The Lost Love

Bertemu Maya (2)



Bertemu Maya (2)

0Kenzo hanya asyik bermain dengan putra Maya saja. Sedang Maya di dalam rumahnya tanpa Kenzo tahu apa yang dilakukannya.     
0

Sesaat kemudian, Maya keluar membawa sebuah nampan dimana di atasnya sudah berisikan dua gelas minuman sirup segar untuk Kenzo juga untuknya.     

"Cih, sejak kapan kau jadi rajin begini? Apakah sejak menjadi seorang ibu dan istri? Hahaha..." Kenzo menggodanya seperti biasa.     

"Tsk, kau menyebalkan!" ujar Maya sambil menyipitkan kedua matanya dengan sinis pada Kenzo.     

Sesaat kemudian tiba pesanan makanan yang diam-diam Maya pesan untuk di makan bersama saat ini dengannya.     

"Oh my God! Kau masih tetap paling handal soal ini, May!" ucap Kenzo setelah menyadari raut wajah Maya yang tertuju padanya, seakan memberikan isyarat agar membayar tagihan makanan yang dia online tadi.     

Kenzo lantas merogoh kantung celananya, meraih dompetnya untuk membayar tagihan tersebut. Seketika raut wajah Maya berubah menjadi ceria.     

Mereka pun mulai menikmati hidangan pitzza yang Maya pesan tapi seperti biasa, selalu Kenzo yang membayarnya.     

"May, apa pendapatmu tentang seorang wanita yang sudah pernah menikah tapi gagal dalam berumah tangga?" tanya Kenzo di sela waktu santainya, duduk berdua dengan Maya menikmati hangatnya pitzza yang sungguh menggoda di lidah.     

Maya tersentak sambil menoleh seketika ke arah Kenzo, lalu dia melirik ke arah putranya yang masih kecil dan bermain di dekat Kenzo.     

"Hai, Boy! Main di halaman, mama dan om Kenzo ada obrllan penting." Maya memberikan isyarat dengan mengerlingkan matanya pada anaknya itu, dengan cepat anak itu berpindah dari posisinya dan menuruti ucapan Maya.     

"Janda?" tanya Maya kemudian pada Kenzo.     

"Jangan terlalu jelas mengucapkannya, May!" balas Kenzo sambil menyeruput segelas sirup segar buatan Maya.     

"Hem... Lumayan manisnya," ujar Kenzo kembali memuji sebelum Maya angkat bicara.     

"Jawab saja, apa yang kau maksud itu wanita janda?" desak Maya lagi.     

"Yah... Bisa di bilang seperti itu."     

"Lebih baik jangan!" balas Maya tegas.     

"Why?" tanya Kenzo masih dengan sikap santai.     

"Apa kau sudah kehabisan stok para gadis yang menggilaimu itu? Lalu bagaimana dengan kekasihmu di LN?" Maya mulai mengomeli nya.     

Kenzo terlihat membuang napas kesal. Dia menatap wajah Maya, lalu menarik napasnya kembali serta menahannya.     

"Apa kau tidak takut akan daya pikat dan tipu muslihat seorang janda? Kalau aku sih, ogah! Jangan berani bermain dengan janda, kau paham Ken?" imbuh Maya melanjutkan.     

"Dasar crewet! Aku hanya bertanya, kenapa kau langsung mengomeliku begitu?" bantah Kenzo menghardiknya.     

Maya membuang muka kesal pada Kenzo, tapi tidak benar-benar marah pada sahabatnya itu.     

"Ah... Emh, yah... Saat ini, aku memang sedang berteman dengan seorang wanita pernah menikah sebelumnya tapi dia gagal dalam membina rumah tangganya." Kenzo melanjutkan bicaranya dengan lirih dan sedikit terbata-bata lantaran takut Maya akan kembali mencetusnya.     

"Jangan terlalu dekat dengannya!" ucap Maya memberikan titah kemudian.     

"Awalnya aku memang sedikit ragu untuk mulai berteman dengan wanita yang sudah pernah bersuami, tapi aku tidak tega melihatnya mengeluh tentang pertemanannya dengan banyak laki-laki yang selalu menilainya salah, bahkan teman-teman wanitanya pun menghindarinya."     

"Hahaha... Oh my God. Sahabatku yang satu ini masih saja lemah soal wanita, bagaimana jika aku balik semua keadaan yang sudah terjadi padamu."     

"Apa, apa, apa lagi?" tanya Kenzo sambil cemberut menatap wajah Maya.     

