My Husband from My First Love

meyakinkan kakek



meyakinkan kakek

0Di dalam mobil.     
0

Sinta dan kakek Wijaya terus tertawa tiada henti.     

"Hahahaha … kakek, kenapa kakek senakal itu? Nyonya Vivian sudah sangat menderita harus menyapukan seluruh sampah di pasar itu. Kakek menyuruh orang untuk menumpahkannya lagi. Hihihihi … lihat wajahnya, dia menahan amarahnya dan juga ingin menangis. Aku baru melihat ekspresi wajah nyonya Vivian seperti itu. Wajah sombong dan angkuh yang biasa dia tunjukkan padaku. Kini tidak terlihat sama sekali," ucap Sinta. Dia dan kakek Wijaya terus menonton kejadian demi kejadian yang membuat mereka berdua tertawa.     

Drrrtt … drrrttt …     

Ponsel Sinta pun berbunyi.     

Dia menghentikan tawanya dan mengambil ponsel yang ada didalam tasnya.     

Sinta melihat ID pemanggilnya dan dia langsung tersenyum saat melihatnya.     

Kakek Wijaya melirik kearah ponsel Sinta dan melihat nama ID pemanggil itu bertuliskan 'sayangku'     

Kakek Wijaya mengerenyitkan dahinya dan berkata, "pasti yang menuliskan nama itu dirinya sendiri, benarkan?" Ucap kakek Wijaya.     

Sinta mengangguk dan dia tertawa sendiri.     

"Iya, memangnya siapa lagi kakek. Mas Daffin semakin hari semakin posesif. Aku hanya bisa mengikuti apa yang dia inginkan. Asalkan dia mencintai aku, sudah sangat cukup untukku, kek." Ucap Sinta, dia tersenyum bahagia. Dia merasa bahagia karena semua sikap Daffin padanya adalah alasan karena dia mencintainya.     

Berbeda dengan Sinta, kakek Wijaya memiliki pandangan lain tentang itu.     

"Memangnya kamu tidak merasa terkekang dengan sikap Daffin yang keterlaluan itu. Bahkan dengan kakeknya sendiri, dia masih saja merasa cemburu. Kakek terkadang merasa heran padanya. Dulu dia sangat dingin dan setiap ada wanita didekatnya dia merasa risih dan langsung mengusirnya. Pernah dia menendang pergi wanita itu hingga masuk ke dalam rumah sakit. Uuhhh … kakek sempat berpikir apakah Daffin sudah tidak normal dan kakek merasa takut jika Daffin memiliki kelainan. Tapi ternyata, sekarang sudah memiliki wanita yang cocok dengannya sikapnya lebih keterlaluan lagi. Dia benar-benar super aneh!" Ucap kakek Wijaya. Dia menepuk dahinya. Dia takut sikap keterlaluan Daffin itu membuat Sinta merasa tidak nyaman.     

Sinta tersenyum dan menggenggam tangan kakek Wijaya. Panggilan teleponnya segera berakhir karena Sinta belum sempat menerimanya.     

"Kakek, mas Daffin tidak aneh kok! Aku merasa nyaman dengan semua yang dia lakukan. Aku merasa sangat bahagia karena mas Daffin memberikan semua cintanya untukku. Dia posesif dan semua sikap cemburunya itu aku sangat menyukainya. Hehehehe … aku juga akan melakukan hal yang sama jika ada wanita yang mendekatinya apalagi mas Daffin adalah pria yang sempurna. Pasti banyak wanita yang menginginkannya dan aku jika dibandingkan dengan mereka semua, tidak ada artinya sama sekali. Jadi aku harus merasa sangat bersyukur karena bisa menjadi istrinya. Aku akan melakukan apapun yang dia inginkan. Asalkan dia tidak marah padaku dan juga tidak meninggalkan aku sama seperti Jeff," ucap Sinta. Dia menundukkan kepalanya. Dia kembali mengingat masa lalunya. Dimana dia mempercayai hatinya untuk Jeffery. Sinta sangat mencintainya dan percaya akan semua ucapannya tapi ternyata dia sudah mengkhianati cintanya.     

