Sukacita Hidup Ini

Bab 46



Bab 46

1Dua hari kemudian, kereta akhirnya mencapai lereng gunung.     
1

Pegunungan Cang memiliki keindahan yang tiada bandingannya. Sejak berabad-abad sebelumnya, seorang Kaisar telah memerintahkan ribuan budaknya untuk membuat jalan di pegunungan agar kereta bisa naik, agar liburan musim panasnya ke pegunungan menjadi lebih mudah. Namun faktanya, tidak lama setelah menghabiskan banyak tenaga dan sumber daya dalam pembuatan jalan ini, Kaisar itu meninggal di saat tidur dengan salah seorang selirnya, shingga dia tidak pernah bisa menggunakan buatannya itu.     

Seiring berjalannya waktu, gunung besar ini, yang letaknya dekat dengan ibu kota, telah menjadi taman rekreasi bagi para pejabat dan bangsawan. Dinasti sebelumnya telah menetapkan banyak undang-undang, membuat Pegunungan Cang ini dipenuhi dengan aura kental para bangsawan, yang bahkan angin alpine saja tidak dapat menghilangkannya.     

Sejak saat itu, di sana dilarang berburu, membakar pohon untuk membuka lahan untuk pertanian, atau hal-hal lainnya yang biasa dilakukan oleh orang biasa. Pegunungan Cang kini hanya menjadi tempat liburan bagi orang kaya. Selain adanya kuil-kuil bagi para petapa dan beberapa pendeta, seluruh tanah di Pegunungan Cang telah dianugerahkan oleh istana kepada para pejabat istana, agar mereka dapat membangun vila untuk menenangkan diri sejenak dari masalah politik istana.     

Vila Klan Fan berada di lereng gunung, yang didapatkan dari Kaisar sebelumnya, tepat setengah tahun sebelum kematiannya. Suasana di sekeliling vila itu tenang dan damai. Di depan vila terdapat sungai kecil yang mengalir, dimana dedaunan merah yang berasal dari puncak terjatuh diatasnya. Di sisi sungai terdapat sepetak bunga kuning. Vila itu berdiri sendiri tanpa ada bangunan lain di sekitarnya. Matahari senja dan bayangan angsa yang terbang melintasi surga membuat perasaan menjadi tenteram.     

Setelah Fan Xian dan rombongannya tiba, suasana di sana segera menjadi lebih hidup. Orang-orang yang tiba terlebih dahulu telah mempersiapkan segalanya di vila. Karena mereka tidak tahu berapa lama Fan Xian dan rombongannya itu akan tinggal. Keluarga Fan telah mempersiapkan banyak dendeng ddaging rusa. Mereka bahkan telah mengirimkan tiga gadis penyanyi ke pegunungan, yang bernyanyi dengan nyaring setiap harinya. Mungkin untuk menakut-nakuti tupai-tupai yang berusaha mencuri makanan.     

"Benar-benar tempat yang indah." Setelah memerintahkan pelayannya untuk menyiapkan kamar, Fan Xian berjalan ke teras di depan vila. Dia menghela napas saat melihat awan dan kabut yang berada tidak jauh dari bawah kakinya, serta hutan hijau di seberang di sisi gunung.     

Lin Waner bersandar ke Fan Xian dan tersenyum. "Benar-benar luar biasa. Ketika aku masih kecil aku pernah berlibur sebentar ke Pegunungan Cang, tapi vila saat itu tidak seindah dan terpencil seperti vila keluargamu ini."     

"Ini adalah vila kita," Fan Xian mengoreksi ucapan istrinya. Dia kemudian dengan penuh kasih merapikan mantel Wan'er; udara di sana cukup dingin, sehingga Fan Xian khawatir dengan kesehatan istrinya yang buruk, dan jika istrinya terkena demam.     

Lin Wan'er terkikik. "Aku mengerti, sayangku."     

Pasangan muda itu menghabiskan hari-hari berikutnya dengan tenang dan damai di gunung. Seolah-olah mereka tidak pernah menikmati ketenangan seperti itu sebelumnya. Itu adalah kehidupan yang indah ,yang sudah lama tidak dirasakan oleh Fan Xian, sehingga dia tampak sangat menikmatinya. Jika dia tidak menemani Wan'er berjalan-jalan di jalanan gunung yang licin, dia mungkin akan berdiri di belakang adik perempuannya dan memperhatikan tulisan tangannya yang indah. Adiknya mencurahkan segala sesuatu tentang pemandangan gunung yang tak terbayangkan indahnya ke atas kertas.     

Ini adalah kehidupan pernikahan yang sebenarnya bagi Fan Xian dan Lin Wan'er setelah pernikahan mereka. Selama waktu ke waktu, perasaan mereka berubah, dari cinta pada pandangan pertama, menjadi kegembiraan saat bertemu diam-diam di balik tembok istana, menjadi kerinduan yang sangat mengkhawatirkan, dan pada akhirnya menjadi cinta yang dapat mereka nikmati bersama. Renjana mereka kini berada pada tahap akhir, menjadi aroma yang lembut dan abadi.     

