The Lost Love

Kejarlah, impianmu!



Kejarlah, impianmu!

0"Ken, aku harus segera pergi," ucap Alona begitu panggilan telepon dari ayahnya sudah berakhir.     
0

Kenzo menahan napasnya sejenak dan mengantupkan bibirnya kembali dengan rapat-rapat. Dia mengangguk pelan seraya menundukkan kepalanya namun, genggaman tangannya semakin erat.     

"Pergilah, ayahmu pasti sedang menunggumu saat ini. Aku sudah membayangkan betapa ayahmu sangat bahagia saat ini meski mungkin jauh di dalam lubuk hatinya dia akan merasa bersalah atau sedih berkepanjangan karena kini kau mulai jauh dari perhatiannya," jawab Kenzo dengan terbata-bata.     

"Ken, berjanjilah setelah ini kau tidak boleh sedih. Kapanpun nanti kau merindukanku, aku juga merindukanmu, kita harus bertemu! Oke?" ujar Alona dengan senyuman meski air mata masih tetap mengalir dengan deras saat ini.     

"Aku berjanji, aku akan menemuimu nanti ketika kau sungguh-sungguh rindu dan ingin bertemu denganku, tapi selama kau bekerja di sana, kau harus bersungguh-sungguh menjalaninya untuk membanggakan ayah dan adikmu. Kau harus membuatku bangga, kau jangan membuat seorang Kenzo sia-sia setelah meneteskan air matanya yang mahal ini," jawab Kenzo kembali dengan leluconnya yang bahkan terpaksa dia keluarkan untuk menghibur Alona yang kini menangis sesenggukan.     

"Kau, kau sungguh menyebalkan, Ken!" Alona mencubit lengan Kenzo dengan sangat keras karena dia sungguh gemas akan perlakuan kekasihnya itu yang masih saja sempat melakukan kekonyolan untuk menghibur dirinya yang bahkan kini sudah sesenggukan.     

"Hehehe… Aku hanya tidak ingin melepasmu yang ingin mewujudkan impianmu dengan tangisan yang hanya akan membuatmu nantinya merasa terbebani, aku merasa sudah sedikit membaik dan aku percaya kau akan baik-baik saja setelah jauh dariku dan aku pun akan demikian. maka, pergilah!" ucap Kenzo dengan lembut dan sedikit ceria.     

Alona masih tetap berdiri teguh nenatap wajah Kenzo dalam-dalam, air mata yang sejak semalam mengalir seakan tidak bisa mengering meski sudah berkali-kali mengalir dengan deras.     

"Alona, pergilah! Kau akan terlambat nanti," ujar Kenzo kembali seraya perlahan meregangkan genggaman tangannya pada Alona.     

Namun dengan cepat Alona menahan genggaman tangan Kenzo. Kali ini dia ingin menciumi kedua tangan Kenzo dalam genggamannya, sama seperti yang biasa Kenzo lakukan setiap kali bertemu dengannya berdua, dan Kenzo tersentak begitu Alona melakukan hal itu, lalu kemudian dia melakukan hal yang sama saat ini, membalas kecupan hangat bibir Alona yang menggenggam tangannya.     

"Aku mencintaimu, Alona!"     

"Aku juga sangat sangat sangat mencintaimu, Ken!" ucap Alona membalas ucapan Kenzo.     

"Pergilah! Maafkan aku, aku tidak bisa mengantarmu pulang dan sampai kau menuju tempat dimana nantinya kau akan memulai segalanya dari awal," sahut Kenzo kemudian.     

"Aku mengerti, dan aku berjanji! Suatu hari aku akan membuatmu berada di posisi itu, dimana kau akan mengantarku pergi mengejar impianku kembali nanti, hem?" balas Alona kali ini dengan senyuman.     

Kenzo mengangguk dengan penuh keyakinan.     

Lantas, Alona melepas genggaman tangan Kenzo perlahan dan berlalu pergi. Kenzo yang menatapnya tanpa berkedip sedikitpun berusaha untuk tetap mengulas senyuman, dia tak ingin melepas pandangannya dari Alona yang kini melangkah semakin jauh dari hadapan Kenzo. Sesekali Alona menoleh ke belakang seakan dia masih enggan untuk menjauh dari hadapan Kenzo, lalu Kenzo melambaikan tangan padanya, mengulas senyuman manis menunjukkan bahwa dia sungguh baik-baik saja meski di dalam hatinya tidak demikian adanya.     