Kakek Wijaya merasa bersalah. Karena dia tahu jika Jeffery memperjuangkan cintanya untuk Sinta dibawah tekanan kedua orang tuanya.     

Tanpa terasa air mata kakek Wijaya mengalir dari sudut matanya. Dia merasa sangat bersalah karena dia tidak membantunya saat itu. Sinta dan dia harus berpisah lalu keduanya tersakiti satu sama lainnya.     

Sinta melihat wajah kakek Wijaya yang basah oleh air mata dan mencoba untuk menghapusnya.     

"Kakek kenapa? Apakah kakek sedang tidak enak badan. Atau mungkin karena aku tidak mengatakan hal yang salah?" Tanya Sinta, dia mengusap pipi kakek Wijaya dan menatapnya dengan tatapan Sedih.     

"Sinta, apakah kamu masih mencintai Jeffery?" Tanya kakek Wijaya secara tiba-tiba.     

Sinta menggelengkan kepalanya.     

"Tidak kakek, aku sudah tidak mencintainya. Dia hanya masalalu aku dan yang aku cintai adalah mas Daffin, dia suamiku dan aku hanya ingin bersamanya kakek. Kakek percayakan jika aku hanya mencintainya?!" Ucap Sinta, dia Menggenggam erat tangan kakek Wijaya dan meyakinkannya jika dia benar-benar tidak memiliki perasaan apa-apa lagi kepada Jeffery.     

Kakek Wijaya mengangguk pelan. Dia bukannya tidak percaya tapi dia merasa sangat bersalah saja kepada Sinta.     

Sinta tersenyum bahagia karena kakek Wijaya percaya padanya.     

"Terima kasih kakek. Aku berjanji akan menjadi cucu kakek yang paling baik dan menjadi istri mas Daffin yang baik untuknya," ucap Sinta dengan penuh keyakinan. Dia akan berusaha sebaik mungkin menjadi apa yang diinginkan kakek Wijaya dan juga Daffin.     

Kakek Wijaya langsung memeluk Sinta dengan erat.     

"Terima kasih Sinta. Terima kasih sudah mau menikah dengan Daffin dan mau mencintainya. Kakek menitipkannya padamu karena dia tidak memiliki orang yang dekat dengannya selain kamu. Dari kecil dia tidak pernah mendapatkan cinta dan kasih sayang dari siapapun, jadi kakek berharap kamu bisa memberikan itu semua. Kakek percaya jika kamu adalah istri yang baik untuknya," ucap kakek Wijaya. Air matanya kembali mengalir dari sudut matanya. Air mata kebahagiaan karena dia bisa melihat cucu satu-satunya bisa bahagia karena memiliki istri yang baik seperti Sinta.     

Drrrttt … Drrtt …     

Ponsel Sinta pun kembali berbunyi.     

Sinta langsung melepaskan pelukannya dan mengambil ponselnya.     

Daffin kembali menelpon.     

Sinta menghapus air matanya karena tanpa tidak terasa, dia menitikkan air matanya.     

Menekan tombol 'ok' .     

Sinta pun mulai berbicara.     

"Halo ,sayang!" Jawab Sinta. Dia tersenyum dengan manisnya.     

Mendengar suara Sinta yang begitu lembut ditelinganya membuat Daffin tersenyum sendiri.     

Dia duduk dan menyandarkan tubuhnya di punggung kursinya dengan santai, sambil melonggarkan sedikit ikatan dasinya.     

"Halo sayang, kamu sedang apa? Kenapa tadi kamu tidak menjawab panggilan aku?" Tanya Daffin.     

"Aku sedang bersama kakek. Kami baru saja selesai berbelanja dari pasar dan sekarang aku sedang berada didalam mobil, berjalan menuju arah pulang," jawab Sinta. Dia tersenyum sendiri. Dia seperti anak muda yang merasakan kembali rasa nya jatuh cinta.     

