THE BELOVED ONE

SALING MENCEMASKAN



SALING MENCEMASKAN

0"Ayraa, jangan membangunkan Danish dulu. Aku ingin menyuapi kamu, kita akan makan bersama. Kamu dalam keadaan hamil kamu harus makan banyak." ucap Danish sambil mengangkat piringnya mengajak Ayraa makan bersama.     
0

Ayraa menghentikan langkahnya, kemudian berbalik mendekati Danish dan duduk di samping Danish.     

"Sebaiknya aku yang menyuapi Mas Danish." ucap Ayraa sambil mengambil alih makanan yang ada di tangan Danish.     

"Tidak Ayraa, aku akan menyuapi kamu lebih dulu baru kamu akan menyuapi aku." ucap Danish mengambil alih kembali makanan yang ada di tangan Ayraa.     

Ayraa tersenyum, mengalah demi kebahagiaan Danish.     

Dengan sebuah senyuman Ayraa membuka mulutnya agar Danish bisa menyuapinya.     

"Aku tidak menyangka semakin hari istriku semakin pintar memasak dan masakannya sangat enak sekali." ucap Danish sambil menatap dalam wajah Ayraa.     

Wajah Ayraa memerah mendengar pujian dari Danish.     

"Mas Danish, ini semua karena kamu Mas. Dulu saat Bunda mengajariku aku sama sekali sulit sekali mengingatnya. Tapi sejak menjadi istri Mas Danish aku langsung bisa memasak dengan baik." ucap Ayraa dengan tatapan kagum.     

"Barusan aku memujimu sekarang kamu yang memujiku." ucap Danish dengan tersenyum.     

"Mas... aku sedang kenyang, sekarang biarkan aku yang menyuapimu." ucap Ayraa sambil mengambil alih makanan yang ada di tangan Danish.     

"Ayraa, aku juga sudah kenyang. Aku Ingin minum obat dan istirahat." ucap Danish merasa mual setiap kali mengunyah makanan.     

"Tidak Mas, Mas Danish harus makan dulu sebelum minum obat." ucap Ayraa sambil menyuapi Danish.     

Terpaksa Danish membuka mulut dan mengunyahnya walau perutnya sangat mual ingin muntah.     

"Ayraa, aku.. aku mau muntah." ucap Danish bergegas turun dari tempat tidur dan berlari ke kamar mandi.     

"Hueeekk... Hueeekk"     

Danish memuntahkan semua makanan yang ada di dalam perutnya.     

Ayraa segera berlari mendekati Danish dan menekan tengkuk leher Danish dengan pelan.     

"Hueeekk... Hueeekk"     

Kembali Danish memuntahkan semua makanan yang masih tersisa dalam perutnya.     

"Ayraa." panggil Danish dengan suara lemah berpegangan pada daun pintu.     

"Apa masih ingin muntah Mas?" tanya Ayraa masih menekan tengkuk leher Danish dengan berulang-ulang.     

"Aku masih mual Ayraa." sahut Danish dengan tubuh lemas bersandar di bahu Ayraa.     

"Sebaiknya Mas Danish berbaring saja dulu, kalau muntah lagi tidak apa-apa." ucap Ayraa menuntut Danish yang sudah lemas.     

Dengan hati-hati Ayraa membaringkan Danish di tempat tidur. Danish meringkuk dengan menahan rasa sakit di perutnya yang terasa perih.     

"Sebaiknya aku memanggil Dokter Prasetyo agar datang kemari." ucap Ayraa sambil meraih ponselnya.     

"Ayraa, jangan Ayraa. Kalau Dokter Pras datang aku pasti akan di bawa ke rumah sakit. Berikan saja aku obat yang harus aku minum sekarang." ucap Danish sambil menggenggam tangan Ayraa agar tidak menghubungi Dokter pribadinya.     

"Tapi Mas, Mas Danish muntah terus tiap kali makan. Pasti ada masalah dalam perut Mas Danish." ucap Ayraa dengan cemas.     

"Aku harus minum obat yang biasanya Ayraa." ucap Danish dengan tatapan memohon.     

"Baiklah Mas." ucap Ayraa kemudian mengambil obat dan segelas air putih dan di berikan pada Danish.     

Di bantu Ayraa, Danish meminum obatnya langsung habis.     

"Berbaringlah Mas, aku akan membuat bubur untukmu." ucap Ayraa merasa cemas karena perut Danish dalam keadaan kosong lagi.     