"Yah, pergilah, Alona! Kau harus berhasil meraih mimpimu, meraih impian dan cita-citamu, aku berjanji. Cinta kita akan tetap kujaga utuh, kuharap kau pun begitu," ujar Kenzo setelah kini Alona sudah beranjak pergi dan menghilang dari pandangan Kenzo.     

Di dalam perjalanan pulang, Alona kembali terisak dalam tangisannya. Dia masih mengingat wajah dan air mata Kenzo saat melepasnya tadi, bahkan dia meringkuk menggenggam kedua tangannya sendiri dan aroma tubuh Kenzo masih menempel kuat di di tubuhnya, di genggaman tangannya.     

Beberapa menit kemudian di sampai di rumah, sebelum memasuki rumahnya dia menyeka air matanya dan mengusap wajahnya beberapa kali untuk menyembunyikan kesedihannya sejak tadi. Meski wajahnya saat ini masih begitu sembab begitu pula dengan kedua matanya.     

"Kakak, kenapa lama sekali? Sejak tadi kita sudah siap untuk mengantar kakak ke kota, kakak kemana saja?"     

"Aleea, kakak sudah bilang jika kakak pergi ke tempat beribadah tadi." Alona menjawabnya tanpa melihat wajah sang adik sedikitpun. Dia melewatinya begitu saja untuk segera memasuki kamarnya.     

"Kak, tunggu!" ujar sang adik kemudian seraya menyusul langkah sang kakak menuju kamarnya.     

Alona mulai meraih dan menyiapkan segala perlengkapannya yang akan dia kenakan saat ini menuju kota, dan Aleea memperhatikan sang kakak yang berkemas dengan terburu-buru dan itu mengundang tanya di dalam benaknya. Dia tidak pernah melihat kakaknya bersikap demikian.     

"Kak!" panggil Aleea sembari menarik lengan Alona, menghentikannya yang sejak tadi menyibukkan diri.     

"Kakak, kakak baru saja habis menangis. Iya 'kan? Kakak menangis? Ada apa, Kak?" tanya Aleea begitu melihat wajah Alona yang masih saja sembab oleh air mata.     

Alona terdiam sesaat memejamkan kedua matanya.     

"Kak, jawab aku!" ujar Aleea kembali mendesaknya.     

"Aleea, kau tahu sejak kecil, sejak ibu pergi ke rumah Tuhan, kita selalu bersama. Dan ini pertama kalinya aku akan hidup jauh dari kau dan ayah, itu membuatku sedih, entah kapan nantinya aku akan kembali pulang bersama kalian di rumah ini, setelah ini tentu waktuku hanya akan habis dengan bekerja dan ini akan membuat waktu kebersamaan kita semakin berkurang." Alona memberikan pengertian pada sang adik sehingga membuat Aleea menangis tersedu-sedu lalu memeluk sang kakak.     

"Kakak… Kenapa kakak berkata seakan kita akan berpisah selamanya? Kakak hanya pergi untuk bekerja, kita pasti akan segera berkumpul bersama, aku janji setelah lulus nanti aku yang akan menggantikan posisi kakak untuk bekerja."     

"Tidak, Aleea. Kau adik kakak satu-satunya, kau harus berjanji pada kakak untuk menjaga dan selalu ada di setiap ayah butuh teman bicara, kau tahu… Ayah tentu akan sedih saat nanti bukan lagi aku yang menyeduhkannya kopi setiap waktu, kau harus menghibur ayah selama kakak jauh, hem? Kau mengerti?" ujar Alona sambil menyentuh kedua pipi sang adik dengan penuh kecemasan.     

"Aku beranji, tapi kakak juga tidak boleh selalu menangis. Nanti kakak sakit, siapa yang akan merawat kakak saat jauh dari kami," sahut sang adik kembali menangis.     

Alona pun memeluknya, begitu pula dengan Aleea yang membalas pelukan itu dengan sangat erat. Betapa dalam hatinya dia berat untuk berada jauh dari sang kakak, selama ini mereka selalu bersama meski terkadang kebersamaan mereka selalu di hiasi dengan pertengkaran dan perdebatan kecil karena perbedaan pendapat. Tentu hal itu sudah menjadi suatu kewajaran di dalam hubungan kakak beradik.     

Setelah semua sudah siap, Aleea dan sang ayah ikut serta menuju kota besar lantaran sang ayah tak ingin membiarkann putri sulungnya pergi seorang diri menuju kota, meski sampai di kota nanti Alona tidak akan berada dalam kesulitan karena dia akan di sambut langsung oleh kakak sepupunya. Namun, sang ayah dan Aleea tidak mau tahu hal itu. Mereka hanya ingin memastikan bahwa Alona akan baik-baik saja setelah sampai di kota.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.