perlu melakukan itu. Karena aku, aku… Percaya Kenzoku akan selalu setia padaku meski nantinya hubungan kita berada pada jarak yang jauh."     

"Huuuh… Puji saja terus, kau ini membuatku sungguh mual. Aku tidak menduga sepupuku yang selalu menolak untuk berpacaran ini, pada akhirnya akan menjadi ratu bucin. Budak cinta, hahaha…" Via kembali meledek Alona. Dan Alona tentu membalasnya dengan cubitan gemas sehingga mereka kini terjatuh di atas ranjang bersamaan dan bersenda gurau seakan tidak ada yang mau saling mengalah.     

Sementara itu, malam kian larut namun Kenzo tidak juga bisa memejamkan kedua matanya. Dia menatap kosong langit-langit kamarnya, dia mulai dihantui dengan perasaan tidak percaya diri.     

"Hah, ini sungguh menyesakkan. Apakah aku sungguh mampu menjalani hubungan ini dengan jarak jauh? Ah, tapi… Kapanpun aku bisa datang menjenguknya bukan? Ah, tapi… Aaaarght, aku tidak tahu lagi!"     

Kenzo mendecak sebal sendiri di atas ranjangnya. Dia terpaksa menaikkan volume nada dari semua lagu-lagu mellow yang sengaja dia putar untuk memperbaiki moodnya sejak tadi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.