Sukacita Hidup Ini

Bab 45



Bab 45

0Fan Xian tidak pernah menduga bahwa neneknya akan mengirim Sisi dari Danzhou ke ibukota. Dia merasa senang ketika melihat wanita muda yang pernah bertahun-tahun bersama dengannya. Tapi dia juga sedih dan tidak tahu harus berbuat apa. Jelas bahwa neneknya ingin agat dia membawa Sisi ke rumah mereka. Dan saat Fan Xian melihat Sisi, dia tahu bahwa wanita muda ini tidak akan memilih jalan lain.     
0

"Masuk dan beristirahatlah." Fan Xian berusaha sebaik mungkin untuk terlihat lembut.     

Tapi Sisi masih merasa bahwa Tuan Muda di depannya itu telah berubah menjadi orang asing. Bagaimanapun juga, Fan Xian telah melalui banyak cobaan dan pergumulan di ibukota; selain temperamennya yang stabil, ada sesuatu hal yang lain pada sikapnya yang Sisi tidak mengerti.     

Saat melihat wajah Sisi yang agak gelisah, Fan Xian tertawa. "Gadis ini, apa yang dia pikirkan? Setelah kita mengisi perut kita, aku akan menemanimu jalan-jalan keliling ibukota."     

"Aku datang untuk melayanimu, tuan," kata Sisi, dengan wajah yang murung. "Bukan untuk dilayani oleh anda, Tuan."     

Kejujuran seperti itu – dia ini benar-benar wanita yang dibesarkan bersama Fan Xian. Kata-kata dan tindakannya langsung, tidak bertele-tele, tidak seperti gadis-gadis pelayan di kediaman Fan di ibukota, yang tidak berani menunjukkan sedikit pun emosi mereka di hadapan Tuannya, apalagi menampik ide Tuannya.     

Fan Xian berjalan maju dan dengan lembut menepuk pipi Sisi yang sedikit kurus, sambil tersenyum. "Baiklah, aku akan membiarkanmu melayaniku. Bahkan waktu kamu hanya membuat salinan buku dan menggosok batu tinta, kamu sebaiknya mandi terlebih dahulu. Jika tidak, keringatmu hanya akan menyebarkan bau cuka di udara saat membaca buku di malam hari dengan dupa yang menyala. "     

Kerajaan Qing tidak memiliki kisah tentang istri dari Fang Xuanling yang meminum cuka untuk menunjukkan keteguhannya, sehingga tidak ada yang beranggapan bahwa ucapan Fan Xian ini cerdas. Fan Xian merasa kecewa karena tidak ada yang mengerti maksud perkataannya. [1][1]     

Sisi, dengan sedikit malu-malu, memberi hormat sekali lagi, kemudian dia diantar masuk oleh seorang gadis pelayan untuk mandi. Gadis-gadis pelayan dengan cepat menyadari bahwa gadis pelayan yang berasal dari Danzhou ini berbeda dengan mereka, sehingga mereka memperlakukannya dengan sopan.     

"Siapa wanita bernama Sisi itu?"     

Tidak seperti apa yang diharapan Fan Xian, Lin Wan'er tidak terlihat cemburu, justru ekspresi wajahnya dipenuhi dengan rasa penasaran. Dia tersenyum. "Dulu, aku pernah dengar darimu bahwa ada seorang gadis pelayan di Danzhou yang lebih rajin daripada Si Qi. Akhirnya aku hari ini dapat bertemu dengannya."     

Bagaimanapun juga, Kerajaan Qing adalah bagian dari dunia yang menganggap kedudukan pria lebih tinggi daripada wanita. Meskipun Lin Wan'er adalah seorang Putri, dia sepertinya tidak memiliki banyak kecemburuan atau kepekaan. Lagi pula, bahkan jika Fan Xian memutuskan untuk mengambil selir, apa yang akan dicemburukan seorang Putri terkemuka seperti Wan'er? Fan Xian tertawa. Untung kedatangan Sisi ini sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan dia. Kalau tidak, dia bisa-bisa membuat marah harimau kecilnya. Apakah dia mau lengannya dikoyak?     

