THE BELOVED ONE

RASA KESAL AYRAA



RASA KESAL AYRAA

0"Mas Danish!" panggil Ayraa menghampiri Danish yang terbaring dengan wajah pucat.     
0

"Ayraa, maafkan aku. Sungguh ini semua salahku. Seharusnya aku tidak mengajak Mas Danish ke Mall." ucap Dewa dengan perasaan sedih dan bersalah.     

"Tidak Dewa, keadaan Mas Danish memang sudah lemah. Capek sedikit bisa pingsan, aku lupa memberitahumu. Aku sudah memberitahu Mas Danish, tapi kadang Mas Danish keras kepala." ucap Ayraa sambil mengusap punggung tangan Danish.     

"Aku sebenarnya sudah beberapa kali tanya pada Mas Danish untuk beristirahat sebentar, tapi Mas Danish menolaknya." ucap Dewa menambahkan cerita apa yang di alaminya.     

"Ya begitulah Mas Danish, padahal baru saja Mas Danish berencana mau kerja setengahnya hari di kantor." ucap Ayraa berusaha untuk menenangkan hatinya agar tidak menangis di hadapan Dewa atau siapapun.     

"Em... Ayraa, apa sebaiknya Mas Danish kita bawa ke rumah sakit saja. Aku tadi sudah menawarkan Mas Danish untuk ke rumah sakit saja, sebelum pingsan. Tapi Mas Danish tidak mau juga." ucap Dewa menjadi serba salah.     

"Tidak apa-apa Dewa, biar nanti Aku yang membawa Mas Danish ke rumah sakit. Sebaiknya kamu kembali ke rumah sakit sekarang. Cayla sendirian bersama Chello." ucap Ayraa dengan tersenyum menenangkan hati Dewa.     

"Baiklah, tapi aku harus menjemput Ayah dan Ibu di Bandara. Mereka baru saja tiba." ucap Dewa sambil membalas pesan dari Raka mertuanya.     

"Apa orang tuaku juga datang?" tanya Ayraa ikut merasa senang orang tua Cayla bisa datang.     

"Tentu Ayah dan Ibu kamu juga datang." ucap Dewa kemudian bangun dari duduknya.     

"Aku berangkat dulu Ayraa, kabari aku kalau Mas Danish sudah sadar nanti." ucap Dewa kemudian keluar kamar meninggalkan Ayraa.     

Ayraa menghela nafas panjang, menatap wajah Danish yang masih pucat dan belum sadar juga.     

"Mas...Mas Danish." panggil Ayraa sambil mengusap wajah Danish dengan penuh perasaan.     

Airmata Ayraa sudah menetes di pipinya, melihat keadaan Danish yang tidak bisa terlalu capek sedikit saja.     

"Apa yang harus aku lakukan agar Mas Danish bisa sehat kembali, sedangkan Dokter Prasetyo sudah memberikan hasil diagnosanya terakhir kalau Mas Danish bertahan hanya beberapa bulan saja. Apa yang harus aku lakukan Mas?" ucap Ayraa dalam hati dengan suara tangis tertahan.     

"Mas Danish... sadarlah Mas." ucap Ayraa mengecup berulangkali punggung tangan Danish.     

Perlahan kedua mata Danish terbuka, di lihatnya Ayraa sedang menangis.     

"Ayraa, kenapa kamu menangis? jangan lagi menangis." ucap Danish dengan suara lemah.     

Ayraa mengangkat wajahnya menatap wajah Danish yang sudah sadar.     

"Mas Danish, kamu sudah sadar Mas? minumlah obatnya ya Mas." ucap Ayraa segera mengambil obat di atas meja.     

"Tidak Ayraa, bisakah aku tidak minum beberapa hari saja? aku ingin merasakan beberapa hari saja tanpa minum obat?" ucap Danish dengan tatapan memohon.     

"Mas...obat ini, bisa di katakan sebagai umur Mas Danish. Setiap kali Mas Danish tidak meminumnya umur Mas Danish akan berkurang. Dan Mas Danish tahu itu artinya kan?" ucap Ayraa ingin menjerit dan menangis sekeras mungkin untuk melepaskan semua rasa kesedihannya. Bagaimana hatinya tidak ingin menangis melihat suaminya sudah putus asa akan penyakitnya.     

"Ayraa, aku...ingin sehat. Tapi tubuhku sudah tidak mampu untuk melakukannya. Tubuhku Semakin tidak bisa aku kendalikan lagi. Aku akan segera mati Ayraa." ucap Danish dengan tatapan sayu.     