Dini suatu pagi, Lin Wan'er yang masih malas membuka matanya, menggerakkan lengannya hanya untuk menemukan bahwa tidak ada orang di sampingnya. Di bawah selimut mereka yang nyaman dan hangat, dia tidak tahu ke mana suaminya pergi.     

Lin Wan'er sama sekali tidak kaget. Sejak mereka tidur satu kamar, dia tahu bahwa Fan Xian selalu bangun sangat pagi setiap hari. Dia tidak tahu kemana suaminya itu pergi. Kemudian, sebelum dia bangun, Fan Xian diam-diam kembali ke kamar.     

Wan'er merasa penasaran, tetapi karena saat itu mereka tinggal di kediaman Fan, dia tidak dapat berbuat apa-apa. Sekarang mereka berada di Pegunungan Cang, tanpa adanya penatua maupun perawat tua yang menyebalkan, Lin Wan'er melihat ke sekeliling sebelum bangkit dari tempat tidurnya, lemudian dia mengenakan jubahnya yang tebal dan sepatunya yang lembut dan menyelinap keluar lewat pintu, seperti seorang pencuri.     

Wan'er disambut oleh angin pagi yang bertiup dari gunung, cukup dingin hingga membuatnya menggigil. Dia tidak berani berlama-lama di situ, dia tersenyum dan bergegas pergi menuju ke kamar yang terletak di ujung koridor dan mengetuk pintunya sebanyak dua kali. Fan Ruoruo yang masih tidur mendengar suara itu, dia dengan cepat bangkit untuk membuka pintu. Saat itu Wan'er mengenakan pakaian yang tipis. Dia menggosok-gosokan kedua tangannya karena kedinginan. "Wan'er," katanya lelah, "ini masih pagi, bukan?"     

Setelah Lin Wan'er tiba di Pegunungan Cang, beberapa sifat cerawaknya yang selalu dia sembunyikan di balik penampilannya yang imut dan malu-malu akhirnya muncul dengan sendirinya. Dia menjulurkan lidahnya dan memeluk pinggang Ruoruo, lalu menariknya kembali ke selimut hangatnya dan menghela nafas dengan nyaman.     

Fan Ruoruo tidak terbiasa tidur di ranjang dengan orang lain, jadi dia merasa sedikit aneh. Kakak iparnya ternyata merupakan orang yang cukup pengasih. Dia memeluk Ruoruo, mendekatkannya ke wajahnya. "Apakah kamu tahu apa yang kakakmu lakukan di pagi hari?" dia bertanya dengan lembut.     

Fan Ruoruo merasakan tangan dingin kakak iparnya di pinggangnya, dan dia bertanya-tanya apakah kakaknya akan cemburu jika melihat mereka berdua sedang seperti ini. Ruoruo dengan cepat menggenggam tangan dingin iparnya, untuk menghangatkannya dan berbicara dengan kasar."Kamu kan istrinya. Mengapa kamu bertanya padaku?"     

Lin Wan'er tertawa. "Kakakmu orangnya sangat tertutup. Terlepas dari itu, setiap malam, setelah kami mengobrol dan bermain catur di kamar, kemana dia pergi? Kamu tidak penasaran?"     

Ketika mendengar kakak iparnya berbicara seperti ini, Ruoruo yang biasanya tenang jadi ikut bingung. Dia tahunya, setiap pagi kakaknya pergi untuk berlatih. Tetapi beberapa malam terakhir, kakaknnya sering menghilang sejenak, dan dia sendiri benar-benar tidak tahu apa yang kakaknya itu lakukan.     

"Di pagi hari dia melatih kemampuannya, di malam hari ... aku tidak tahu. Tanya saja padanya."     

Lin Wan'er penasaran. "Melatih kemampuannya? Kemampuan apa? Bisakah kita melihatnya?"     

"Kamu benar-benar penasaran tentang hal ini."     

"Tentu saja." Mata Lin Wan'er berbinar. Kedua matanya terlihat seperti permukaan air danau di Taman Musim Panas. "Wajar jika seorang istri penasaran dengan apa yang dilakukan suaminya."     

Fan Ruoruo menyadari bahwa iparnya ini benar-benar tidak memiliki banyak aktivitas di istana. Dalam beberapa hal, dia merasa bahwa Wan'er dapat menyebabkan lebih banyak masalah daripada dia. Ruoruo tidak bisa menahan tawanya. "Pada hari yang dingin seperti ini, jika aku sudah menikah, aku akan memilih untuk berbaring di tempat tidur. Jika kamu keluar, lalu kakakku melihatmu dan memarahimu, maka aku tidak akan bisa membantumu."     

Lin Wan'er masih tidak tahu bagaimana rupa Fan Xian ketika marah, tetapi saat dia teringat dengan temperamen suaminya, dia menjadi takut. Tiba-tiba, dia tertawa. "Jika kamu sudah menikah? Ini musim gugur, tetapi nampaknya nona muda ini mengalami demam musim semi."     

