Sukacita Hidup Ini

Bertemu dengan Guo Baokun Lagi



Bertemu dengan Guo Baokun Lagi

0

Mereka sedang berada di pekarangan belakang Pangeran Jing.

0

Sang Pangeran menyadari hubungan baik diantara kedua keluarga mereka, oleh karena itu ia mempersilahkan Fan Xian untuk menganggap kediamannya seperti rumah sendiri, kemudian ia pergi untuk menyambut tamu lainnya — sejumlah tokoh ternama telah datang hari ini.

Tapi Fan Xian tidak menyadari bahwa sesuatu akan terjadi dibalik suasana yang tampak tenang.

Dia berkeliling di antara tempat duduk yang tidak beraturan. Namun dia menemukan sebuah tempat duduk di sebuah daerah yang agak terpencil sesuai dengan keinginannya. Dia melihat ada anggur yang telah disajikan di atas meja kecil. Dia menuang secangkir anggur yang dia minum hingga habis, lalu dia mengerutkan bibirnya.

Tidak ada rakyat jelata yang terlihat. Semua obrolan dan perbincangan sepertinya melibatkan karya sastra klasik. Dia menghela napas lalu menatap langit. Dia diam-diam merasa bersyukur karena matahari tidak terlalu panas. Kalau tidak, dia tidak akan dapat melihat beberapa wanita cantik di perlombaan puisi yang menjengkelkan ini, yang ingin mendengarkan syair melankolis sambil berjemur dibawah sinar matahari.

Para sarjana sepertinya duduk sesuka hati mereka, namun secara berkelompok duduk melingkari sebuah meja kecil di atas rumput, jadi tidak banyak yang menghadap ke arah pinggiran. Beberapa bangsawan muda di sekitar tepi taman memandang wajah Fan Xian ; mereka juga telah disambut secara pribadi oleh sang Pangeran, jadi mereka menyapa Fan Xian karena penasaran. Fan Xian sudah siap semisal mereka bertanya tentang latar belakangnya.

Tidak ada yang tahu dari keluarga mana asal pemuda tampan ini — yang tersenyum tulus, tertawa, dan dengan percaya diri mengobrol dengan tamu-tamu lain. Mereka mengobrol sebentar, namun Fan Xian merasa mereka membosankan, sehingga dia mengundurkan diri dari berbasa-basi dengan mereka, dan menunggu dengan tenang hingga lomba itu dimulai.

Hari ini tidak seperti beberapa hari terakhir; sinar matahari tidak terik, pohon-pohon dedalu bergoyang pelan, dan angin musim semi sesekali bertiup. Angin sore di musim semi tidak terasa dingin atau kencang, namun lembut ibarat tangan yang tak terlihat yang sedang membelai mereka. Sore itu terasa nyaman, dan sinar matahari yang hangat dapat membuat orang ingin tidur. Fan Xian tidak ingin terlihat tidak sopan; dia terus tersenyum, memaksakan matanya untuk tetap terbuka, mendengarkan lantunan puisi, dan melihat anggur yang disajikan pada tamu-tamu. Namun angin musim semi yang lembut Serta sinar matahari yang hangat membuatnya semakin sulit untuk berpura-pura tertarik pada puisi, dan dia pun perlahan tertidur.

Dia mendengar beberapa baris puisi: "Di jalan menuju Leizhou dalam mimpiku, aku bertemu dengan adegan berikut. Aku bukan pertapa yang meminta uang, aku menertawakan diriku sendiri ..."; "araknya kuat, orang tua itu mabuk, pada cawannya terukir pola ..."; "Orang-orang Dongyi kesana-kemari, tetapi satu orang yang cakap tetap di tinggal ..."

Fan Xian mencubit dirinya sendiri agar dia tetap tersadar. Meskipun dia tidak suka membaca puisi, di acara seperti ini, dia tidak bisa bertindak seperti pemuda labil berusia 16 tahun di kehidupannya yang lalu. Jadi dia tersenyum, seakan-akan terpana dengan pemandangan di depannya.

Saat dia sedang menonton, dia melihat seseorang yang tampaknya tidak begitu asing. Sekelompok orang sedang duduk di tempat yang paling nyaman di tepi danau — Guo Baokun dan He Zongwei, yang pernah dia jumpai beberapa hari sebelumnya. Fan Xian mengerutkan keningnya. Pangeran Jing jelas mengetahui perkelahian yang terjadi antara keluarga Fan dan Guo; mengapa ia mengundang keduanya pada acara ini?

Sepertinya mereka sadar Fan Xian sedang menatap mereka. Guo Baokun mengalihkan pandangannya dari para wanita cantik yang berada di seberang danau. Begitu ia melihat Fan Xian, raut wajahnya berubah, dan ia tidak mampu mempertahankan sikap anggun dan terpelajarnya. Tanpa pikir panjang, ia melemparkan kipas lipat mewah yang ia pegang ke atas meja.

Di dekatnya, seorang sarjana dari College of Supreme Learning sedang memberikan ceramah tentang sastra klasik, sehingga tidak banyak orang melihat reaksi Guo Baokun.

Teman-teman Guo Baokun mengikuti tatapannya, dan mereka pun melihat Fan Xian yang tersembunyi di pojokan. Mereka semua menjadi marah. Ada begitu banyak sarjana terkemuka di sini yang telah datang tanpa membawa pengawal; jika bocah dari keluarga Fan itu memulai perkelahian lagi, siapa yang dapat menghentikannya?

Tapi Fan Xian membalas tatapan mereka dengan tersenyum dan mengangguk seolah dia sedang menyapa teman.