"Tidak Mas, Mas Danish jangan putus asa. Mas Danish harus yakin bisa bertahan hidup." ucap Ayraa menahan tangisnya.     

"Bagaimana aku bisa menangis di hadapanmu Mas? Aku merasa tidak akan bisa hidup tanpa ada kamu di sampingku." ucap Ayraa dalam hati sambil membantu Danish untuk meminum obatnya.     

Dengan wajah pucat Danish terpaksa minum obatnya yang semakin hari menghancurkan sebagian organ vitalnya.     

Setelah minum obatnya, Danish berusaha bangun dari tidurnya dan duduk bersandar.     

"Bagaimana Chello, apa kamu sudah menjemputnya Ayraa?" tanya Danish ingin tahu apa yang terjadi antara Ayraa dan Chello saat dalam perjalanan pulang.     

"Sudah Mas, Chello ada di rumah sakit sekarang. Dan Dewa sekarang sedang menjemput Ayah dan Bunda. Semuanya datang untuk melihat cucu mereka." jawab Ayraa berusaha tenang.     

"Kita harus ke rumah sakit sekarang. Aku tidak ingin Ayah dan Bunda melihatku seperti ini." ucap Danish seraya bangun dari tempatnya.     

"Tapi Mas Danish, kamu masih sakit Mas." ucap Ayraa semakin sedih dengan keras kepalanya Danish yang tidak ingin terlihat lemah di hadapan semua orang.     

"Aku sudah tidak apa-apa Ayraa, beritahu Bibi Ratih untuk membawa Danish. Kita juga akan membawanya ke sana." ucap Danish seraya mengambil jaketnya untuk menutupi tubuhnya yang terlihat sedikit kurus.     

Tanpa membalas ucapan Danish, Ayraa segera keluar untuk memberitahu Bibi Ratih agar mengajak Danish kecil pergi ke rumah sakit.     

Setelah semuanya sudah siap, Danish segera masuk ke dalam mobil untuk menyetir.     

"Mas, sebaiknya biar aku saja yang menyetir." ucap Ayraa masih menguatirkan keadaan Danish.     

Danish terdiam menatap Ayraa sejenak kemudian tersenyum.     

"Baiklah kalau istriku yang memintanya." ucap Danish kemudian keluar dari mobil dan bertukar tempat dengan Ayraa.     

Ayraa bernapas lega, karena Danish menuruti kata-katanya.     

Dengan tersenyum, Ayraa menjalankan mobilnya ke rumah sakit.     

"Mas." panggil Ayraa setelah ingat dengan Cahaya anak Chello dan Jessi.     

"Ya.. ada apa Ayraa?" sahut Danish menatap wajah Ayraa.     

"Apa Mas Danish tahu kalau Chello sudah menikah dengan Jessi tanpa memberitahu kita semua. Bahkan Ayah Rama dan Bunda Hana juga tidak tahu." ucap Ayraa sambil mencengkeram setir dengan kuat.     

Danish sedikit terkejut kemudian tenang kembali.     

"Apa Chello mengatakan sendiri kalau dia sudah menikah dengan Jessi?" tanya Danish tidak percaya karena Chello sudah berjanji padanya hanya akan menikahi Ayraa.     

"Tidak juga Mas, tapi pada kenyataannya Jessi menelepon Chello dan ternyata mereka sudah mempunyai anak perempuan yang berusia tiga belas bulan namanya Cahaya. Apa mungkin mereka menikah saat Chello mulai tinggal di Basis Utara." ucap Ayraa mengambil kesimpulan sendiri karena usia Cahaya lebih tua dari Danish.     

"Kenapa kamu tidak bertanya pada Chello tentang hal itu?" tanya Danish dengan tatapan penuh.     

"Chello tidak menjawab menggantungkan pertanyaanku. Tapi Chello berpesan untuk tidak memberitahu siapapun. Chello bilang kalau waktunya sudah tiba dia akan menceritakan semuanya." ucap Ayraa dengan tatapan kesal.     

"Apa kamu kesal, karena Chello tidak jujur padamu?" tanya Danish dengan tersenyum.     

"Harusnya Chello menceritakan semuanya padaku! bukannya aku sahabatnya?" ucap Ayraa dengan bibir cemberut.     

Danish tersenyum melihat kekesalan Ayraa.     

"Bukannya kamu sudah tidak menganggap Chello sebagai sahabat?" ucap Danish dengan senyum tertahan.     

"Mas Danish kenapa selalu membela Chello? aku tidak percaya suamiku sendiri malah membela orang yang sudah membohongi semua orang." ucap Ayraa dengan nada kesal.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.