"Pernikahan adalah makam cinta," kata Fan Xian dengan santai. "Jadi kita harus terus maju kedepan, jangan sampai kita menjadi zombie."     

Lin Wan'er tampak cemas, mulutnya cemberut. "Aku tidak tahan dengan udara dingin," katanya sedih.     

" Musim gugur dan musim dingin di Pegunungan Cang sangatlah indah. Belum lagi banyak salju disana." Fan Xian tersenyum pada istrinya. Dia mencoba membujuknya, seakan-akan dia adalah agen perjalanan. "Obat yang diberikan guruku kepadamu sangat manjur, bahkan tabib kerajaan terkejut setelah memeriksa denyut nadimu. Dan asal kamu tahu, tempat-tempat yang berada jauh di atas permukaan laut sangatlah baik untuk kesehatanmu."     

Lin Wan'er memiringkan kepalanya dan bersandar di dada Fan Xian, sambil menggesek-gesekannya. "Aku masih tidak mengerti apa arti 'permukaan laut'," katanya lembut.     

"Itu adalah seberapa tingginya suatu tempat dari atas laut." Fan Xian merasa bahwa penjelasannya agak janggal.     

"Aku masih tidak mengerti," kata Lin Wan'er, tampak sedih. "Apakah tidak apa-apa jika aku tidak mau pergi? Aku takut mendaki gunung dan udara dingin yang ada di sana."     

"Lihatlah betapa bundarnya wajahmu sekarang," kata Fan Xian dengan sedikit kesal. "Sedikit bergerak tidaklah buruk bagimu."     

Lin Wan'er marah dan melepaskan diri dari pelukannya. "Tadi malam, katamu kamu suka aku yang sedikit montok!"     

Fan Xian nyaris tertawa terbahak-bahak, untungnya dia berhasil mempertahankan ekspresi datarnya. "Pada saat gelap, tentu saja aku suka badanmu yang montog ... tetapi pada saat terang ... aku masih lebih suka badan yang kurus."     

Lin Wan'er mendengus marah, lalu berjalan cepat ke arah koridor. Fan Xian segera menyusulnya, tetapi dia tidak melihat wajahnya. Dia mendahului Wan'er beberapa langkah dan berkata. "Aku suka badanmu, tidakkah kamu tahu itu?" katanya pelan.     

Di istana, angin musim gugur yang bertiup masih terasa seperti angin musim panas. Lin Wan'er merasa gerah, dan wajahnya memerah. Dia melangkah maju, meraih tangan Fan Xian, dan menundukkan kepalanya. "Ada banyak orang di sekitar kita, dan kamu masih tidak tahu malu."     

Mereka berdua saat ini sedang berada di istana, dengan diikuti oleh sekelompok wanita pendamping dan kasim istana, yang berjalan dengan kepala tertunduk dan menjaga jarak mereka. Tampaknya mereka belum mendengar apa yang Fan Xian dan Wan'er bicarakan.     

Fan Xian masih menghadap ke depan. Dia tersenyum. "Sayang, kamu harus belajar dari suamimu ini bagaimana caranya melakukan banyak hal yang mengejutkan dengan tetap menjadi diri sendiri."     

Ada subteks dari kata-katanya yang tidak dapat dipahami oleh Wan'er. Ini adalah pertama kalinya pasangan itu memasuki istana sejak pernikahan mereka. Selir-selir istana keluar untuk bertemu dengan Lin Wan'er dan memeluknya erat-erat, mereka menjerit karena senang dan juga memberi sepasang pengantin muda itu hadiah. Fan Xian awalnya tidak ingin menolak, tetapi saat melihat bagaimana para selir itu sangat mencintai Lin Wan'er, dia jadi merasa takut. Rumah orang tua istrinya adalah istana; jika suatu hari ada perselisihan di antara dia dengan istrinya, dia mungkin akan mengalami akhir yang tragis. Kaisar memiliki empat putra - satu Putra Mahkota dan tiga Pangeran – ini adalah bukti bahwa dia bukanlah seorang casanova.     