"Aku akan tidur saja Ayraa, kamu belum menyuapi Danish anak kita. Bangunkan Danish dan suapi dulu." ucap Danish tidak ingin Danish kecil kelaparan.     

"Baiklah Mas, tidurlah dulu. Aku akan menyuapi Danish dulu." ucap Ayraa dengan hati menangis mendekati Danish kecil untuk segera di suapi. Dan sangat kebetulan sekali Danish kecil sudah bangun dari tidurnya.     

"Danish... anakku, makan dulu ya sayang." ucap Ayraa dengan penuh kasih sayang mengangkat Danish kecil dan menggendongnya.     

Dengan penuh kelembutan dan penuh rasa sayang Ayraa menyuapi Danish dengan bubur.     

Melihat Ayraa yang begitu penuh perhatian dan sabar saat Danish bergerak terus membuat Danish terhibur dan melupakan rasa sakitnya.     

"Ayraa, bawalah Danish kemari. Biar aku yang menggendongnya dan kamu yang menyuapi." ucap Danish bangun dari tidurnya dan duduk bersandar.     

"Kenapa Mas Danish tidak istitahat saja Mas." ucap Ayraa mendekati Danish dan memberikan Danish kecil pada Danish.     

"Aku sudah tidak merasakan sakit lagi Ayraa, dan lagi aku tidak bisa tidur." sahut Danish sambil memangku Danish kecil dalam pangkuannya.     

"Mas Danish, kenapa tidak di gendong saja?" Tanya Ayraa saat tahu Danish kecil di baringkan dalam pangkuan Danish.     

"Tulang Danish sudah kuat, dia sudah banyak bergerak. kalau di gendong terus tulang punggungnya tidak akan bisa bergerak bebas." ucap Danish pernah mendengar dari kata Bunda Ayraa.     

"Darimana Mas Danish tahu hal itu?" Tanya Ayraa dengan tatapan kagum.     

"Dari Bunda, mungkin hal ini belum di beritahukan oleh Bunda padamu." sahut Danish dengan tersenyum sambil mengusap lembut wajah Danish kecil yang sedang tertawa senang.     

"Lihat Mas, Danish selalu saja tertawa kalau bersama Mas Danish. Kadang aku merasa iri melihatnya. Aku sebagai ibunya jarang sekali melihat Danish tertawa saat bersamaku. Tapi saat dengan Mas Danish selalu tertawa senang." ucap Ayraa dengan bibir cemberut.     

"Ayraa kenapa kamu bicara seperti itu? Danish sangat sayang padamu. Tiap Danish menangis selalu diam saat bersamamu. Benarkan?" ucap Danish dengan tersenyum.     

"Ya... tapi jarang tertawa saat bersamaku." ucap Ayraa masih dengan bibir cemberut.     

"Ayraa bagaimana Danish bisa tertawa, kalau kamu tidak mengajak Danish tertawa. Kamu selalu menggendong dan menjaga Danish tapi dengan mengerjakan pekerjaan lain. Seandainya kita punya pembantu kamu bisa punya banyak waktu untuk bercanda dengan Danish." ucap Danish menjelaskan sesuatu pada Ayraa.     

Ayraa terdiam, membenarkan apa yang di katakan Danish. Karena pada kenyataannya banyak sekali pekerjaan yang Ayraa kerjakan sendiri.     

"Lalu aku harus bagaimana Mas? apa kita mencari pembantu saja? aku juga kepikiran saat aku ke kampus tidak ada yang menjaga Mas Danish dan Danish anak kita." tanya Ayraa dengan perasaan cemas.     

"Carilah pembantu yang bisa mengurangi pekerjaan kamu Ayraa, agar kamu banyak waktu luang untuk anak kita." ucap Danish dengan tatapan penuh.     

"Ya Mas, aku akan minta tolong pada Dewa untuk mencarikan pembantu yang baik dan bisa kita percaya." ucap Ayraa merasa lega akan mendapatkan pembantu untuk bisa mengawasi dan menjaga Danish dan Danish kecil.     

"Aku sudah pernah mengatakan padamu untuk mencari pembantu, tapi kamu bersikeras untuk tetap mengerjakan semua sendiri. Dan sekarang aku sangat lega akhirnya kamu mau menerima pembantu untuk bisa membantumu. Aku tidak mau kamu terlalu capek Ayraa." ucap Danish dengan penuh perhatian.     

"Aku juga tidak ingin Mas Danish dan anak kita kenapa-kenapa, untuk itu aku mau menerima adanya pembantu." sahut Ayraa dengan tatapan penuh cinta.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.