THE BELOVED ONE

KEBAHAGIAAN DEWA



KEBAHAGIAAN DEWA

0"Aku Ingin secepatnya sembuh dan membawa kamu kembali ke Bali Cay, kasihan Mas Danish kerja sendirian." ucap Dewa kepikiran tentang pekerjaannya yang belum selesai.     
0

"Kenapa kamu tidak memikirkan kesehatanmu dulu Dew?" ucap Cayla merasa Dewa selalu memikirkan orang lain di banding dirinya sendiri.     

"Aku sudah tidak apa-apa Cay." ucap Dewa dengan tersenyum meraih tangan Cayla dan mengusapnya.     

"Tidak... aku tidak akan mendengar apa-apa lagi. Kamu selalu bilang begitu, tapi pada kenyataannya kamu masih sakit." ucap Cayla dengan wajah serius dan kedua matanya berkaca-kaca.     

Dewa menatap wajah Cayla dengan perasaan bersalah.     

"Kamu jangan menangis Cay, maafkan aku telah membuat kamu sedih." ucap Dewa seraya mengusap air mata Cayla.     

"Aku tidak akan menangis lagi, asal kamu berjanji tidak akan menyembunyikan rasa sakitmu lagi." ucap Cayla dengan tatapan penuh harap.     

Dewa menghela nafas panjang kemudian menganggukkan kepalanya.     

"Baiklah, aku berjanji padamu tidak akan menyembunyikan lagi tentang sakitku." ucap Dewa dengan sungguh-sungguh.     

"Aku pegang janji kamu Dew, kalau kamu melanggarnya aku akan marah padamu." ucap Cayla dengan tatapan penuh.     

Dewa tersenyum menganggukkan kepalanya.     

"Em...kamu lapar tidak? ada bubur dari rumah sakit, kamu makan ya?" ucap Cayla seraya mengambil semangkuk bubur yang ada di atas meja.     

"Apa kamu mau menyuapiku lagi?" tanya Dewa dengan tatapan penuh rindu.     

"Aku akan menyuapimu selama kamu sakit Dew." ucap Cayla menyuapi Dewa dengan penuh perhatian.     

Hanya dengan sebuah senyuman Dewa mengunyah bubur yang di suapi Cayla. Melihat Dewa yang makan dengan lahap, Cayla merasa sangat senang.     

"Kalau kamu makan seperti ini aku yakin kamu pasti akan cepat sembuh." ucap Cayla dengan tersenyum.     

Tiba-tiba Dewa menatap wajah Cayla dengan tatapan tak berkedip.     

"Cay...baskom." ucap Dewa seperti menahan sesuatu dalam mulutnya. Wajah Dewa merah padam.     

"Ada apa Dew?" tanya Cayla dengan panik kemudian mengambil baskom plastik yang ada di bawah tempat tidur.     

"Ugghh...ugghh"     

Dewa menahan mulutnya dengan tangannya. Tanpa bisa menahannya lagi Dewa memuntahkan semua yang ada di mulutnya juga semua isi yang ada di dalam perutnya.     

"Hueeekk... hueeekk"     

Dewa muntah di tempat baskom yang sudah di siapkan Cayla.     

Setelah mengeluarkan semua isi yang ada di dalam perutnya, tubuh Dewa menjadi lemas dengan wajah sedikit pucat.     

"Dewa kamu kenapa? kamu kenapa Dewa?" tanya Cayla dengan cemas menangkup wajah Dewa yang pucat.     

"Perutku mual Cayla, sangat mual." jawab Dewa sambil memegang perutnya.     

Dengan cepat Cayla menghubungi Ayahnya.     

"Hallo... Ayah, Dewa Ayah...Dewa muntah-muntah barusan. Aku barusan menyuapi Dewa bubur dari rumah sakit. Tapi kemudian Dewa muntah dan mengeluarkan semuanya." ucap Cayla cemas.     

"Kamu berikan obat yang Ayah berikan Cayla. Dewa mual itu pengaruh dari setelah operasi. Tidak apa-apa, kamu jangan cemas." ucap Raka dengan tenang.     

"Oh... begitu Ayah. Baiklah Ayah, aku akan memberikan obat itu pada Dewa." ucap Cayla kembali tenang.     

Setelah bicara dengan Ayahnya. Segera Cayla mengambil obat yang dari Ayahnya dan segera di minumkan ke Dewa.     

Beberapa saat keadaan Dewa kembali tenang setelah minum obat dari Raka.     

"Bagaimana Dewa, apa perut kamu sudah lebih baik?" tanya Cayla dengan tatapan penuh.     

