THE BELOVED ONE

SAAT INGIN DI MANJA



SAAT INGIN DI MANJA

0"Ayraa, bisa minta tolong ambilkan mainan Danish di tempat tidurnya." ucap Danish saat bermain-main dengan Danish kecil di tempat tidurnya.     
0

Danish kecil sudah berusia satu tahun dan sudah berbicara dengan bahasa bayi namun masih belum jelas dengan bahasa yang sesungguhnya.     

Mendengar suaminya meminta tolong untuk mengambilkan mainan, segera Ayraa mengambil beberapa mainan dan diberikannya pada Danish.     

"Kenapa tidak mainan di teras depan saja Mas?" tanya Ayraa saat melihat Danish tidak beranjak dari tempat tidurnya.     

"Aku sedang tidak enak badan Ayraa, karena itu aku ingin bermain dengan Danish disini saja." ucap Danish sambil duduk bersandar menjaga Danish kecil yang sedang bermain dengan mainannya.     

Dengan perasaan cemas segera Ayraa meraba kening Danish. Hati Ayraa sedikit cemas karena dalam beberapa hari terakhir Danish semakin sering pingsan.     

"Aku panggilkan Dokter Prasetyo ya Mas?" ucap Ayraa semakin hari tidak bisa tenang melihat keadaan Danish. Apalagi sekarang kandungannya sudah masuk ke usia tujuh bulan membuat hati Ayraa semakin kuatir melahirkan tanpa adanya Danish.     

"Tidak Ayraa, aku tidak apa-apa hanya sedikit lelah saja." ucap Danish dengan tersenyum sambil mengusap kepala Danish.     

"Sebaiknya Mas Danish jangan lagi bekerja. Aku tidak ingin Mas Danish kecapekan." ucap Ayraa dengan putus asa, karena sudah beberapa kali mengingatkan akan kesehatan Danish. Tapi tetap saja Danish bekerja setengah hari karena merasa kasihan pada Dewa yang sudah sibuk dengan bayi kembarnya.     

Danish terdiam menghela nafas panjang.     

"Tapi Ayraa, perusahaan sangat membutuhkan aku dan Dewa. Kasihan Dewa juga kalau mengurusi semuanya. Bagaimana aku harus berpangku tangan melihat kesibukan Dewa." ucap Danish sambil menekan pelipisnya.     

"Sebaiknya Mas Danish mencari seseorang yang bisa Mas Danish percaya selain Dewa, biar orang itu membantu Dewa untuk kedepannya." ucap Ayraa dengan serius.     

"Siapa menurutmu orang yang bisa kita percaya untuk membantu Dewa mengelola perusahaan?" tanya Danish menatap penuh wajah Ayraa.     

"Kalau Bara bagaimana? Bara sudah berpengalaman mengelola perusahaan Ayahnya. Dan aku yakin Bara mampu membantu Dewa." ucap Ayraa dengan hati-hati karena Ayraa yakin pasti Danish tidak akan setuju.     

"Tidak Ayraa, Bara sudah punya perusahaan sendiri. Aku tidak mau ada campur tangan orang yang sudah punya perusahaan." sahut Danish menolakku secara halus dengan memberi alasan yang tepat.     

"Kalau begitu, siapa yang menurut Mas Danish tepat untuk membantu Dewa? Aku menurut saja apa kata Mas Danish, yang penting bagiku Mas Danish tidak perlu bekerja lagi dan beristirahat total di rumah." ucap Ayraa dengan tersenyum.     

"Aku sudah mendapatkan seseorang yang cukup mampu untuk bisa membantu Dewa. selain dia pintar dia juga pekerja keras, walau sebenarnya ini bukan profesinya. Tapi aku yakin, dengan kemampuan dan kepintarannya dia bisa menguasai semuanya." ucap Danish tersenyum penuh arti.     

"Siapa Mas? apa aku mengenalnya?" tanya Ayraa dengan penasaran.     

"Kamu sangat mengenalnya Ayraa, dan kamu sudah tahu kemampuannya. Dia Chello, aku akan memintanya untuk membantu Dewa mengelola perusahaan kita." ucap Danish dengan serius agar Ayraa percaya padanya kalau dia bersungguh-sungguh.     

"Apa Mas Chello? bukannya Chello masih bertugas di basis Utara? dan itu masih membutuhkan waktu satu tahun lagi?" ucap Ayraa dengan tenang tak percaya.     

"Aku lupa memberitahu kamu, kalau Chello sudah membuat pengajuan untuk mempercepat tugasnya di sana. Dan pengajuan itu telah disetujui oleh Rektornya. Akhir tahun Chello bisa pulang, tapi setelah ada pertemuan lagi Chello sudah bisa bebas tugas akhir bulan ini." ucap Danish dengan sebuah senyuman.     

