THE BELOVED ONE

KARIR ALINE BERAKHIR



KARIR ALINE BERAKHIR

0"Nick, aku harus berangkat kerja lagi." Ucap Bagas yang sudah bersiap untuk pergi ke kantor tapi terhalang sifat Nicky yang mulai manja.     
0

"Besok saja Gas, aku masih ingin bersamamu." ucap Nicky dengan tatapan memelas.     

"Aku akan pulang cepat sayang, aku harus menyelesaikan masalah yang harus aku selesaikan dengan cepat." ucap Bagas tidak bisa membiarkan pembuat onar lama-lama di perusahaannya.     

"Benar akan pulang cepat kan?" tanya Nicky tidak ingin jauh-jauh dari Bagas.     

"Ya Nick, tidak akan lama." ucap Bagas mengusap wajah Nicky dengan tatapan penuh cinta.     

"Baiklah, hati-hati kerja nanti jaga mata dan hati." ucap Nicky dengan sedikit bibir cemberut.     

Bagas tersenyum bahagia, merasa sangat di cintai Nicky.     

"Ya sayang, aku berangkat ya." ucap Bagas kemudian berjalan ke mobil dengan di papah Nicky.     

***     

Di kantor...     

Bagas berjalan dengan tatapan dingin. Sungguh tidak menyangka wanita cantik, ramah dan sopan ternyata tidak punya hati mulia.     

"CEKLEK"     

Bagas masuk ke dalam ruangannya dan duduk di kursinya tanpa banyak bicara. Di lihatnya Aline bekerja dengan sangat tenang tanpa merasa bersalah.     

"Aline, kemarilah." panggil Bagas dengan nada dingin.     

"Ya pak Bagas." sahut Aline bangun dari duduknya dan duduk di hadapan Bahas.     

"Coba, kamu hubungi Genta untuk ke sini sekarang." ucap Bagas berusaha menahan kesabarannya.     

"Siap Pak." ucap Aline sambil tangannya meraih pesawat telepon yang ada di meja Bagas.     

"Hallo...pak Genta, di minta Pak Aska untuk datang ke ruangannya." ucap Aline dengan tersenyum manis.     

"Siapa yang memperbaiki pesawat teleponnya Aline?" tanya Bagas masih berusaha tenang.     

"Tidak ada perbaikan Pak? kenapa Pak?" tanya Aline dengan kening berkerut.     

"Kenapa kamu bilang pesawat telepon dalam perbaikan saat istriku pinjam pesawat telepon?" tanya Bagas dengan tatapan tajam.     

Kening Aline semakin berkerut.     

"Maaf Pak, Istri Pak Bagas tidak meminjam pesawat telepon pada saya Pak, Beliau datang langsung pergi terburu-buru Pak." ucap Aline dengan wajah tak berdosa.     

"Jadi kamu mau bilang istri saya yang berbohong?" tanya Bagas mulai kesal.     

"Bukan begitu Pak, saya hanya bilang yang sebenarnya Pak." sahut Aline dengan sangat tenang.     

Bagas terdiam, berpikir apa Nicky lupa dengan apa yang telah baru terjadi karena amnesianya?     

"Kalau begitu kenapa kamu bilang pada Istriku kalau aku keluar makan siang?" tanya Bagas lagi ingin mendengar jawaban Aline.     

"Ya Tuhan Pak, bagaimana saya bisa bicara dengan ibu panjang lebar Pak kalau Ibu terlihat tergesa-gesa." ucap Aline dengan wajah sedih.     

"Saya tidak tahu harus bilang apa lagi Pak, saya tidak mungkin membantah apa yang mungkin Pak Bagas tuduhkan pada saya." ucap Aline dengan kedua matanya yang berkaca-kaca.     

"Ya sudah, kembalilah bekerja." ucap Bagas sedikit curiga dengan Aline yang begitu sempurna dengan sandiwaranya.     

"CEKLEK"     

Tampak Genta datang dengan wajah serius.     

"Ada apa Gas?" tanya Genta seraya duduk di hadapan Bagas.     

"Saat ini, aku masih belum menginginkan seorang sekretaris. Cukup kamu saja yang bisa mengurusi semua keperluanku. Kalau kamu ingin sekertaris yang membantumu kamu bisa minta bantuan Aline." ucap Bagas menatap penuh wajah Genta.     

Genta membalas tatapan Bagas dan cukup mengerti dengan apa yang terjadi.     

"Baiklah Gas, apa ada hal lain?" tanya Genta yang sangat kagum pada Bagas terlalu baik pada semua orang.     

"Tidak ada lagi." ucap Bagas melanjutkan kembali pekerjaannya.     

