The Lost Love

Cowok Gamer



Cowok Gamer

1"Ken,"      2

"Kak, please! Pagi ini aku sedang tidak ingin mendengar apapun dari kakak perihal laki-laki asing itu." Kenzo menyela ucapan sang kakak lebih dulu.     

"Kenapa kau tidak mengerti, Ken? Ibu ingin menikah lagi bukan lantaran sudah melupakann ayah, kasihan ibu. kita juga masih butuh figur seorang ayah di rumah ini, khususnya kamu, Ken!" tandas Ervan seraya beranjak berdiri.     

"Kakak tidak mengerti, semua itu hanya untuk kesenangan ibu sendiri. Karena sampai kapanpun aku tidak akan pernah mau menerima laki-laki manapun mengganti posisi ayah di rumah ini!"     

"Kakak tidak percaya kau bisa sekeras itu, kau begitu egois dan hanya memikirkan dirimu sendiri, Ken!"     

"Kak, bukankah kakak yang lebih tahu hal ini? atau jangan-jangan kakak juga sudah melupakan mendiang ayah, iya?"     

"Kenzo!"     

"Kakak!" Kenzo kembali menyela dengan nada marah.     

"Sampai kapanpun aku tetap tidak akan menerima laki-laki itu sebagai pengganti ayah di rumah ini, dan jangan berani-berani membawanya datang ke rumah ini lagi!" ujar Kenzo kembali menegaskan.     

Evan pun geram, dia mengepalkan kedua tangannya lantaran tak tahan lagi menghadapi keras kepala Kenzo yang tidak sediktipun bisa di luluhkan.     

"Meski tanpa izinmu sekalipun, aku akan membiarkan ibu menikah lagi, Ken! Kau tidak tahu, ibu butuh seorang pendamping untuk menyembuhkan luka di hatinya, untuk melupakan ayah yang sudah tiada, apa kau pernah mendengar ibu menangis setiap malam haya karena rasa bersalahnya setelah ayah pergi? Apa kau pernah berpikir dengan keras kepalamu itu lantas ayah akan kembali hidup? Iya?" sahut Ervan dengan lantang hingga menyentakkan hati Kenzo.     

Dia terdiam sesaat, menatap wajah sang kakak dengan mata melebar.     

"Sadarlah, Ken! Ayah sudah tiada, satu tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk ibu menahan kesedihannya selama ini. Kakak mohon padamu, biarkan ibu menikah lagi dan mulailah menerima laki-laki itu sebagai kepala rumah tangga di rumah ini." Ervn menyentuh kedua bahu Kenzo dengan sangat erat, tanda bahwa Ervan kali ini sungguh tidak main-main dengan ucapannya.     

Lantas Ervan keluar dari kamar Kenzo, membiarkan Kenzo merenungi perdebatan mereka sejak tadi. Rasanya sekujur tubuh Kenzo mulai runtuh, hatinya pedih, seperti ada luka yang kembali tersiram bara api. Air mata mulai menetes kembali, dia menyadari jika dia tengah sendiri lagi. Ervan beranjak pergi bahkan tanpa menunggu tanggapan dia kembali, dia hendak menutup pintu kamarnya kembali namun, di depan sana telah berdiri ibunya yang mungkin sudah menyaksikan perdebatannya dengan Ervan tadi.     

Brak!     

Kenzo segera membanting pintu kamarnya dengan sengaja.     

Dia mengusap wajahnya dengan kesal sambil berdiri di balik pintu. Pikirannya benar-benar kacau pagi ini, hatinya sesak, penuh dengan amarah yang memuncak namun tidak bisa dia ungkapkan semuanya.     

Sore telah tiba. Usai menyelesaikan pekerjaannya, entah kenapa Kenzo begitu enggan pulang ke rumah lantaran tak ingin kemarahannya kembali meningkat dan membuatnya pada akhirnya harus berdebat kembali dengan sang kakak. Dia merasa rumah itu bukan lagi tempat yang penuh kenyamanan untuknya setelah laki-laki itu datang dengan penuh percaya diri untuk melamar ibunya, menjadi ayah sambung baginya.     

Dia mengendarai motornya terus melaju santai entah kemana. Pikirannya kosong, meski batinnya di penuhi ketakutan yang mendalam. Dia tidak tahu harus pergi kemana, melampiaskan segalanya kemana, dan dengan siapa. Sampai akhirnya dia berhenti di suatu tempat dimana selalu menjadi tujuannya ketika bersama Alona.     

Sebuah trotoar di sisi jalan, dimana tempat itu bisa memandang laut lepas dengan puas. Berharap setelah puas memandang laut lepas Kenzo akan segera mereda dari emosinya dan segala amarahnya. Tak ingin tenggelam dan terlarut dalam kenangan karena justru ia terbawa kenangan bersama Alona, dia bermain game seperti biasa.     