Hatinya dipenuhi dengan taman bunga berwarna pink dan detak jantungnya berdetak dengan cepat saat dirinya bisa mendengar suara Daffin. Padahal ini hanya panggilan telepon tapi untuk Sinta ini sangatlah berarti untuknya.     

Daffin masih saja terus tersenyum tiada henti. Rasanya dia ingin Cepat-cepat menyelesaikan pekerjaannya dan segera pulang ke rumah. Dia merasa sangat merindukan Sinta saat ini. Tapi mendengar nama kakeknya. Perasaan kesal muncul didalam hatinya. Dia merasa tidak rela jika kasih sayang Sinta harus dibagi dua antara dirinya dan juga kakeknya.     

"Sayang, Kakek tua itu tidak menyulitkan kamu kan?" Tanya Daffin.     

"Tidak sayang, tapi Kakek sudah membantu aku, nanti aku ceritakan kalau kamu sudah pulang ke rumah ya!" Ucap Sinta. Dia masih terus tersenyum sendiri dan kakek Wijaya diam-diam memperhatikan mimik wajah Sinta yang terlihat sangat bahagia saat dia berbicara dengan Daffin.     

"Baiklah, nanti setelah aku pulang. Kamu harus menceritakannya ya! Jangan menutupi apapun dari aku lagi. Apapun yang kamu inginkan atau apapun yang kamu tidak suka. Kamu harus mengatakannya padaku, mengerti!" Ucap Daffin.     

"Iya sayang, aku mengerti! Bukankah aku sudah berjanji akan mengatakan apapun sama kamu, hehehehe … sayang, memangnya kamu sedang tidak sibuk?" Tanya Sinta, dia melihat jam di ponselnya dan ini masih masuk dalam jam kerjanya.     

"Iya sebenarnya aku memang sedang sibuk. Tapi aku merindukan kamu sayang. Jadi aku ingin mendengarkan suara kamu dulu," ucap Daffin, dia tertawa dan melanjutkan ucapannya, "Sayang, apakah kamu merindukan aku juga?"     

"Tentu saja, aku selalu merindukan kamu sayang, hehehehe … uuppss! Aku keceplosan," ucap Sinta. Dia langsung tertawa dan wajahnya memerah karena malu.     

"Hahahha … sepertinya aku harus segera menyelesaikan pekerjaan aku dan segera pulang untuk menemui istriku yang sudah bersusah payah menahan rasa rindunya, karena ingin bertemu dengan aku," ucap Daffin, dia merasa bersemangat kembali dan ingin segera menyelesaikan pekerjaannya saat ini.     

"Hehehehe ... Aku menunggu kamu sayang, jangan lupa makan siang dan jaga kesehatan kamu. Baiklah, aku akhiri dulu ya, karena sudah sampai di rumah, selamat tinggal sayang," ucap Sinta. Dia membuka pintu mobilnya dan keluar bersama dengan kakek Wijaya.     

Sinta meraih tas belanjaannya tapi kakek Wijaya langsung mengambilnya terlebih dahulu.     

Akhirnya Sinta hanya bisa mengalah dan kembali bicara dengan Daffin.     

"Sayang, kamu masih disana?" Tanya Sinta.     

"Iya, aku masih disini. Baiklah sayang! Sampai bertemu nanti sore. Bye sayang," ucap Daffin. Dia pun memberikan ciuman perpisahan dan panggilan itu pun berakhir.     

Sinta pun memasukkan ponselnya ke dalam tas dan dia pun masuk ke dalam rumahnya mengikuti kakek Wijaya tepat dibelakangnya saat ini.     

Saat Daffin selesai dengan panggilannya. Daffin merasa terkejut karena ada orang yang tiba-tiba menerobos masuk dan dia menatap Daffin dengan tatapan marah.     

"Shitt! Kenapa kamu datang kemari!" Umpat Daffin saat melihat orang itu yang mulai berjalan dan mendekati nya saat ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.