THE BELOVED ONE

DEMAM TINGGI



DEMAM TINGGI

0Tiba sebuah hotel ternama di jakarta, Nicky baru bisa bernafas lega di kamarnya, dia ingin cepat-cepat melepaskan rasa penatnya dengan membaringkan tubuhnya di tempat tidur.     
0

Matanya setengah terpejam, Nicky mencoba mengosongkan pikirannya, agar bisa terpejam. Namun entah kenapa ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya. BAGAS... Nicky merasakan ada yang aneh pada diri Bagas. Sejak berangkat dari Bandung sikapnya sangat pendiam dan tidak menyuruhnya sama sekali, biasanya Bagas selalu saja menyuruhnya untuk mendorong kursi rodanya dan menyuruhnya ini itu yang membuat dirinya selalu kesal.     

Tapi hari ini Bagas hanya mengajak bicaranya jika perlu saja dan tidak memintanya untuk mendorongnya. Bahkan Nicky melihat dengan jelas di raut wajah Bagas nampak kelelahan dan ada garis hitam di kelopak bawah matanya.     

"Apakah mungkin semalaman Bagas tidak ada tidur karena menyelesaikan pekerjaannya." batin Nicky.     

Harusnya Nicky merasa senang karena Bagas tidak membuatnya kesal, tapi kenapa nicky malah merasa ada sesuatu yang hilang di saat Bagas mendiamkannya.     

"Kok aku jadi kepikiran Bagas ya." rutuk Nicky sambil menekan jidatnya. Nicky bangun dari tempat tidurnya dan mengambil segelas air putih di nakas. Meneguknya pelan-pelan seakan air putih bisa menghilangkan kecemasannya.     

Setelah meletakkan gelas di nakas, Nicky mengambil HP nya yang tergeletak di pinggir tempat tidur. Ada notif wa di sana, di gulirkan layar hp nya dan membaca sebuah pesan dari Bagas. Bagas menyuruhnya segera ke kamarnya untuk menyiapkan dokumentnya yang akan di bawanya untuk meeting. Bergegas Nicky masuk ke kamar mandi untuk membersihkan badannya yang sedikit lengket.     

Setelah selesai mandi, berganti pakaian dan merias wajahnya tipis, serta mengoles bibirnya dengan libalm, Nicky memandang wajahnya di cermin sejenak. " tidak norak " batinnya.     

Segera Nicky keluar menuju ke kamar Bagas yang letakknya di samping kamarnya. Dia mengetuk pelan pintunya, dan tak lama ada wajah Bagas yang sudah terlihat.     

Terlihat Bagas sudah rapi di kursi rodanya dengan kemejanya yang warna abu-abu ,dengan celana hitamnya, Nampak sekali semakin dingin terlihat. Dan kenapa dengan wajah Bagas, terlihat memerah dan ada hawa panas yang nicky rasakan keluar dari tubuh Bagas.     

"Apa dia sakit ya." batin Nicky.     

"Masuk!" jangan berdiri terus di depan pintu " Kata Bagas menyadarkan keterpakuan Nicky.     

"Dokumen-dokumennya ada di meja, tolong cepat di siapkan, biar cepat kelar meeting hari ini." lanjut Bagas, sambil memutar kursi rodanya menuju ke sofa di mana dokumen-dokumen itu berada di meja.     

Nicky mengikuti nya dan segera duduk di sofa yang dekat dengan Bagas berada. Segera Nicky memilah dokumen-dokumen di perlukan Bagas untuk meeting.     

Sesekali Nicky melirik ke arah Bagas, di lihatnya mata Bagas terpejam dengan kepalanya bersandar, wajah Bagas semakin terlihat memerah.     

Nicky kembali fokus ke pekerjaannya, setelah selesai di masukkannya dokumen yang sudah siap ke dalam tas Bagas.     

Nicky menggeser badannya mendekati tubuh Bagas, dan menempelkan tangannya di kening Bagas.     

"Panas sekali." itu yang di rasakan Nicky, "Bagas demam ternyata." batin nicky.     

Bagas yang hanya memejamkan mata jadi terkejut saat ada tangan yang dingin menyentuh keningnya.     

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Bagas spontan sambil membetulkan posisinya.     

"Badan kamu panas Gas, apa kamu sakit?" tanya Nicky lekat-lekat menatap Bagas dengan kecemasan yang tiba-tiba.     

"Tidak apa-apa, aku segera berangkat. Kamu tidak usah ikut, meetingnya di hotel ini juga." kata Bagas dengan suara berat.     

Nicky segera memberikan tas yang di perlukan Bagas.     

Dengan ragu Nicky menatap Bagas.     

"Apa sebaiknya aku ikut Gas, kamu nampak tidak sehat." Nicky jelas menampakkan kekuatirannya.     

Bagas menggelengkan kepalanya pelan.     

