THE BELOVED ONE

CEMBURU DAN CINTA



CEMBURU DAN CINTA

0"Maaf Mbak Tara, kita permisi dulu." ucap Ayraa seraya mendorong kursi roda Danish pindah ke tempat lain dengan hati kesal.     
0

"Kita mau kemana Ayraa?" tanya Danish dengan sabar setelah Ayraa membawanya menjauh dari taman.     

"Tidak tahu." jawab Ayraa dengan sedikit ketus sambil mengalihkan pandangannya ke tempat lain.     

"Ada apa denganmu Ayraa? bukannya kita sedang kencan kenapa jadi ngambek?" tanya Danish seraya memegang dagu Ayraa agar menatap ke arahnya.     

"Bagaimana kita bisa kencan dengan tenang, kalau ada gangguan di mana-mana." cicit Ayraa dengan bibir cemberut.     

"Gangguan? gangguan yang mana Ayraa?" tanya Danish seraya mengkerutkan keningnya seolah-olah tidak tahu.     

"Tidak tahu! memang kak Danish tidak merasa siapa yang barusan mengganggu kita?" tanya Ayraa dengan tatapan kesal.     

"Siapa? Tara?" tanya Danish lagi menggoda Ayraa.     

"Kak Danish kok masih tanya? siapa lagi kalau bukan dia." ucap Ayraa semakin kesal saat Danish menyebut nama Tara.     

"Apa kamu marah Ayraa?" tanya Danish dengan tatapan teduh.     

"Tidak! sebaiknya kita pulang saja, aku mengantuk mau tidur saja." ucap Ayraa seraya mendorong Danish tanpa bicara lagi.     

Sampai di dalam rumah, rasa kesal di hati Ayraa masih belum hilang, hingga lupa tidak membantu Danish untuk naik tangga.     

Ayraa menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur dengan perasaan kesal.     

"Bingung deh, Kenapa ada wanita yang sama sekali tidak punya rasa malu menggoda suami orang di depan istrinya. Apa aku memang seperti anak-anak hingga tidak tahu kalau aku istrinya Mas Danish!! aduhh! kenapa aku jadi ikut-ikutan manggil Mas Danish!" ucap Ayraa sambil menepuk jidatnya.     

"Kak Danish kemana?? Ya Tuhan! kenapa aku meninggalkannya di bawah! bukannya Kak Danish masih belum bisa menekan punggungnya untuk jalan sendiri!" teriak Ayraa kemudian turun dari tempat tidur untuk melihat Danish.     

"Kak Danish!!" panggil Ayraa seraya turun tangga mencari keberadaan Danish. Dan di lihatnya Danish masih duduk di kursinya dengan mata terpejam.     

"Ya Tuhan! apa yang aku lakukan? kenapa aku tega dengan Kak Danish hanya karena cemburu pada wanita yang tidak tahu malu itu." gumam Ayraa seraya mendekati Danish yang terlihat lelah juga.     

"Kak... Kak Danish." panggil Ayraa seraya mengusap lembut wajah Danish.     

Perlahan Danish membuka matanya, melihat Ayraa tepat di hadapannya.     

"Akhirnya kamu turun juga, apa kamu sudah tidak marah padaku?" tanya Danish dengan tatapan penuh.     

Ayraa menundukkan wajahnya, kemudian mengangkat wajahnya dan mengecup bibir Danish dengan lembut.     

"Maafkan aku Kak, seharusnya aku tidak marah pada Kak Danish hanya gara-gara wanita itu." ucap Ayraa dengan tatapan menyesal.     

"Apa kamu cemburu Ayraa?" tanya Danish dengan tersenyum lembut.     

Wajah Ayraa memerah mendengar pertanyaan Danish.     

"Benarkah kamu cemburu Ayraa?" tanya Danish lagi dengan tatapan syahdu.     

"Tidak Kak." jawab Ayraa dengan singkat.     

"Ya." sahut Danish dengan suara pelan.     

"Tidak...Kak Danish." ucap Ayraa menutupi rasa malunya.     

"Benarkah? kamu tidak cemburu? apa kamu tidak mencintaiku?" tanya Danish dengan wajah sedih.     

Melihat kesedihan di Danish, Ayraa menjadi merasa bersalah karena tidak mengakui rasa cemburunya padahal rasa cintanya begitu besar pada Danish.     

"Aku sangat mencintaimu Kak Danish, dan aku selalu cemburu kalau ada wanita yang dekat-dekat dan menyukai Kak Danish." ucap Ayraa menatap wajah Danish dalam-dalam agar Danish tahu rasa cemburunya begitu besar sama halnya dengan rasa cintanya.     