Untungnya, tidak ada selir istana yang melahirkan seorang Putri. Jadi wajar saja mereka sangat mencintai Lin Wan'er, yang tumbuh besar di istana sejak dari lahir.     

Lin Wan'er sudah terbiasa berada di istana. Secara alami, dia tidak pernah merasakan kegelisahan yang pernah dirasakan Fan Xian, saat suaminya itu pertama kali memasuki istana. Justru, dia merasa seperti sedang bermain-main di kebun belakangnya sendiri. Karena Putri Sulung yang merupakan orang di istana yang paling dia hindari telah kembali ke Xinyang, kini dia dapat bersantai sambil mengikuti istrinya berkeliling di istana. Fan Xian telah menceritakan rencana liburannya ke Pegunungan Cang kepada Janda Permaisuri, dan Janda Permaisuri mengijinkannya.     

Tetapi Wan'er masih takut dengan udara dingin. Namun, Fan Xian sudah menetapkan keputusannya, terutama karena, pertukaran tahanan antara Kerajaan Qing dan Qi Utara dijadwalkan untuk dimulai tahun depan.     

Dewan Pengawas telah memberitahu hal ini kepada Fan Xian melalui Wang Qinian, dan tampaknya masalah ini melibatkan dirinya, sehingga dia perlu berada di tempat yang tenang untuk menyelesaikan beberapa urusannya dan juga mempersiapkan dirinya.     

Tetapi, sayangnya, pada kunjungan istana kali ini, mereka belum dapat bertemu dengan paman Wan'er, Kaisar. Lin Wan'er merasa kecewa. Namun, wajah Fan Xian yang tenang, menyembunyikan perasaan yang lain.     

Sederetan kereta keluar dari kediaman Fan. Hari ini, Perdana Menteri Lin telah datang untuk mengantar kepergian putri kesayangannya. Orang-orang yang lalu lalang di jalan melambaikan tangan ketika mereka menyaksikan prosesi tersebut. Bagaimanapun juga, beberapa hari sebelumnya pernikahan antara keluarga Fan dan Lin baru diadakan, dan adegan pernikahan tersebut telah mengejutkan setengah penduduk di ibukota. Mereka tidak menyangka bahwa beberapa hari kemudian, putra "penyair abadi" dari keluarga Fan akan menimbulkan kegemparan lagi.     

"Mengapa kamu meninggalkan ibukota setelah menikah?" tanya seorang pria tua di antara kerumunan, wajahnya cemberut dan tangannya terletak di belakang punggungnya. "Anak-anak muda jaman sekarang, keluarga mereka sudah kaya, sehingga bagi mereka setiap saat adalah waktu luang. Aku dengar bahwa Tuan Fan sekarang adalah seorang akademisi dari Universitas Kerajaan. Mengapa dia pergi ke Pegunungan Cang?"     

"Kamu belum tahu?" seorang pemuda di sebelahnya mengejeknya. "Tuan Fan mengatakan bahwa ini adalah 'bulan madu'. Dia memilih untuk mengunjungi tempat yang tenang."     

"Apa itu 'bulan madu'?" tanya seorang wanita tua yang penasaran.     

"Itu berarti hidup semanis madu," kata orang yang lainnya lagi, yang merupakan kerabat jauh keluarga Fan. "Aku tidak tahu. Itu adalah kata yang baru diciptakan oleh Tuan Fan."     

Wanita tua itu merasa kesal. "Kata yang aneh. Apa gunanya itu? Mau bulan itu dimadu atau tidak, karena mereka tinggal di tempat yang tenang selama beberapa hari, aku yakin mereka akan memiliki bayi yang sehat, ceria dan gemuk."     

Lin Wan'er duduk di sebelah kiri Fan Xian, di dalam kereta, dengan mengenakan mantel bulu, membuat dia terlihat seperti anak kucing. Dia menatap Fan Xian dengan senyum di wajahnya. Matanya berkilau seperti mata air. Di sebelah kanan Fan Xian ada Fan Ruoruo, yang sedang mengupas jeruk, dia dengan hati-hati membuang serabut putih yang terdapat pada buah, lalu meletakkannya ke mulut Fan Xian.     