Mereka satu meja bergumam, dan senyum suram terlihat di wajah mereka. Wajah Guo Baokun yang sepertinya selalu cemberut bahkan hampir terlihat senang. Hanya He Zongwei yang sepertinya tidak tersenyum.

—————————————————————————

Mereka tidak tahu apa yang sedang dilakukan para gadis di balik tirai sutra putih itu. Tetapi tampak seorang wanita bolak-balik membawa salinan puisi yang telah ditulis para wanita lainnya, lalu membacanya dengan suara yang keras agar para sarjana dapat menilai karya-karya tersebut.

Sang Pangeran tertawa. "Meskipun wanita bukan tandingan pria," ucapnya keras-keras, "sastra tidak sama dengan brutalnya pertarungan fisik. Jangan khawatir, tuan-tuan, tidak mungkin kalian bisa kalah dari wanita-wanita lemah itu."

Orang-orang setuju, dan lanjut tertawa dan saling mengobrol. Seseorang mengajukan ide: tulis puisi mengenai suatu topik, dan tiga puisi yang terbaik akan dibawa ke seberang danau.

Seorang sarjana dari meja Guo Baokun mengalihkan pandangannya dan mengepalkan kedua tangannya sebagai tanda hormat. "Aku hanyalah seorang penyair yang tidak berbakat, tetapi bolehkah aku menyarankan air di danau ini sebagai topik?"

"Ide yang sangat bagus. Riak air biru kehijauan hari ini mengapung seperti emas ..." seseorang mulai menulis.

"Cocok sekali. Saat aku melihat pemandangan danau dan gunung yang indah ..." orang lain membacakan puisinya.

Guo Baokun menatap ke arah Fan Xian. "Aku tidak sadar kalau Tuan Muda Fan akan hadir hari ini," katanya dengan suara lantang. "Kenapa kita tidak mempersilakannya untuk memulai?"

Fan Xian datang atas perintah ayahnya. Dia hanya disuruh untuk menampilkan diri di depan orang-orang ibukota, tidak lebih dari itu. Ketika dia mendengar bahwa mereka menginginkannya untuk menulis puisi, dia tersenyum. "Aku benar-benar tidak sehebat itu," ucapnya sambil menggelengkan kepalanya. "Tolong, jangan malu-malu untuk mempersilakan yang lain untuk memulai."

Melihat Fan Xian menolak, Guo Baokun semakin percaya bahwa Fan Xian hanyalah orang tampan yang tidak berotak. Dia tertawa dingin. "Waktu itu di Yi Shijiu kamu mengoceh, dan mengatakan betapa kamu tidak peduli akan para sarjana, tapi sekarang kamu sangat pelit memberikan nasehat. Kamu benar-benar sombong."

Mendengar hal ini, para tamu yang hadir akhirnya menyadari bahwa kedua pemuda itu memiliki sejarah permusuhan satu sama lain; puisi itu hanya alasan untuk memulai perkelahian. Sebagian besar orang yang telah di undang ke puri itu adalah tamu Pangeran Jing. Meskipun mereka tidak tahu siapa Fan Xian, mereka dapat melihat bahwa dia tampak ramah dengan pangeran. Jadi, beberapa dari mereka mulai bertanya-tanya apakah dia adalah putra dari Klan Fan, tetapi tidak ada yang menduga bahwa dia adalah putra dari Count Sinan.

Saat menyaksikan orang-orang di sekitarnya mulai berbincang, Guo Baokun menyesap teh dan tertawa sinis. "Saudara Fan ini baru saja tiba di ibukota beberapa hari yang lalu. Aku pikir kita semua harus mendengar apa yang akan ingin dia katakan."

Orang-orang di perlombaan puisi itu tidak bodoh; mereka langsung menyadari identitas Fan Xian yang sebenarnya. Ketika mereka memandangnya, mereka merasakan sedikit rasa iba, sedikit rasa jijik, dan sejumlah perasaan rumit lainnya.

Wajah Fan Xian tidak berubah dari senyum tipis yang dia perlihatkan sebelumnya, tetapi dia terus menolak untuk menulis puisi. Saat Pangeran Jing melihat senyumannya, dirinya merasa semakin kesulitan untuk mengukur jati diri pemuda ini. Suatu tatapan yang aneh terlintas di matanya, lalu ia berbicara untuk menengahi. "Puisi hanya bisa ditulis dengan sukarela, dan Saudara Fan jelas tidak ingin menulis hari ini. Tuan-tuan, kalian lah yang harus menulis sendiri."

Fan Xian bersandar malas di meja miring kecil sambil melihat orang-orang berseliweran dan mendengarkan prosa mereka yang sebenarnya biasa saja. Itu semua terasa lumayan membosankan. Di mata pengamat, dia terlihat agak kurang ajar. Seseorang tiba-tiba mencibir. "Nona muda dari keluarga Fan terkenal di ibukota karena puisinya. Lumayan mengejutkan bahwa tuan muda Fan begitu diam."

Guo Baokun berbicara pelan. "Mau bagaimana lagi, dia tidak dibesarkan di ibu kota," ia tertawa, "tentu saja dia berbeda dari yang lain." Meskipun dia telah berbicara dengan pelan, dia memastikan suaranya bisa didengar oleh orang di sekitarnya. Meskipun Kerajaan Qing telah berkembang secara budaya, status anak-anak haram masih dianggap rendah. Status Fan Xian adalah pokok bahasan yang sensitif. Ketika orang-orang mendengar kata-katanya yang telah dipilih dengan cermat, tiba-tiba muncul suasana yang aneh.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.