My Husband from My First Love

Daffin vs kakek



Daffin vs kakek

1Sinta merasa terkejut karena tamu itu adalah kakek Wijaya.     1

"Kakek!" Teriak Sinta dengan senyum mengembang di wajahnya.     

"Sinta! Akhirnya kakek bisa menemukan rumah kalian," ucap kakek Wijaya dan dia pun langsung memeluk Sinta, cucu perempuan kesayangannya.     

"Kakek, aku sangat merindukan kakek. Tapi aku minta maaf karena belum sempat menemui kakek lagi," ucap Sinta dengan nada bersalah.     

"Tidak apa-apa Sinta. Kakek mengerti jika Daffin lah yang melarang kamu untuk menemui kakek kan? Dasar cucu kurang ajar. Nanti kakek akan memberi pelajaran padanya!" Ucap kakek Wijaya sambil tertawa.     

Sinta melepaskan pelukannya dan ikut tertawa bersama kakek Wijaya.     

"Hehehe, itu bukan salah masa Daffin. Kakek jangan menyalahkan dia. Aku saja yang terlalu sibuk," ucap Sinta, dia berusaha membela Daffin agar kakek Wijaya tidak marah padanya.     

"Baiklah-baiklah. Kakek tidak akan memarahinya. Kamu jangan bersedih lagi. Oh ya, dimana Daff. Kenapa kakek tidak melihatnya? Apakah dia masih di kantornya?" Tanya kakek Wijaya sambil melihat ke seluruh arah.     

Sinta tersenyum dan meraih tangan kakek Wijaya. Sinta menggenggam erat tangan kakek Wijaya dan menuntunnya untuk ikut dengannya.     

"Kakek sudah makan malam belum? Aku dan mas Daffin sedang makan malam," ucap Sinta. Dia mengajak kakek Wijaya masuk ke dalam ruang makan.     

Disana kakek Wijaya melihat Daffin yang sedang makan dengan lahapnya.     

Kakek Wijaya memang menyukai masakan Sinta. Dia melihat ada banyak makanan terhidang diatas meja makan. Kakek Wijaya pun langsung menarik tangan Sinta dan datang menghampiri meja makan. Dia duduk disebelah Daffin dan tanpa basa basi lagi, kakek Wijaya mengambil piring kosong dan mulai mengisinya dengan makanan yang ada disana.     

Daffin yang sedang makan langsung merasa terkejut saat melihat pria tua yang tiba-tiba duduk disebelahnya dan tanpa permisi langsung mengambil jatah makan malamnya.     

"Hei … hei … hei kakek, apa maksud nya ini? Tolong jelaskan ini, ada apa?" Ucap Daffin yang masih melihat tingkah kakeknya yang seperti anak kecil. Mengumpulkan banyak makanan dan memasukkan semuanya ke dalam piring kosongnya.     

Sinta hanya bisa tertawa dan dia melanjutkan makanannya yang tadi sempat tertunda.     

Kakek Wijaya berpura-pura tidak mendengar apa yang Daffin katakan. Dia mulai menikmati semua isi dalam piringnya dengan lahap tanpa ada rasa peduli jika Daffin sudah menatapnya dengan tatapan kesal.     

Daffin menyeringai, dia sedang dikerjai oleh kakeknya. Jadi saatnya dia membalasnya.     

Daffin menarik piring kakeknya dan kakeknya langsung menoleh dan menarik ujung piring itu.     

"Daff! Apa yang kamu lakukan?!" Teriak kakek Wijaya.     

Daffin tertawa dan masih menarik piring kakek Wijaya.     

"Hahahhaha … inilah balasannya jika ada tamu yang tidak tahu diri!" Ucap Daffin, dia tertawa puas saat kakeknya kalah dan piring itu dia ambil dari tangannya.     

Kakek Wijaya menyeringai. Dia masih bisa meminta tolong kepada Sinta.     

"Daffin kan takut pada Sinta, kamu akan tahu karena sudah mengganggu kakek kamu Daffin," ucap kakek Wijaya didalam hatinya.     

Dia langsung memasang wajah sedih dan menatap kearah Sinta.     

"Sinta! Tolong kakek. Kakek merasa jika Daff sudah tidak menyayangi kakek lagi. Kakek hanya pria tua yang kesepian dan hanya bertemu dengan kalian saja kakek sudah merasa sangat senang tapi Daff. Dia sepertinya sudah tidak menyayangi kakek lagi!" Ucap kakek Wijaya dan wajahnya terlihat sangat sedih sekali.     

Daffin langsung mengumpat saat melihat kakeknya tersenyum evil ketika melirik kearahnya.     

"Sial kakek tua ini! Bisa-bisa nya dia ingin memojokkan aku ternyata!" Umpat Daffin dengan suara kecil. Dia pun mengembalikan piring itu. Tapi kakek Wijaya berpura-pura sedih kembali.     

Sinta menggenggam tangan kakek Wijaya dan merasa sangat prihatin dan sebaliknya dia menatap kearah Daffin dengan tatapan kesal.     

"Kakek, tolong maafkan mas Daffin ya, dia hanya ingin bercanda saja dengan kakek. Ayo kakek kita lanjutkan lagi makannya. Biarkan saja mas Daffin mau melakukan apapun. kita tidak perlu perdulikan dia lagi," ucap Sinta dengan nada marah.     