Kedua mata Fan Xian setengah tertutup, tetapi ketika dia sekilas melihat ekspresi Lin Wan'er, dia mengerutkan keningnya. "Sekarang ini masih musim gugur. Bagaimana bisa kamu begitu takut dengan hawa dingin?"     

Lin Wan'er tertawa, dia menghadap ke arah Fan Xian dan membuka mulutnya, membuat jantung Fan Xian berdebar. Tetapi Fan Xian kemudian mendengar Wan'er berkata kepada Ruoruo: "Saudari terkasih, tolong beri aku jeruk."     

Fan Ruoruo tersenyum. "Kakak ipar, kamu tidak boleh makan jeruk karena kondisi tubuhmu saat ini. Itu akan menyebabkan panas." [2][2]     

Lin Wan'er tampak sedih. "Ah, sebal."     

Fan Xian benar-benar tidak mengerti bagaimana istri dan adik perempuannya saling memanggil satu sama lain. "Yang satu memanggil 'saudari' yang satunya lagi memanggil 'kakak ipar'. Panggilan macam apa itu?"     

Lin Wan'er menjulurkan lidahnya. "Aku sudah terbiasa memanggilnya 'saudari' sebelumnya." Fan Ruoruo juga tidak bisa menahan tawa dan dia mengarahkan jari telunjuknya ke hidung kakaknya. "Sebelum kamu menikah, kamu menyuruhku untuk memanggilnya 'kakak ipar', jadi aku telah terbiasa memanggilnya seperti itu."     

Fan Xian hanya bisa menggelengkan kepalanya. Hawa di dalam kereta menghangat, saat kereta menuju ke jalan gunung di luar ibukota, sehingga mereka semua mulai mengantuk. Lin Wan'er perlahan-lahan bersandar di bahu Fan Xian. Ruoruo juga menyandarkan kepalanya ke sisi samping kereta.     

Kereta tiba-tiba terguncang, membuat Wan'er terbangun dari bahu Fan Xian. Dia menggosok matanya. "Apakah kita sudah sampai?"     

"Secepat itu?" Fan Xian tertawa dan menggelengkan kepalanya. "Pondok di Pegunungan Cang terletak di tepi gunung, tidak seperti paviliun di istana. Butuh setidaknya tiga hari perjalanan dari ibukota."     

"Kita meninggalkan ibukota begitu cepat setelah pernikahan," kata Lin Wan'er dengan tenang. "Selain untuk membantuku pulih, apa alasan lainnya?"     

Fan Xian tahu bahwa dia tidak bisa menyembunyikan ini dari istrinya, namun dia belum siap, sehingga dia tersenyum dan berkata. "Kedua saudara tirimu itu mengirim orang ke rumah kita setiap hari. Aku takut pada mereka. Jadi tentu aku akan bersembunyi dari mereka. Berdiri di garis antrean sekarang - tidak peduli di sisi mana aku berdiri – adalah hal yang bodoh untuk dilakukan. "     

[1] Fang Xuanling, seorang sarjana Tang, dia dihadiahi seorang selir yang cantik oleh Kaisar, tetapi istrinya menolak. Kaisar mengeluarkan ultimatum padanya: mengizinkannya suaminya itu menerima selir, atau minum secangkir anggur beracun. Wanita itu memilih untuk meminum racun, tetapi tanpa sepengetahuannya, dia hanyalah meminum secangkir cuka. Karena menghargai keteguhannya, Kaisar membatalkan tawarannya. "Minum cuka" menjadi metafora untuk kata kecemburuan dalam bahasa Cina.     

[2] Dalam pengobatan Tiongkok tradisional, makanan tertentu dianggap "panas" atau "dingin", dan ketidakseimbangan antara "panas" dan "dingin" di dalam tubuh dapat menyebabkan kesehatan seseorang bermasalah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.