Sukacita Hidup Ini

Hadiah (Bagian 1)



Hadiah (Bagian 1)

0Gadis yang pernah membaca banyak novel romansa akan sangat terpikat dengan adegan pernikahan itu. Namun Fan Xian tidak. Dia sama sekali tidak tersentuh dengan penghargaan ataupun hadiah dari istana. Terlebih lagi, jauh di lubuk hatinya dia merasa bahwa tamu-tamu yang hadir beserta hadiah-hadiah yang didapat, semuanya dipersembahkan untuk "Putri Chen", Lin Wan'er.     
0

Fan Xian khawatir jika lutut dan punggung bagian bawahnya tidak sanggup berlutut terus menerus setiap kali seseorang dari istana datang untuk memberi mereka hadiah. Itu semua membuatnya teringat dengan tongkat Wu Zhu.     

Pernikahan antara keluarga Fan dan Lin yang spektakuler akhirnya selesai. Mempelai wanita dan pria telah dikirim ke kamar pengantin mereka, dan para tamu mulai berangsur-angsur pergi. Anehnya hari itu, tidak ada yang minum berlebihan kecuali Pangeran Jing.     

Count Sinan, Fan Jian, tersenyum saat menyaksikan pasangan yang baru menikah itu diantar ke kamar pengantin mereka. Hal yang paling dia khawatirkan hari ini tidak terjadi. Tampaknya Putra Mahkota dan Pangeran Kedua juga tahu bahwa dengan status yang mereka sandang, hadir ke pernikahan putra Count Sinan dapat menyebabkan masalah di istana dan konflik dengan Fan Xian.     

Tetapi Putra Mahkota dan Pangeran Kedua masih mengutus orang untuk mengirimkan berbagai macam hadiah yang mahal.     

Malam telah tiba, dengan bantuan gadis-gadis pelayan pasangan pengantin baru tiba di rumah baru mereka. Tempat itu diterangi oleh lentera merah, dengan simbol keberuntungan yang tertempel di mana-mana, semuanya berwarna merah menyala.     

Saat dia tiba, Fan Xian akhirnya bisa bersantai. Beberapa gadis pelayan adalah miliknya, dan beberapa berasal dari kediaman pangeran Jing, dan beberapa yang lebih tua, yang melayani Lin Wan'er, berasal dari istana, mereka masih merasa agak takut dengan Tuan Muda yang satu ini.     

Fan Xian memasuki ruangan, meregangkan seluruh tubuhnya, dan dengan senyum di wajahnya, dia meminta para pelayan yang berkumpul untuk pergi. Para pelayan, yang berkumpul di luar pintu, membungkuk kepada pasangan yang baru menikah itu. Wan'er dengan cepat memberi sedikit uang kepada Si Qi, sebagai bentuk penghargaan atas pekerjaan yang telah dilakukan gadis pelayan itu dalam pernikahannya.     

"Si Qi, kamu pasti juga lelah. Tolong, pergilah tidur," kata Fan Xian, tersenyum, alisnya membentuk bentuk huruf Y.     

Si Qi menatap nyonyanya dengan tatapan canggung, dia sedang berpikir tentang tradisi pertukaran gelas anggur antara pengantin yang belum terlaksana. Pada saat itu, dia melihat ada tangan di lutut Lin Wan'er, yang melambai ke arahnya, yang sepertinya mengisyaratkan dia agar segera pergi.     

Gadis-gadis pelayan menyembunyikan tawa mereka dan dengan cepat meninggalkan kamar pengantin, menutup pintu kayu, dan pergi.     

Hanya ada Fan Xian dan Wan'er yang tersisa di ruangan itu.     

"Keluarlah. Kalau tidak, nanti aku hajar kamu." Lin Wan'er terkejut, Fan Xian berbicara dengan dingin. Benar saja, sosok gemuk Fan Sizhe menggeliat keluar dari bawah tempat tidur dan lari keluar dari kamar, sambil menundukan kepalanya.     

Fan Xian mengerutkan kening. "Aku tidak keberatan jika pispot di samping tempat tidur mencekiknya sampai mati."     

Lin Wan'er terkikik, dibalik kerudung merah yang menutupi kepalanya. "Pispot itu belum pernah digunakan." Fan Xian mengira dia benar: bagian atas pot kamar itu masih dilapisi pernis emas, dan bagian dalamnya dipenuhi tanaman aromatik.     

Fan Xian melihat ke sekeliling dan dia tidak melihat adanya orang lain, hanya ada cahaya lilin merah. Dia terkekeh dan mendekat ke arah Wan'er, lalu memegang tangan istrinya yang sedikit dingin dari dalam lengan baju.     