Sambil menghela nafas panjang, Genta menghampiri Aline.     

"Aline kamu bisa ikut denganku sekarang." ucap Genta yang sudah paham dengan maksud Bagas.     

Tanpa mengerti maksud dari Genta, Aline mengikuti Genta keluar dari ruangan.     

"Drrrrt...Drrrt...Drrrrt"     

Bagas meraih ponselnya saat tahu yang meneleponnya adalah Nicky istrinya yang sekarang lagi dalam keadaan sensitif entah karena apa.     

"Ya sayang..ada apa?" tanya Bagas dengan sebuah senyuman di bibirnya.     

"Kamu belum pulang juga? apa kamu masih di kantor?" tanya Nicky dengan suara pelan di sana.     

"Ya... masih ada sedikit pekerjaan lagi Nick, ada apa? apa kamu ingin sesuatu? biar aku belikan saat pulang kerja." ucap Bagas dengan penuh perhatian.     

"Aku tidak ingin apa-apa, aku menginginkan dirimu Gas. Cepatlah pulang." ucap Nicky dengan nada suara penuh rindu.     

Hati Bagas jadi ikut merasakan kerinduan itu.     

"Apa kamu merindukanku Nick?" tanya Bagas dengan suara bergetar.     

"Hem... sangat merindukanmu Gas." lembut suara Nicky menjawab pertanyaan Bagas.     

"Aku juga merindukanmu sayang, tunggu aku sebentar lagi pulang ya?" ucap Bagas sudah tidak sabar ingin segera pulang.     

"Ya Gas, aku menunggu dan tidak pakai lama." ucap Nicky sedikit malu-malu.     

"Ya... secepatnya, muachhhhhh." ucap Bagas dengan hati di liputi kebahagiaan menutup panggilan Nicky.     

"CEKLEK"     

"Permisi Pak Bagas." tiba-tiba Aline masuk ke ruangan tanpa mengetuk pintu.     

"Ya...ada apa?" tanya Bagas menegakkan punggungnya.     

"Saya tidak bisa terima ini Pak! apa salah saya hingga Pak Bagas memindahkan saya menjadi sekertaris Pak Genta?" tanya Aline dengan wajah serius.     

"Kamu tidak salah, hanya saja untuk saat ini aku masih belum menginginkan sekertaris pribadi. Cukup seperti dulu Genta yang mengurus semuanya." jawab Bagas dengan tenang.     

"Tapi saya sudah terlanjur nyaman bekerja di sini Pak? saya keberatan kalau di pindahkan di ruangan Pak Genta." ucap Aline dengan tatapan rumit.     

"Bekerja di manapun kalau yang memutuskan atasan, harusnya kamu tetap menjalaninya dengan baik dan penuh semangat. Kalau kamu keberatan kamu bisa bilang pada Pak Genta untuk mengundurkan diri, semua terserah pada keputusan kamu." ucap Bagas berusaha bersabar untuk tidak emosi.     

"Jadi Pak Bagas Ingin memecat saya?" tanya Aline dengan kedua matanya yang berkaca-kaca.     

"Aku tidak pernah bilang memecat kamu, bukannya begitu?" ucap Bagas sambil menekan pelipisnya.     

"Itu sama saja Pak, Pak Bagas tidak menginginkan saya." ucap Aline sambil mengusap air matanya.     

Bagas menatap Aline dengan pikiran semakin bingung tidak tahu dengan maksud Aline.     

"Maksud kamu apa?" tanya Bagas tak mengerti.     

"Saya.. menyukai Pak Bagas." ucap Aline menangis tersedu-sedu.     

Bagas mengambil nafas panjang, tidak tahukah harus bilang apa lagi.     

"Aline, aku sudah mempunyai istri... dan aku sangat mencintai istriku, jadi jangan teruskan perasaanmu itu." ucap Bagas tak bisa berbuat apa-apa selain memberikan penjelasan.     

"Izinkan saya bekerja dengan Pak Bagas, saya akan siap melayani apa yang Pak Bagas inginkan." ucap Aline menangis dan memohon.     

"Maaf Aline, sebaiknya kamu mengundurkan diri saja, semua ini demi kebaikanmu." ucap Bagas tidak ingin punya masalah dengan wanita lain.     

"Tolong Pak terima perasaanku, aku janji tidak akan menuntut apa-apa dan tidak akan cerita pada Ibu tentang kita nanti." ucap Aline seraya mendekati Bagas dan memeluk Bagas dengan sangat erat.     

"CEKLEK"     

"Bagas!!! apa yang kamu lakukan???"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.