"Andai, aku menjadi janda. Mendekatimu dengan bercerita semua yang kualami tidak jauh berbeda dengan wanita itu, apa kau juga akan mudah luluh?"     

"Pffftttt... Pertanyaan apa itu? Bukankah aku sudah mengenal bagaimana watakmu, aku akan MENOLAKMU!" dengan sengaja Kenzo menggoda Maya.     

Bugh! Bugh! Bugh!     

Maya memukuli Kenzo dengan gemas dan seketika sifat tomboynya keluar menyerangnya.     

Kenzo mengadu, seraya menutupi wajah dan bagian dadanya sementara Maya terus memukulinya.     

"Sialan!" balas Maya mengumpat.     

"Hahaha... Aku hanya bercanda, lagipula kenapa harus membandingkan denganmu, hah?"     

"Karena hanya ada aku yang wanita disini, akh... Kau menyebalkan! Sampai kapan kau selalu saja mudah luluh pada wanita siapapun itu. Harusnya kau merubah sikapmu itu karena saat ini kau bukan lagi anak SMA yang bebas berkelana dalam cinta, Ken!"     

"Idih... Sejak kapan kata-katamu jadi penuh kebijakan kemanusiaan begitu? Hahaha..." lagi dan lagi, Kenzo menggoda sahabatnya itu. Sudah lama rasanya, dia tidak pernah bertukar canda dan keceriaan seperti itu dengan sahabat dekatnya, Maya.     

"Pokoknya jangan!" ujar Maya kembali menegaskan.     

"Eh... Aku... Aku sudah terlanjur berjanji akan tetap berteman dengannya meski dia sudah pernah gagal dalam pernikahannya, May."     

"Oh ya ampun, sungguh ceroboh. Kau jadi terlihat sangat malang, awas sana jika suatu hari kau justru berani mendekati atau berpacaran dengan seorang wanita janda, aku akan menghajarmu!" ceyus Maya padanya.     

"Hahaha... Ampun, Bos mafia!" balas Kenzo sambil mengatupkan kedua telapak tangannya ke depan wajah Maya.     

Mereka pun melanjutkan obrolan lain, Kenzo sengaja mengalihkan banyak obrolan yang hanya membuatnya akan terus di cerca oleh Maya.     

Hingga petang pun tiba, Kenzo bergegas untuk segera pulang ke rumah. Dia berpamitan pada Maya yang masih menginginkannya tetap bersantai di rumahnya untuk menemaninya     

"Akh, kau menyebalkan! Kita sudah lama tidak bertemu tapi kau malah terburu-buru mau pulang, apa tidak rindu? Atau kau sudah melupakan sahabatmu ini?"     

"Haish... Bawel! Malam ini aku harus pulang tepat waktu di rumah, hari ini adalah hari..." Kenzo menjeda ucapannya dengan kedua tatapan mata berkaca-kaca.     

"Hari apa? Hem..." desak Maya merengek manja.     

"Esok adalah hari kematian ayah, May! Aku ingin berdiam diri saja di rumah saat ini, aku merass ayah menungguku di rumah saat ini."     

Seketika Maya pun memasang raut wajah sedih lantaran dia mengingat betul bagaimana dan apa yang sahabatnya itu rasakan saat ini.     

"Ken! Apa kau masih belum merelakan kepergian beliau selama ini?" tanya Maya lirih.     

"Aku sudah merelakannya, aku ikhlas. Akan tetapi, bagaimana mungkin aku bisa melupakan semua tentang ayah di hatiku sampai detik ini? Ada orang bilang, sosok ayah adalah cinta pertama bagi anak perempuannya, tapi aku laki-laki dan cinta pertamaku tetaplah ayah. Bukan wanita lain, atau siapapun itu," jawab Kenzo dengan wajah serius.     

Maya tertegun. Dia masih ingat dengan sangat kuat di dalam benaknya, ketika itu, dimana kesedihan dan duka uang mendalam melanda hati Kenzo, hanya Maya lah yang boleh mendekati Kenzo dan bisa mengajaknya bicara.     

Kenzo menangis tersedu-sedu di pangkuan Maya, meluapkan segala kesedihannya, segala dukanya, segala kepedihan di hatinya hanya pada Maya saja.     

"Hem, kalau begitu pulang lah, Ken! Hati-hati di jalan, kau bisa mengirim doa yang tulus untuk ayahmu. Jangan bersedih, kau harus bisa menyembuhkan luka di hatimu sendiri, dan hanya kau yang bisa memberikan penawarnya. Kau mengerti?" dengan suara lembut, Maya menasehatinya, membuat Kenzo merasa sedikit lega.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.