"Kamu tunggu di sini saja...sekalian ada dokumen yang semalam belum kelar, tolong kamu salin di laptop, itu untuk bahan meeting hari senin." ucap Bagas sambil berlalu keluar kamar.     

Nicky hanya mengangguk pelan, di tutupnya pintu. Setelah Bagas pergi, Nicky kembali duduk di kursi sofa dan membuka berkas dokumen serta laptop Bagas yang biasanya untuk menyimpan ringkasan dokumen.     

***     

Sudah hampir empat jam, Nicky berada di kamar Bagas. Tugas yang di berikan Bagas sudah selesai dua jam yang lalu.     

Nicky mulai cemas tidak biasanya Bagas meeting sampai hampir empat jam, di liriknya jam di dinging kamar sudah menunjukkan pukul tiga sore.     

Saat Nicky mau menyandarkan kepalanya di punggung sofa, bel pintu berbunyi, segera Nicky beranjak dan membukanya.     

Nicky terkejut, di lihatnya Bagas di kursi rodanya, dan berdiri seorang laki-laki yang tidak di kenalnya memegang gagang kursi roda Bagas.     

Nampak wajah Bagas terlihat pucat, badannya terlihat lemah sampai punggungnya tidak bisa tegak.     

Nicky masih terpaku, namun tersadar saat laki-laki yang membantu Bagas berdehem menyadarkan Nicky.     

"Maaf mbak... Pak Bagas sebaiknya saya bawa ke kamarnya, bisa pingsan kalau menunggu mbaknya." kata laki-laki itu menggoda Nicky yang masih shock.     

Nicky segera ikut membantu memegang pundak Bagas, menunjukkan ke tempat tidur Bagas.     

Berdua mereka membantu Bagas berdiri dan di rebahkannya badan Bagas di tempat tidur. Badan Bagas sangat panas sekali.     

Laki-laki yang sudah membawa Bagas, segera keluar kamar dan duduk di sofa. Laki-laki itu menceritakan semua kejadian pas saat meeting, sampai Bagas mau ambruk saat selesai presentasi.     

Laki-laki itu bernama Johan, patner kerja Bagas. Setelah bercerita panjang lebar, Johan pamit pulang.     

Nicky kembali ke kamar Bagas, di dekatinya Bagas yang terlihat lemah, matanya terpejam, bibirnya pucat.     

Sangatlah tidak cocok dengan pribadi Bagas yang terlihat kuat dan dingin.     

Nicky beranjak ke dapur, mengambil air dan mengisinya di baskom, ada handuk kecil juga yang tersedia di kamar mandi, di bawanya semua ke kamar Bagas.     

Nicky duduk di tepi ranjang, memastikan badan Bagas lebih dulu dengan memegang kening Bagas "Sangat panas".     

Nicky mengompres kening Bagas dengan pelan dan berulang-ulang. Nampak wajah Bagas terlihat gelisah, mengguman dengan tak jelas.     

Bekali-kali wajah Bagas bergerak ke kanan ke kiri, gumamannya semakin tak beraturan, nafasnya terlihat turun naik.     

Nicky jadi cemas dan sangat takut sekali. Di pegangnya tangan Bagas di remas pelan jemarinya, sambil mencoba menenangkan Bagas.     

"Gas...sadar Gas." ucap Nicky, tangan satunya memegang pipi Bagas.     

Bagas makin meracau dengan gumaman yang sesekali terdengar jelas.     

"Jangan pergi...jangan pergi." gumanan Bagas berulang-ulang.     

Nicky semakin kalut, di liatnya nafas Bagas makin tersengal-sengal di angkatnya punggung dan kepala Bagas, di peluknya Bagas erat dalam pelukannya.     

Sambil mengusap punggung Bagas.     

"Bagas...sadar Gas, jangan seperti ini...jangan membuatku takut." ucap Nicky berkali-kali. Pelukan Nicky semakin erat, mengusap berulang-ulang punggung Bagas.     

Sekian menit posisi mereka berdua berpelukan. Nampak Bagas sudah tidak meracau lagi, Nicky kembali merebahkan Bagas.     

Di kompresnya lagi kening Bagas berulang-ulang. Tak terasa waktu sudah malam. Nicky melirik jam tangannya, jam delapan malam. Nicky bingung, dia harus kembali ke kamarnya atau menemani Bagas yang sedang sakit.     

Nicky berpikir akan membuatkan bubur buat Bagas, karena dia yakin Bagas pasti belum ada makan.     

Sebelum beranjak dari duduknya, dan mau melepas genggaman tangannya, ternyata tangan Bagas megenggamnya erat, seakan tidak ingin di lepaskan. Di usapnya punggung tangan Bagas dengan tangan Nicky yang satunya. Berlahan sambil mengusap pelan Nicky melepaskan genggaman Bagas.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.