Kenzo mulai asyik dengan game nya di sisi trotoar, tidak pedulikan di sisi kanan dan kirinya. Dia sibuk sendiri, celoteh sendiri, mengeluarkan umpatan konyol sendiri setelah game yang di mainkannya membuatnya kalah.     

"Hai, kamu Kenzo bukan?" sapa seorang wanita tiba-tiba dari arah samping di sela kesibukannya Kenzo bermain game hingga akhirnya dia pun kembali kalah dalam bermain game.     

Kenzo masih acuh menatap wajah wanita berambut lurus itu.\     

"Kau tidak mengenalku?" tanya wanita itu lagi.     

"Bagimana kau mengenalku?" tanya balik Kenzo.     

Wanita itu menaikkan alisnya setelah Kenzo justru bertanya balik dan terdengar dingin menanggapinya.     

"Aku salah satu penggemar game kesukaanmu, dan salah satu member club yang sama juga denganmu."     

"Oh ya?" tanya Kenzo seakan tidak percaya.     

Lantas wanita itu mengeluarkan ponselnya dan menujukkannya pada Kenzo sambil tersenyum manis, Kenzo sedikit tertegun melihat senyuman wanita itu yang begitu ramah padanya.     

"Wah, kebetulan sekali. Aku Kenzo, dan kau?" Kenzo mulai bereaksi seraya mengulurkan tangannya untuk mengenalkan dirinya pada wanita itu.     

Wanita itu kembali tersenyum sambil mengulurkan tangannya, "Aku Heni. Salam kenal, Ken! Sungguh, aku tidak menyangka kita akna bertemu langsung disini."     

Kenzo pun tersenyum seraya melepas jabatan tangannya dengan wanita itu.     

"Kau sendiri?" tanya Kenzo kemudian untuk lebih akrab pada wanita itu.     

"Hem, aku sedang bersepeda. Dan kebetulan saja ingin duduk santai di sini, tapi ternyata bertemu denganmu, Ken!"     

"Hahaha, dejavu?" sahut Kenzo dengan tawa kecil.     

Wanita itu tertegun melihat Kenzo kemudian tertawa, seakan terpesona dan terpana pada Kenzo. Tatapan wanita itu membuat Kenzo salah tingkah, segera dia menarik senyumannya kembali sembari melihat langit yang kini mulai petang. Deburan ombak mulai terdengar kian pasang, membuat suasana petang itu mendadak berbeda dari sebelumnya tadi.     

"Ehm, hari sudah gelap. Aku harus segera pulang, kau masih mau disini, Heni?" tanya Kenzo seraya beranjak berdiri lebih dulu.     

Wanita itu turut berdiri dan berhadapan dengan Kenzo tampak kebingungan, "Eng, kau sudah mau pulang?" tanya nya kemudian.     

"Iya, aku harus segera pulang. Sampai bertemu kembali," sahut Kenzo sambil berlalu pergi menuju motornya.     

"Ken…" panggil wanita itu.     

Kenzo pun menoleh kembali.     

"Boleh aku minta nomormu?" ujar wanita itu sambil menyodorkan ponselnya pada Kenzo.     

"Aaaah… hem, baiklah!" Kenzo meraihnya setelah sejenak berpikir.     

Wanita itu tampak gembira setelah Kenzo memberikan nomor ponselnya.     

"Tolong di balas saat aku mengirim pesan nanti, ya?" pinta wanita itu.     

"Mmmh… Kita lihat kondisi dulu, ya?"     

"Tsk! Sok sibuk ih," balas wanita itu gemas lalu tertawa bersama dengan Kenzo. Sejenak kekalutan Kenzo terabaikan, setelah sejak tadi berbincang santai dengan wanita itu.     

"Baiklah, Ken! Senang bertemu langsung denganmu, kau sangat jago bermain game. Aku harus banyak belajar denganmu, hati-hati di jalan ya!"     

"Hem, terima kasih, Heni!" sahut Kenzo seraya menyalakan mesin motornya lantas melaju pergi, sementara Heni masih melihat Kenzo dari belakang sampai Kenzo pergi jauh menghilang dari pandangan.     

Heni adalah wanita yang sangat cantik, bahkan lebih cantik dari Alona. Lekuk tubuhnya terlihat dia memang rajin berolah raga, postur tubuhnya tinggi, rambut lurus berwarna gading, dengan manik mata cokelat, kulit putih bersih. Sepanjang jalan Kenzo hanya menyumbingkan bibirnya ketika sekilas senyuman Heni terlintas begitu saja di depan matanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.