Tiba-tiba dia teringat akan Wu Zhu. Jika Guru Agung satu itu bersembunyi di sudut ruangan seperti biasanya, dan begitu pengantin baru ini melakukan hal-hal yang dilakukan pengantin baru di atas tempat tidur, dan dia melihat bayangan Wu Zhu di sudut ruangan itu, dia bisa-bisa loncat karena ketakutan. Fan Xian berdeham. "Paman, apakah kamu di sana?" katanya pelan.     

Paman tidak ada di sana.     

Lin Wan'er, dengan tersipu malu, sedang membayangkan hal-hal yang akan terjadi. Saat mendengar suaminya tiba-tiba memanggil "paman", dia menjadi bingung. "Hah?"     

"Tidak ada apa-apa." Fan Xian tersenyum. "Ketika semuanya sudah beres, aku akan memperlihatkannya kepadamu."     

"Oh." Lin Wan'er bingung dan tidak tahu apa yang dia bicarakan.     

"Pengantinku." Fan Xian tidak menggunakan tongkat tradisional untuk mengangkat kerudung merah di kepala Wan'er, tetapi mengangkatnya dengan menggunakan tangannya. Dia memperhatikan kain merah itu perlahan-lahan terangkat dan mengekspos wajah wanita muda itu, yang menunduk dengan malu-malu, dengan dagu yang lembut seperti batu giok putih, yang di atasnya terdapat sepasang bibir lembut, hidung yang mungil dan runcing, dan sepasang mata yang tertutup disertai dengan bulu mata yang bergetar lembut.     

Lentera merah berangsur-angsur meredup, Fan Xian duduk dengan sedikit gugup di tempat tidur, jembol tangan kanannya dengan lembut membelai pipi pengantinnya yang halus.     

"Ahem."     

Dari luar ruangan terdengar suara batuk yang tidak tepat pada waktunya, yang disusul dengan suara pedang terhunus oleh salah satu pengawal Fan Xian. Terdengar suara erangan, dan yang disusul dengan suara teriakan kaget dari Wang Qinian!     

Fan Xian mengerutkan kening, dan segera keluar dari ruangan. Jubah merahnya yang panjang berkibar di belakangnya seperti awan merah senja yang indah.     

Dia tidak bisa melihat siapa pengunjung ini. Pergelangan tangannya bergetar dan dia mengambil langkah yang mengejutkan saat menghindari telapak tangan seseorang yang hendak menepuk bahunya. Secara spontan, dia mengeluarkan jarumnya, lalu menusukkannya ke pundak lawannya. Ujung jarum itu mengandung racun yang kuat, sehingga tidak mungkin lawannya akan mampu bergerak selangkah pun.     

Pada saat itu, penglihatannya akhirnya menjadi jelas. Dia melihat beberapa pengawal yang berdiri di depan tangga batu tergeletak pingsan, dan Wang Qinian yang sedang menatap ketakutan ke arah belakang dirinya.     

Fan Xian sangat terkejut. Siapa di dunia ini yang masih bisa bergerak setelah terkena racun miliknya? Dia merasakan adanya gerakan di udara di belakangnya, seketika itu juga dia merubah tangannya menjadi pedang lalu menebas udara di belakangnya.     

Saat dia mencoba menebas wajah orang itu, Fan Xian mengerang kesakitan dan berjongkok ke lantai sambil memegangi perutnya.     

Alasan pertama dia berjongkok kesakitan adalah karena dia gagal menebas orang itu; alasan lainnya adalah karena dia terkena racun.     

Dia mendapati bahwa rambut orang itu berantakan dan wajahnya keriput. Pria itu sudah sangat tua, tetapi Fan Xian tidak bisa melihat dengan jelas siapa orang itu. Sepasang mata yang gelap dan dingin, dengan bintik-bintik berwarna coklat gelap. Mata yang tampak mengerikan.     

"Guru?" seru Fan Xian karena terkejut. Saat itu perutnya benar-benar terasa sangat sakit. Dia segera mengambil pil penawar racun dari ikat pinggangnya dan menelannya, meski dia sendiri tidak yakin apakah pil itu akan efektif.     

Kemudian dia segera maju untuk memberi hormat, merangkul, dan mengutuk Fei Jie, yang muncul tiba-tiba hari ini setelah sepuluh tahun menghilang.     

"Kamu belum banyak berubah." Fei Jie duduk di ruang kerja sambil minum teh dan berterima kasih kepada gadis-gadis pelayan yang memijat kakinya. Dia menatap Fan Xian yang berdiri di sebelahnya. "Setelah sepuluh tahun berlalu aku hampir tidak mengenalimu. Aku tidak menyangka kamu akan tumbuh menjadi begitu tampan."     

