THE BELOVED ONE

KEMBALI PULANG KE RUMAH



KEMBALI PULANG KE RUMAH

"Hati-hati Kak Danish." ucap Ayraa saat membaringkan tubuh Danish di tempat tidur.     

"Ya Ayraa." ucap Danish yang sudah merasakan sedikit lemas saat tidur tidak kaku seperti awal sama sekali tidak bisa bergerak.     

"Sekarang, kita harus memikirkan bagaimana caranya aku bisa bekerja dan berhenti kuliah." ucap Ayraa setelah berpikir matang untuk berhenti kuliah.     

"Tidak Ayraa, kamu tidak boleh berhenti kuliah." ucap Danish dengan wajah panik.     

"Aku harus bisa mengambil keputusan Kak Danish. Ayah dan Bunda sudah pulang, lalu siapa yang akan menjaga Kak Danish di rumah kalau aku kuliah? kalau aku bekerja aku bisa kerja di rumah dan ada Dewa di kantor." ucap Ayraa terus terang sedikit sibuk sejak Ayah dan Bundanya kembali pulang.     

"Tidak Ayraa, jangan membuatku semakin sedih dengan kamu tidak kuliah gara-gara aku. Aku tidak setuju Ayraa." ucap Danish dengan tatapan sedih menatap Ayraa.     

"Tapi Kak, aku melakukannya demi Kak Danish. Aku tidak bisa meninggalkan Kak Danish sendirian di sini." ucap Ayraa dengan sungguh-sungguh.     

"Tidak Ayraa, aku tetap tidak setuju. Kamu harus tetap kuliah. Aku tidak ingin kuliah kamu putus di tengah jalan." ucap Danish dengan hati semakin sedih akan dirinya yang lemah dan tidak berdaya.     

Ayraa melihat kesedihan di wajah Danish. Dan itu membuat Ayraa tidak berpikir ulang untuk mencari jalan keluar bagaimana caranya dia harus lebih sering di rumah untuk sementara waktu sampai Danish sembuh entah sampai kapan.     

"Baiklah Kak Danish, aku akan tetap kuliah. Kak Danish jangan sedih lagi, kesehatan Kak Danish bisa memburuk lagi kalau Kak Danish sedih atau terlalu banyak berpikir." ucap Ayraa seraya mengusap wajah lembut Danish.     

Danish tersenyum tidak ingin Ayraa melihat kesedihannya lagi.     

"Jadi apa yang ingin kamu lakukan Ayraa? Cayla bukannya ingin bekerja? kenapa Cayla tidak kamu tempatkan kantor untuk membantu Dewa. Dan kamu tinggal bekerja di rumah untuk menandatangani berkas-berkas yang penting saja. Dan untuk kuliah kamu bisa mengambil malam jam enam sampai jam delapan. Jadi kamu bisa tenang kuliah di saat aku sudah minum obat dan tinggal mengantuknya saja." ucap Danish memberi saran dan pendapat pada Ayraa.     

Ayraa mengangkat wajahnya, sungguh kenapa dia tidak bisa berpikir seperti yang Danish pikirkan.     

"Kak Danish memang sangat pintar, sungguh beruntung aku mempunyai suami yang sudah tampan dan pintar." ucap Ayraa mengecup seluruh wajah Danish berulang-ulang.     

"Aku juga beruntung mempunyai istri yang sudah cantik dan selalu sayang padaku." ucap Danish dengan tersenyum.     

"Aku akan menghubungi Cayla sekarang." ucap Ayraa dengan semangat mengambil ponselnya untuk menghubungi Cayla.     

"Cayla! kamu ada di mana sekarang?" tanya Ayraa merasa sedih karena Cayla memutuskan untuk tinggal di apartemen agar tidak menggangu privacy Ayraa dan Danish.     

"Ada di apartemen, ada apa Ayraa?" jawab Cayla yang sedang tiduran di kamarnya.     

"Kata Kak Danish kamu ingin bekerja di kantor Kak Danish, apa itu benar?" tanya Ayraa dengan serius.     

"Ya... maunya aku begitu Ay, tapi semua tergantung pada Kak Danish." jawab Cayla dengan perasaan bersalah.     

"Ya sudah, besok pagi kamu langsung bisa bekerja dan kamu bisa menemui Dewa. Kamu akan membantu Dewa untuk sementara waktu." ucap Ayraa dengan semangat.     

