THE BELOVED ONE

UNGKAPAN CINTA



UNGKAPAN CINTA

0"Hak?... apa yang kamu maksud dengan kamu memiliki hak untuk tahu alasanku?" tanya Cayla semakin gugup dengan detak jantungnya yang terlalu cepat.     
0

"Karena aku menginginkanmu untuk menjadi istriku. Tapi aku tidak tahu, apa kamu mau menerimanya jika aku melamarmu menjadi istriku." ucap Dewa dengan tatapan rumit.     

Cayla mengangkat wajahnya menatap Dewa tidak dengan tatapan tak percaya.     

"Appp...appaa yang kamu katakan Dewa? aku tidak percaya ini. Kamu hanya bercanda kan? kamu tidak serius kan Dewa?" tanya Cayla tidak percaya dengan apa yang di dengarnya.     

"Aku serius Cayla, aku mencintaimu, dan ingin menikahimu. Apa kamu mau menerimanya?" tanya Dewa lagi dengan tatapan serius.     

"Bagaimana aku bisa mengatakannya padamu, aku...aku bukan wanita yang tepat untukmu. Aku wanita yang tidak kamu harapkan Dewa. Aku...aku termasuk wanita yang tidak kamu sukai. Kamu pasti mengetahuinya bukan?" tanya Cayla ingin Dewa mengetahui dari awal gaya hidupnya sehari-hari.     

"Seperti katamu tadi, kamu ingin berubah dan belajar untuk hidup sederhana bukan?" tanya Dewa menatap penuh wajah Cayla.     

"Ya...tapi aku tidak bisa langsung berubah begitu cepat, aku membutuhkan seseorang yang bisa membimbingku untuk hidup seadanya dan tidak berlebihan." ucap Cayla semakin bingung dengan apa yang di katakannya.     

"Kalau aku yang membimbing kamu apa kamu mau?" tanya Dewa merasa berdebar-debar karena semua pertanyaannya belum di jawab oleh Cayla.     

Dengan wajah memerah Cayla menganggukkan kepalanya.     

"Katakan ya Cayla, semua pertanyaanku kamu gantung semua. Tidak ada satupun yang kamu jawab, apa kamu ingin membunuhku dengan rasa penasaranku?" ucap Dewa dengan tatapan gemas.     

Cayla tersenyum kemudian memberanikan diri menggenggam tangan Dewa.     

"Ya aku ingin kamu yang membimbingku, dan juga menerima lamaran kamu untuk menjadi istrimu." ucap Cayla menatap lembut wajah Dewa.     

"Kamu tidak akan menyesalkan menerima aku yang sudah menjadi duda?" tanya Dewa menatap lekat-lekat wajah Cayla.     

Cayla menggelengkan kepalanya dengan cepat.     

"Tidak Dewa, kenapa aku harus menyesal menerima laki-laki yang aku cintai?" ucap Cayla dengan bersungguh-sungguh.     

"Sekarang aku sudah lega, tidak kepikiran lagi." ucap Dewa dengan tersenyum.     

"Aku juga merasa lega tidak ada lagi yang dinding di antara kita. Aku merasa selama ini kamu terlalu cuek padaku, sama sekali tidak melihat penampilanku." ucap Cayla dengan perasaan malu.     

"Kamu terlalu cantik dan indah untuk di lihat oleh orang seperti aku Cayla. Semua laki-laki di gedung ini menatap kamu penuh pesona. Dan itu membuat aku merasa tidak ada tempat di hati kamu." ucap Dewa dengan jujur.     

"Jadi tidak ada usaha kamu untuk mendekati aku ya?" tanya Cayla sedikit kecewa.     

"Kenapa aku harus mendekati kamu kalau kita sudah bertemu tiap hari dalam satu ruangan. Aku sudah cukup bahagia bisa bicara denganmu walau hanya membahas tentang pekerjaan." ucap Dewa tersenyum penuh kebahagiaan.     

"Kamu mengesalkan juga ternyata ya? tidak seperti laki-laki lain yang mengejarku." ucap Cayla dengan tatapan gemas.     

"Apa kamu suka laki-laki yang suka mengejarmu Cayla?" tanya Dewa dengan tatapan sendu.     

"Jujur aku tidak suka mereka yang mengejarku Dew, aku lebih tertarik dengan laki-laki yang sepertimu." jawab Cayla dengan tersenyum.     

Dewa tersenyum bahagia mendengar ucapan Cayla.     

"Kita berdua sama-sama tertarik bukan Cay?" ucap Dewa merasakan kebahagiaan yang tidak bisa ia katakan dengan kata-kata.     

Cayla menganggukkan kepalanya.     