"Ya Cay, sudah lebih baik setelah minum obat dari Om Raka." jawab Dewa dengan suara pelan.     

"Jangan panggil Om, Dewa. Panggil saja Ayah. Bukannya kita nanti juga akan menikah? jadi orang tuaku berarti juga orang tua kamu." ucap Cayla dengan tersenyum.     

Wajah Dewa memerah, merasakan kebahagiaan yang luar biasa mendengar ucapan Cayla.     

"Apakah orang tuaku juga berarti orang tuamu Cayla?" tanya Dewa dengan serius.     

Cayla menganggukkan kepalanya.     

"Tentu, mereka juga akan menjadi orang tuaku juga. Yang harus aku hormati dan aku sayangi." ucap Cayla dengan tersenyum.     

Hati Dewa semakin tenang dengan apa yang dikatakan Cayla. Dewa sangat yakin kalau pilihannya tidak salah untuk mencintai Cayla sepenuh hati dan menyerahkan hidupnya untuk Cayla.     

"Aku akan berusaha untuk membahagiakan kamu Cayla. Aku akan bekerja lebih keras lagi agar kamu tidak merasa kekurangan saat hidup bersama aku nanti." ucap Dewa dengan bersungguh-sungguh.     

"Aku percaya padamu Dewa, kalau kamu adalah seorang laki-laki yang pekerja keras. Dan kamu tahu... Bunda juga sangat yakin, kalau kamu akan menjadi orang yang besar suatu saat nanti. Jadi kamu jangan putus asa, yang penting kita berdua harus berusaha agar bisa lebih baik lagi ke depan." ucap Cayla dengan tatapan penuh cinta.     

"Sekarang, apa rencana kita kedepan? apa aku akan segera melamarmu? atau kita saling mengenal lebih dulu. Apa yang kamu inginkan Cayla?" tanya Dewa menatap dalam-dalam wajah Cayla.     

"Aku ingin segera menikah denganmu, dan ingin punya anak darimu. Aku ingin menyerahkan hidupku padamu sebagai istri yang patuh padamu. Apa keinginanku itu terlalu besar Dewa?" ucap Cayla dengan hati berdebar-debar.     

"Keinginanmu sama besar dengan keinginanku Cayla, karena aku juga ingin menjadikan kamu istri secepatnya. Aku juga ingin mempunyai anak darimu yang pasti akan cantik seperti ibunya." ucap Dewa dengan tersenyum penuh kebahagiaan.     

Wajah Cayla memerah mendengar pujian dari dari kalau dirinya sangat cantik.     

"Kamu juga tampan. Seandainya kamu bukan laki-laki yang dingin, pasti banyak wanita yang mendekatimu. Tapi aku senang kamu mempunyai sifat yang dingin. Paling tidak, aku tidak mempunyai banyak saingan wanita yang pasti mengejar-ngejar kamu." ucap Cayla dengan tertawa kecil.     

Dewa tersenyum, mendengar ucapan Cayla seperti orang yang sedang cemburu.     

"Percayalah, aku bukan tipe laki-laki yang suka didekati para wanita. Bagiku, wanita hanya satu saja dalam hidupku." ucap Dewa dengan serius.     

"Sekarang katakan padaku. Apa kamu mencintaiku Cayla? mencintai apa adanya aku, seorang duda yang tidak kaya yang tidak mempunyai apa-apa. Selain mempunyai cinta yang lebih besar padamu, dan berusaha untuk membahagiakan kamu?" tanya Dewa dengan tatapan yang sangat dalam.     

"Iya...aku mencintaimu Dewa apa adanya kamu. Tanpa memandang status kamu sebagai duda atau orang tidak kaya. Di mataku, kamu adalah laki-laki yang sempurna yang pantas aku cintai dan aku sayangi." jawab Cayla dengan serius.     

"Aku sudah tidak sabar untuk menikahimu Cayla agar aku bisa tenang. Terkadang aku sangat cemburu saat melihat kamu di dekati banyak laki-laki yang lebih kaya dariku. Tapi aku tidak bisa menunjukkannya padamu." ucap Dewa dengan jujur.     

"Kita bisa menikah setelah kamu sembuh dan sehat. Kalau kamu memang merasa cemburu di saat aku dekat dengan laki-laki lain, setelah ini kamu bisa lebih tenang, karena aku akan menjauhi mereka agar hatimu tidak terluka." ucap Cayla dengan tersenyum sangat merasa bahagia karena Dewa sangat mencintainya.     

"Terima kasih Cayla, aku sangat bahagia saat ini." ucap Dewa seraya mengecup punggung tangan Cayla.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.