Fan Xian menghela nafas, tetapi dia tidak berani duduk. "Guru," katanya, "tidak bisakah kau ... sekali saja, tolong jangan menyelinap ke kamarku di tengah malam. Bagaimana jika aku berbuat kesalahan?. Meskipun ada bantal lembut di kamarku, jika tadi aku menggunakan pisau, apa yang bisa kau lakukan? Kemampuan bela diri yang kau miliki merupakan yang terlemah dari delapan biro, meski begitu kau suka menjadi semacam pahlawan yang menyelinap di malam hari. Itu sangat berbahaya. "     

Sebenarnya, Fan Xian telah berkali-kali membayangkan reuni dengan gurunya. Mungkin mereka akan menangis sambil berpelukan; mungkin mereka akan saling menuangkan teh beracun untuk menguji kemampuan masing-masing. Tetapi dia tidak pernah membayangkan jika gurunya muncul untuk mengganggu malam pernikahannya.     

Semua ingatan yang dia miliki tentang gurunya sejak mereka berpisah 10 tahun lalu, dengan cepat berubah menjadi kemarahan yang tidak terlampiaskan. Hari ini gurunya telah mengacaukan malam pertamanya. Fan Xian selalu menghibur dirinya sendiri - dia telah hidup selama tiga puluh tahun, jadi apa yang harus dia khawatirkan? Tapi ketika malam pertamanya hendak dimulai, pria tua yang beracun ini malah mengganggunya. Dia merasa kesal dan bertanya-tanya – Fei Jie bisa datang kapan saja; haruskah dia datang malam ini?     

Fei Jie tidak menyadari kekesalannya. "Aku baru saja kembali dari Dongyi," katanya. "Aku dengar bahwa kamu akan menikah, jadi aku melakukan perjalanan kembali selama berhari-hari. Akhirnya aku tiba juga di sini."     

Fan Xian merasa terharu. Dia dengan segera membungkuk hormat. Karena pria inilah dia berhasil bertahan hidup sampai sekarang di dunia ini.     

Fei Jie menyerahkan kotak kecil kepadanya. Samar-samar kotak itu mengeluarkan suatu aroma. Fan Xian penasaran. "Apa ini?"     

"Hadiah pernikahan untuk muridku. Lihatlah."     

Fan Xian tahu bahwa hadiah gurunya berbeda dari hadiah lainnya. Dia membuka kotak itu dan melihat isinya. Di dalamnya ada sejumlah pil seukuran ujung jari. Dia merasa tersentuh, dia menggaruk pil itu dengan kukunya, lalu mencicipinya.     

Fei Jie tersenyum saat melihat tindakannya. Bocah muda yang dulunya cantik ini telah tumbuh menjadi pemuda yang tampan. Fei Jie merasa lega, terutama setelah melihat bahwa muridnya masih mempertahankan kebiasaan profesional yang pernah dia ajarkan kepadanya.     

"Tortoiseshell, dibuat dengan cuka." Fan Xian mengernyitkan alisnya saat menganalisis pil tersebut. "Foxglove, donkey hide glue, beeswax... tapi ada bahan lain yang tidak bisa kupahami."     

"Iced smoke." Fei Jie tersenyum. Dia tampak senang.     

"Iced smoke?" Fan Xian sudah menebak manfaat pil ini. Ketika dia memikirkan metode gurunya yang menakjubkan, dia percaya pada gurunya, dan dia pun bertanya.     

"Benar. Itu adalah bahan dari luar negeri. Empat tahun yang lalu, aku menugaskan para pedagang Dongyi untuk mencarinya untukku, dan tahun ini akhirnya mereka menemukannya, jadi aku menghabiskan beberapa hari di sana untuk menunggu perahu tiba." Fei Jie melambaikan tangannya, memberi isyarat kepada gadis pelayan untuk pergi.     

Empat tahun yang lalu adalah saat pertama kali pernikahan antara keluarga Fan dan Lin dibahas di istana. Jadi sejak saat itu, Fei Jie telah mulai mencari obat untuk menyembuhkan tuberkulosis yang diidap Lin Wan'er, agar muridnya dapat menikahi pengantin perempuan yang sehat. Ketika Fan Xian menyadari ini, dia merasa sangat terharu.     

"Ada sesuatu yang lain di Dongyi."     

Fan Xian mengerti.     

"Aku telah menjual obat kepada Pedang Sigu. Sebagai imbalannya, mereka berjanji untuk tidak melawanmu."     

Fan Xian duduk di sebelah gurunya, dia tidak mengeluh sama sekali tentang fakta bahwa kehadiran gurunya telah mempersingkat malam pertamanya. "Guru," katanya, dia sangat terharu, "Terima kasih sebesar-besarnya, atas obat-obat pemberianmu ini. Terima kasih banyak."     

"Ini pertama kalinya aku membuat obat semacam itu, tetapi obat itu sudah diuji, dan hasilnya efektif." Fei Jie tersenyum. Bintik bintik cokelat pada matanya sekilas tampak berkilau. "Tapi obat itu memiliki beberapa efek samping yang harus kamu ketahui sepenuhnya."     

"Guru, tolong, beri tahu aku." Saat melihat Fei Jie mulai serius, ekspresi wajah Fan Xian juga berubah menjadi serius.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.