"Bukan hanya saling tertarik, tapi saling mencintai." ucap Cayla dengan tersenyum memberikan tambahan apa yang di ucapkan Dewa.     

Dewa membalas senyuman Cayla, namun tiba-tiba Dewa merasakan sakit yang hebat di kepalanya.     

"Aaakkhhh... Cayla, sakit sekali kepalaku. Bisakah kamu panggilkan Dokter?" ucap Dewa sambil memegang kepalanya dengan kedua tangannya.     

Dengan cepat Cayla menekan tombol emergency agar Dokter segera datang.     

"Sakit bagaimana Dewa?" tanya Cayla dengan panik dan cemas mendekat wajah Dewa yang kesakitan.     

"Akkhhh... sepertinya mau pecah Cayla." ucap Dewa dengan wajah yang penuh dengan keringat.     

Cayla semakin cemas, melihat hidung Dewa mengeluarkan darah. Untung saja Dokter segera datang dan memeriksa Dewa dengan cepat. Setelah memeriksa keadaan Dewa segera Dokter memberikan suntikan di infus punggung tangan Dewa.     

"Jangan panik, pasien tidak apa-apa hanya mengalami demam yang sangat tinggi dan hal ini jarang terjadi. Sebentar lagi juga akan turun demamnya. Sepertinya pasien tidak merasakannya kalau demamnya sangat tinggi hingga menyerang otaknya." ucap Dokter tersebut menjelaskan beberapa hal yang harus di lakukan Cayla jika Dewa demam tinggi lagi.     

Cayla beberapa kali menganggukkan kepalanya.     

"Terima kasih Dokter." ucap Cayla sebelum Dokter itu pergi dengan kedua perawatnya.     

Cayla menatap wajah Dewa yang sedikit pucat.     

"Apa masih terasa sakit Dew?" tanya Cayla seraya mengusap lembut wajah Dewa yang setengah terpejam.     

"Sedikit berkurang." jawab Dewa merasakan ada sesuatu membasahi dadanya.     

Dewa membuka matanya, melihat Cayla menangis tanpa ada suara tapi air matanya mengalir di kedua pipinya.     

"Kenapa kamu menangis Cayla?" tanya Dewa seraya mengusap air mata Cayla.     

"Aku takut kamu kenapa-kenapa Dew." jawab Cayla dengan perasaan cemas.     

"Jangan takut lagi. Bukannya Dokter sudah mengatakan kalau aku hanya demam." ucap Dewa dengan tersenyum.     

"Tapi hidung kamu, sampai mengeluarkan darah Dewa?" ucap Cayla menggenggam tangan Dewa dengan erat.     

"Ya...aku tahu, tapi sekarang aku sudah tidak apa-apa." ucap Dewa menenangkan hati Cayla.     

"Benar ya? kamu tidak apa-apa?" tanya Cayla dengan tatapan penuh.     

Dewa menganggukkan kepalanya dengan pelan.     

"Sekarang, aku tidak akan mengajak bicara kamu lagi. Kamu istirahat saja ya." ucap Cayla dengan seraya mengusap pelan pipi Dewa.     

"Tapi...aku ingin bicara dengan kamu Cayla. Masih banyak yang harus kita bicarakan. Terutama tentang pendapat orang tua kamu tentang aku yang duda dan bukan orang yang kaya. Apa mereka bisa menerimaku?" ucap Dewa masih belum tenang sebelum ada restu dari orang tua Cayla.     

"Ayah dan Bunda orangnya sederhana juga Dewa. Tidak pernah memandang harta pada orang lain." ucap Cayla memberikan pendapat tentang sifat kedua orang tuanya.     

"Aku tidak bisa tenang sebelum orang tua kamu memberi restu Cayla." ucap Dewa dengan tatapan sayu.     

"Baiklah, aku menghubungi Bunda sekarang ya." ucap Cayla dengan tersenyum.     

Dewa menganggukkan kepalanya.     

Sambil pandangannya menatap penuh wajah Dewa, Cayla menghubungi Bundanya.     

"Hallo Bunda, ini aku Cayla." sapa Cayla dengan tersenyum.     

"Cayla? bagaimana kabarmu sayang? kenapa baru kirim kabar?" tanya Hana dengan perasaan senang.     

"Ya Bunda, maaf kalau beberapa Minggu ini belum memberi kabar. Aku sibuk bekerja di perusahaan Kak Danish." jawab Cayla dengan jujur.     

"Syukurlah kalau kamu sudah mau belajar bekerja di perusahaan, tinggal kamu nanti meneruskan usaha Bunda." ucap Hana merasa bangga pada Cayla.     

"Ya Bunda. Oh, ya Bunda...aku mau bicara dengan Bunda tentang seseorang yang dekat denganku." ucap Cayla dengan pasti.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.