"Apa benar Ayraa? apa Kak Danish sudah tahu tentang hal ini?" tanya Cayla merasa senang karena Cayla ingin menebus rasa bersalahnya dengan membantu bekerja di kantor Danish walau dia tidak punya pengalaman apa-apa.     

"Tentu saja tahu, kak Danish sendiri yang mengambil keputusan itu." ucap Ayraa tersenyum bahagia.     

"Wahhh... beritahu kak Danish, aku akan bekerja keras untuk perusahaan Kak Danish." ucap Cayla dengan hati gembira.     

"Ya sudah.. jangan lupa besok jam sembilan kamu sudah harus ada di kantor." ucap Ayraa ikut senang melihat Cayla senang.     

"Siap!! Buk Bos. Aku akan memberitahu Chello kabar gembira ini, agar hatinya tidak sedih lagi." ucap Cayla dengan tertawa senang.     

"Memang kenapa dengan Chello?" Tanya Ayraa hatinya sedikit terusik saat mendengar Chello sedang sedih.     

"Dokter senior Chello, Dokter Kim meninggal satu minggu yang lalu. Dan sampai sekarang Chello masih merasa sedih." ucap Cayla merasa kasihan pada Chello.     

"Dokter Kim meninggal? Ya Tuhan!! aku tidak menyangka kalau Dokter Kim sudah meninggal, meninggal karena apa?" tanya Ayraa ikut merasa sedih karena Dokter Kim sangat baik orangnya.     

"Ya begitulah Ay, orang baik kadang di sayang duluan sama Tuhan, Dokter Kim meninggal karena kena sasaran tembak." jawab Cayla dengan sedih.     

"Bilang pada Chello Cay, untuk selalu hati-hati di sana dan mengikhlaskan kepergian Dokter Kim." ucap Ayraa ikut merasakan kesedihan Chello.     

"Ya Ay, nanti aku sampaikan. Sudah dulu ya Ay... nanti aku sambung lagi." ucap Cayla kemudian menutup panggilannya.     

Ayraa menghela nafas panjang, tidak percaya begitu saja kalau Tuan Kim telah meninggal.     

"Siapa yang meninggal Ayraa? aku mendengar kamu bilang dokter Kim? apa Dokter Kim yang menelpon kamu teman Chello?" tanya Danish dengan serius.     

"Ya Kak, dokter Kim yang pernah meneleponku saat Chello terluka. Telah meninggal karena kena sasaran tembakan di garis depan." ucap Ayraa dengan sedih.     

"Ya... begitulah hidup Ayraa, ada kelahiran ada juga kematian. Dan mungkin juga dalam hitungan detik kita bisa saja meninggal." ucap Danish dengan tatapan penuh.     

"Ucapan Kak Danish membuatku takut akan kematian." ucap Ayraa merasa takut kehilangan.     

"Seandainya aku lebih dulu meninggal, aku tidak ingin kamu bersedih Ayraa." ucap Danish dengan tiba-tiba membuat Karin mengangkat wajahnya.     

"Kenapa Kak Danish bicara soal kematian lagi? aku tidak ingin membahasnya. Aku tidak ingin Kak Danish membicarakan hal itu lagi." Ucap Ayraa dengan wajah sedih.     

"Kenapa Ayraa, lambat laun semua orang pasti akan mati bukan?" ucap Danish dengan suara pelan.     

"Ya Kak...aku tahu, tapi aku berharap Kak Danish panjang umur dan sehat." ucap Ayraa dengan suara bergetar.     

"Bagaimana kalau Tuhan lebih sayang padaku Ayraa?" tanya Danish dengan tatapan sungguh-sungguh.     

Ayraa menggelengkan kepalanya.     

"Aku akan meminta pada Tuhan tak putus-putus agar memberikan umur panjang pada kak Danish." jawab Ayraa menahan tangisnya agar tidak tumpah.     

"Terima kasih Ayraa, semoga Tuhan mendengarkan doa kamu." ucap Danish dengan tatapan teduh.     

"Kak Danish jangan memikirkan hal kematian lagi, kak Danish pikirkan saja bayi kita yang sebesar lagi mau empat bulan dan kita akan tahu bayi kita laki-laki atau perempuan. Aku berharap laki-laki agar bisa memberi namanya Kak Danish pada bayi kita yang pertama." ucap Ayraa dengan sungguh-sungguh.     

"Aku selalu memikirkan bayi kita Ayraa, dan aku ingin di saat bayi pertama kita lahir aku masih ingin lagi punya anak darimu." ucap Danish dengan tersenyum.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.