Daffin menaikkan alisnya. Kenapa jadi dia yang dimarahi. Daffin menatap kearah kakek Wijaya dan melotot kearahnya. Kakek Wijaya memalingkan wajahnya dan dia menahan tawanya. Dia kembali melihat kearah Sinta dan memasang wajah kakek yang butuh dikasihani.     

Sinta pun tersenyum dengan lembut dan membantu kakek Wijaya untuk makan.     

Daffin menonton antara kakek tua yang licik yang sedang menipu istrinya dengan kepolosan yang menurut Daffin sangat menyebalkan.     

"Sayang, kakek sudah dewasa. Untuk apa kamu membantunya makan. Lihat kakek, dia masih sangat sehat dan tangan-tangannya masih cukup kuat untuk makan sendiri," ucap Daffin sambil menatap kesal kearah kakeknya dan saat menatap Sinta. Dia langsung tersenyum dengan lembut     

"Kakek sudah tua dan aku sebagai cucu perempuannya memiliki kewajiban untuk membantunya, memangnya kamu. Cucu kandungnya kakek tapi kamu selalu kejam pada kakek. Aku tidak menyukai kamu jika kamu seperti itu sayang," ucap Sinta dengan nada marah.     

Daffin langsung merasa panik.     

"Sayang, kenapa kamu jadi marah padaku. Aku … aku tidak setega itu. Kakek saja yang curang. Uuhh … kakek cepat jelaskan. Aku tidak mau istri ku jadi salah faham," ucap Daffin. Dia mulai gelisah karena Sinta sepertinya mulai marah padanya.     

Kakek Wijaya tidak mendengarkannya dan sibuk mengunyah makanan yang Sinta suapi padanya.     

Daffin merasa semakin kesal kepada kakeknya karena kakeknya berhasil merebut perhatian Sinta yang seharusnya menjadi miliknya.     

Tidak lama kemudian, makanan itu pun habis. Kakek Wijaya selesai dengan makanannya.     

Daffin hanya cemberut dan menahan amarahnya. Dia ingin memarahi kakeknya saat ini juga tapi jika masih ada Sinta. Pasti Sinta akan salah faham dan menganggap jika dirinya lah yang salah.     

Daffin hanya bisa cemberut dan wajahnya terlihat kusut karena menahan amarah.     

Setelah selesai, Daffin merasa senang karena kakek Wijaya pasti akan pulang setelah makan malam.     

Namun, prediksinya ternyata salah.     

Kakek Wijaya tidaklah pulang tapi dia mengatakan jika dia ingin menginap.     

"Sinta, kakek di rumah merasa sangat kesepian. Bolehkah kakek menginap disini?" Pinta kakek Wijaya dengan matanya yang terlihat berkaca-kaca. Memohon agar dirinya diizinkan untuk menginap disana.     

Sinta menatap kearah Daffin yang terlihat sangat kesal dan Sinta juga tidak mau melihat Daffin terlihat kusut seperti itu. Bagaimana pun dia juga tidak mau menyakiti Daffin tapi dia juga tidak ingin menyakiti kakeknya.     

Sinta melihat kearah Daffin dan bertanya.     

"Sayang, bolehkan kakek menginap disini?"     

Daffin bangun dari tempat duduknya dan hanya mengangguk. Dia pun pergi meninggalkan mereka berdua dan menaiki tangga. Masuk kedalam kamarnya dan membanting pintu sangat keras.     

Kakek Wijaya menahan tawanya. Dia sudah lama tidak melihat Daffin merajuk dan hari ini dia bisa melihat cucu kesayangannya bisa seperti anak kecil lagi.     

Sinta melihat kearah kakek Wijaya dan berkata, "kakek. Mas Daffin sepertinya marah. Aku … aku, aku tidak bisa membiarkan mas Daffin marah. Bolehkah aku menyusulnya?" Tanya Sinta dengan nada canggung tapi matanya terus melihat kearah pintu kamar mereka.     

"Kejar dia Sinta. Kakek disini saja tidak apa-apa. Oh ya kamar tidur untuk kakek menginap dimana?" Tanya kakek Wijaya karena dia melihat di lantai bawah ada dua kamar kosong dan disebelahnya kamar Sinta ada dua pintu lainnya.     

Sinta meraih tangan kakek Wijaya dan mengantarnya ke pintu masuk.     

Sinta menunjukkan kamar untuk kakek Wijaya menginap malam ini.     

"Disini ya kakek, kalau membutuhkan apapun. Kakek bisa mencari aku." Ucap Sinta.     

"Baiklah, kakek mengerti Sinta. Lebih baik kamu temui Daffin sekarang," ucap kakek Wijaya sambil mengelus bahu Sinta.     

Sinta mengangguk dan dia pun pamit untuk pergi.     

"Baiklah kakek. Aku pergi dulu ya. Selamat malam," ucap Sinta. Dia tersenyum dan pergi meninggalkan kakek Wijaya.     

Kakek Wijaya tertawa sendiri melihat tingkah Daffin yang benar-benar sudah terjerat oleh pesona Sinta dan ternyata Daffin memang benar-benar mencintai Sinta.     

Kakek Wijaya pun menutup pintu kamarnya dan dari sudut bibirnya dia masih saja tertawa.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.