Danish membalas tatapan Ayraa lekat-lekat.     

"Benarkah itu Ayraa?" tanya Danish dengan hati di penuhi cinta.     

"Benar Kak, rasa cemburuku sama besarnya dengan rasa cintaku pada Kak Danish." ucap Ayraa dengan sungguh-sungguh.     

"Tapi kamu tidak marah padaku kan?" tanya Danish dengan tatapan serius.     

"Aku akan marah besar kalau Kak Danish tersenyum manis pada mereka." jawab Ayraa dengan tatapan melotot indah.     

"Apakah aku harus diam dan cemberut melihat mereka Ayraa?" tanya Danish dengan tersenyum.     

"Ya... bila perlu tutup mata Kak." ucap Ayraa membalas senyuman Danish.     

"Ya... akan aku ingat, aku akan menutup mata kalau ada wanita di hadapanku." ucap Danish tidak ingin membuat Ayraa merasa cemburu.     

"Benar ya kak?" ucap Ayraa dengan tatapan serius.     

"Benar sayang, tapi aku maukah kamu memanggilku seperti saat di taman tadi? saat di hadapan wanita itu?" pinta Danish dengan tatapan penuh harap.     

"Yang mana Kak?" tanya Ayraa pura-pura lupa, sebenarnya hati Ayraa sangat malu sekali.     

"Apakah kamu sudah lupa Ayraa? ya... sudah tidak apa-apa." ucap Danish dengan wajah kecewa menjalankan kursi rodanya ke arah tangga.     

"Mas Danish." panggil Ayraa dengan tiba-tiba.     

Danish menghentikan gerakannya kemudian membalikkan kursi rodanya menatap Ayraa dengan wajah yang terlihat memerah.     

"Katakan lagi Ayraa." pinta Danish dengan tatapan penuh cinta.     

"Mas Danish." panggil Ayraa lagi dengan suara hampir tercekat karena gugupnya.     

"Kemarilah Ayraa." panggil Danish dengan merentangkan kedua tangannya.     

Segera Ayraa menghampiri Danish dengan malu-malu.     

"Aku senang mendengarnya Ayraa, aku benar-benar telah merasakan menjadi suamimu seutuhnya." ucap Danish memeluk Ayraa dengan hati yang di penuhi kebahagiaan.     

"Ya Mas, maafkan aku... baru sekarang aku bisa memanggil dengan panggilan Mas Danish. Sungguh aku tidak tahu kalau Mas Danish menginginkan penggilan ini." ucap Ayraa membalas pelukan Danish dengan sangat erat.     

"Tidak apa-apa Ayraa, tenyata ada hikmahnya juga saat kamu ada cemburu. Kamu jadi memanggilku Mas." ucap Danish tak bisa berkata apa-apa lagi selain mengucap rasa syukur.     

Ayraa tersenyum malu, kemudian mengulurkan tangannya pada Danish.     

"Kita naik ke atas ya Mas." ucap Ayraa dengan penuh perhatian.     

Tanpa membantah ucapan Ayraa, Danish menyambut uluran tangan Ayraa kemudian berdiri perlahan menyesuaikan gerakan punggungnya yang bergerak pelan.     

Dalam pelukan Ayraa, Danish berjalan pelan menaiki anak tangga dari bawah sampai ke atas.     

"Aku ambil kursi rodanya dulunya ya Mas." ucap Ayraa, namun Danish menahannya.     

"Tidak usah Ayraa, bantu aku berjalan sampai ke tempat tidur." ucap Danish bertekad tidak tergantung dengan kursi rodanya.     

"Tapi...Mas Danish, punggung Mas Danish masih belum kuat." ucap Ayraa dengan tatapan cemas.     

"Sudah cukup kuat Ayraa, aku ingin segera bisa berjalan agar bisa mengantar kamu kemanapun kamu pergi." ucap Danish dengan tatapan penuh cinta.     

"Baiklah... kalau Mas Danish keras kepala." ucap Ayraa mengalah dengan keinginan Danish yang sangat besar.     

Dengan penuh perhatian, Ayraa kembali menuntun Danish berjalan pelan ke dalam kamar.     

"Benarkan Ayraa? aku sudah tidak apa-apa, aku sudah kuat kan?" ucap Danish seraya duduk pelan di pinggir tempat tidur kemudian berbaring perlahan.     

"Ya..aku percaya Mas Danish, pasti cepat sembuh. Tapi jangan terlalu memaksakan diri ya Mas?" ucap Ayraa seraya membetulkan bantal agar agak tinggi.     

"Selama ada kamu, aku baik-baik saja Ayraa." ucap Danish dengan tersenyum.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.