Entah karena berada di bawah selimut yang hangat, atau rasa malu, wajah Fan Ruoruo memerah. "Kamu ini benar-benar," tegur Ruoruo. Dia mengulurkan jari-jarinya untuk menggelitik tubuh Lin Wan'er, dan Lin Wan'er menjerit dan membalasnya. Kedua wanita muda itu bergumul di tempat tidur, tawa kekanak-kanakan mereka memenuhi ruangan.     

Fan Ruoruo tidak mampu menandingi gerakan tangan pengantin wanita baru, dia terengah-engah dan tidak punya pilihan selain melompat keluar dari tempat tidur. Dia membungkus iparnya dengan selimut berlapis-lapis, memastikan bahwa hawa pegunungan yang dingin tidak dapat mengenai leher iparnya. Kemudian dia meraih tangannya dan membawanya keluar dari villa untuk menemukan kakaknya.     

Langit tampak cerah, dan orang-orang di vila masih sibuk dengan tugas pagi hari mereka. Tidak ada yang melihat dua wanita muda itu menyelinap keluar seperti pencuri. Sebagian besar lereng gunung adalah tanah milik keluarga Fan, jadi tidak ada orang lain di sana yang dapat mengganggu mereka. Kedua gadis itu berjalan melintasi embun musim gugur, dan dengan hati-hati melewati jalan setapak kecil di hutan di tepi gunung.     

"Apakah kamu yakin di sini tempatnya?" Fan Ruoruo mengerutkan kening. "Gunung ini sangatlah besar, semoga kita tidak tersesat."     

"Jangan khawatir." Lin Wan'er tertawa. "Aku punya intuisi. Sepertinya aku bisa merasakan di mana suamiku berada."     

Fan Ruoruo merasa bahwa intuisinya tidak dapat diandalkan ini, tetapi untungnya dia melihat ada jejak kaki di bawah mereka. Jalan di gunung sepi; dia berasumsi bahwa, selain kakaknya, tidak ada orang lain yang akan berjalan sejauh ini ke atas gunung.     

Beberapa waktu kemudian, kedua wanita muda itu mengambil beberapa daun musim gugur untuk menghapus tetesan embun di pakaian mereka. Mereka melewati pepohonan hingga akhirnya sampai di tepi gunung. Untungnya, kesehatan Lin Wan'er telah meningkat pesat setelah minum obat dari Fei Jie; kalau tidak, dia tidak akan bisa berjalan sejauh ini. Saat melihat wajah iparnya yang memerah, Ruoruo dengan penuh kasih membelai pipinya, sambil memberitahu kepadanya bahwa kancing atas jubahnya telah terlepas. Kedua gadis itu memandang ke depan.     

Ketika mereka memelihat ke depan, mereka terkejut. Tampak ada lereng gunung yang berlapis-lapis, yang jarang terlihat di Pegunungan Cang. Di bagian atas lereng-lereng tersebut terdapat padang rumput yang masih hijau yang tertutupi dengan embun musim gugur, dan di atas dari semua lereng-lereng itu, terdapat tebing setinggi tiga puluh meter. Kemiringannya tidak rata, dan di antara bebatuannya terdapat bambu kuning yang menghadap ke langit seperti pedang.     

Di atas tebing ada seseorang, tampaknya dia hanya mengenakan kaos dalam. Orang itu adalah Fan Xian, dan dari postur tubuhnya, dia bersiap untuk melompat!     

Saat melihat ini, Lin Wan'er terkejut. Dia membuka mulutnya untuk segera berteriak, untuk menghentikan suaminya melompat. Yang mengejutkannya, sebuah tangan yang lembut dan dingin tiba-tiba menutupi mulutnya.     

Fan Ruoruo menyipitkan mata ke arah kakaknya yang ada di atas tebing sambil berusaha untuk tetap tenang. "Jangan khawatir." Dia tidak tahu apakah iparnya akan percaya pada penilaiannya atau tidak.     

Fan Xian sudah mulai turun. Dia melompat dari batu ke batu lainnya, setiap langkahnya mendarat di pijakan yang aman, dan semakin ke bawah, kecepatannya meningkat. Dia hampir mengenai bambu beberapa kali.     

Tetapi dia tampaknya memiliki semacam impuls bawaan, sehingga dia selalu dapat bergerak tepat waktu atau dapat memperkirakan dua pijakan kaki kedepan, dan melompati bambu.     

Dia mengandalkan zhenqi yang kuat di dalam tubuhnya, sedangkan pada pengendalian fisiknya, dia lebih mengandalkan nalurinya, yang dia pelajari dari melihat gerakan Wu Zhu.     

Dalam sekejap, tubuhnya menghilang, dia berhasil melewati bebatuan dan sekumpulan pohon bambu dan mendarat di atas padang rumput. Fan Xian menoleh, dan dia terkejut saat melihat kedua gadis itu. "Bagaimana kalian bisa sampai di sini?"     

Napasnya tidak terengah-engah sedikit pun, dan pohon-pohon bambu di lereng, di belakangnya tampak hanya bergoyang-goyang dengan lembut.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.