"Aku tidak menyangka kalau Mas Danish sampai lupa memberitahu hal sepenting ini. Dan kenapa Ayah dan Bunda tidak memberitahuku? Cayla juga tidak bicara apa-apa padaku. Apakah mereka sudah tahu mengenai hal ini Mas?" tanya Ayraa dengan wajah serius.     

"Aku kira mereka semua sudah tahu, Dan mungkin mereka juga lupa memberitahumu Ayraa." ucap Danish seraya menelan salivanya menunggu kemarahan Ayraa.     

"Apa Mas, mereka semua sudah mengetahuinya dan mereka semua lupa memberitahuku?" ucap Ayraa dengan wajah penuh kekecewaan.     

"Aku tidak tahu pastinya Ayraa, kamu bisa bertanya pada mereka. Aku tidak tahu Chello sudah memberitahunya atau belum." ucap Danish melihat dengan jelas kekecewaan di wajah Ayraa.     

"Aku tidak bisa percaya ini. Chello benar-benar sudah tidak menganggapku sebagai sahabat." ucap Ayraa dengan nada kesal dan kecewa.     

"Mungkin Chello tidak memberitahu kamu ada alasannya." ucap Danish memancing emosi Ayraa.     

"Alasan apa?" tanya Ayraa sambil mengambil mainan yang di lempar Danish kecil.     

"Mungkin memberi kejutan padamu." ucap Danish menatap lekat-lekat wajah Ayraa.     

"Itu tidak mungkin Mas, Chello sudah mempunyai kehidupan sendiri dengan anak istrinya. Dan aku juga demikian sudah berumahtangga. Jadi sudah tidak pantas saling memberi kejutan." ucap Ayraa masih dengan nada kesal.     

"Sesama sahabat yang sudah seperti saudara kenapa tidak Ayraa, hanya memberi kejutan dalam batas yang wajar." ucap Danish memberikan pendapatnya.     

"Terserah kamu Mas, aku selalu kalah kalau sudah berdebat dengan Mas Danish." ucap Ayraa sambil mengangkat tubuh Danish kecil dan mendudukkannya dalam pangkuannya.     

Danish tersenyum mendengar ucapan Ayraa.     

"Apa kamu marah padaku Ayraa?" tanya Danish menatap lembut wajah Ayraa.     

Ayraa menghela nafas panjang, kemudian tersenyum sambil mengusap wajah Danish yang pucat.     

"Aku tidak marah Mas, tapi aku semakin gemas padamu." ucap Ayraa kemudian menjepit ujung hidung Danish yang mancung.     

"Kalau kamu gemas padaku, kenapa kamu tidak memelukku dan memanjakanku saja." ucap Danish dengan tatapan menggoda.     

"Bagaimana aku bisa memanjakanmu Mas, ada Danish bersama." ucap Ayraa dengan wajah memerah.     

"Berikan saja Danish pada Bibi Ratih sebentar." ucap Danish dengan tatapan memohon. Di saat dirinya merasa drop kembali hanya satu keinginannya bermanja pada Ayraa. Danish ingin di saat terakhirnya berakhir dalam pelukan Ayraa.     

"Sebentar ya Mas." ucap Ayraa menggendong Danish kecil dan membawanya keluar untuk di berikan pada Bibi Ratih.     

Setelah memberikan Danish pada Bibi Ratih, segera Ayraa kembali ke kamar untuk melayani Danish yang ingin di manja.     

Ayraa tersenyum saat masuk ke dalam kamar di lihatnya Danish sudah telanjang dada dan tubuhnya sudah tertutup selimut tebal.     

"Hem.. tenyata suamiku sudah tidak sabar ingin aku manjakan." ucap Ayraa menatap lembut wajah Danish seraya melepas pakaiannya.     

"Kemarilah Ayraa, aku ingin memelukku sebentar. Aku ingin tenang dalam pelukanmu." ucap Danish seraya merentangkan kedua tangannya agar Ayraa segera memeluknya.     

Dengan hati di penuhi cinta, Ayraa segera naik ke atas tempat tidur tanpa sehelai benang di tubuhnya.     

Kedua mata Danish berkaca-kaca melihat perut Ayraa yang sudah membesar. Tinggal dua bulan lagi Ayraa akan melahirkan.     

"Ya Tuhan, semoga aku di beri waktu yang cukup panjang agar aku bisa melihat bayiku lahir. Aku ingin melihat wajah bayi perempuanku." ucap Danish berdoa dalam hati.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.