Sukacita Hidup Ini

Wanita Itu



Wanita Itu

0Kedua kursi tandu itu berhenti pada saat bersamaan. Para penandu lalu meletakkan tongkat bopong dari bahu mereka dan menurunkan kedua tandu itu. Sama seperti para pengawal pada pertemuan antara Fan Jian dan Chen Pingping, mereka mengambil beberapa langkah mundur. Kedua tandu itu telah diletakkan saling berhadapan dalam jarak yang dekat. Biasanya disaat seperti itu penumpang di dalamnya akan merasa tidak nyaman, tetapi anehnya, baik Perdana Menteri maupun penumpang di dalam tandu lainnya itu tidak keluar untuk saling bertemu.     
0

Mereka saling membungkuk hormat, seperti dua orang teman yang bersalaman ketika bertemu, dan seperti sepasang mempelai yang keluar dari kamar pengantin untuk berlutut di hadapan Kayangan dalam upacara.     

"Ruofu, jangan berduka terlalu lama." Terdengar suara yang lembut dari dalam tandu di hadapan sang Perdana Menteri. Orang yang berada di dalam tandu itu tidak lain adalah sang Putri Sulung, ia telah keluar dari istana demi menemui kekasih yang sudah menjalin hubungan dengannya selama bertahun-tahun.     

Mendengar suara yang akrab itu, sang Perdana Menteri pun sedikit cemberut. Sepertinya dia sedang mengingat masa bertahun-tahun yang lalu. Dia lalu berbicara dengan nada pelan. "Saya sangat bersyukur atas kepedulian anda akan urusan keluarga saya, Tuan Putri."     

Mendengar nada suara yang begitu pelan, suara Putri Sulung menjadi lembut dan sedih. "Jarak diantara kita ini ... bagaimana kita bisa membicarakannya? Mengapa engkau berbicara begitu resmi?"     

Terdengar suara tawa yang dingin dari tandu sang Perdana Menteri. "Tuan Putri, saya tidak bisa membiarkan anda untuk mengendalikanku."     

Sang Putri Sulung pun terdiam, dan ia tampaknya dikejutkan oleh kata-kata yang tajam itu. Setelah jeda waktu berlangsung cukup lama muncul jawaban yang terdengar menyedihkan."Ruofu, apa yang sebenarnya kau pikirkan? Meskipun Gong bukan anakku, aku masih menyuruh orang untuk mengirimkan hadiah Tahun Baru untuknya, dan aku masih mencintainya sama seperti kamu ... bagaimana mungkin aku, seorang putri, dapat menjadi tempat berlindungmu? Persetan dengan semua ini ... kamu sedang sedih. Kalau tidak, kamu tidak akan berbicara denganku."     

Lin Ruofu tiba-tiba mendengus. "Hari ini saya mengunjungi Anda, Tuan Putri, karena saya ingin mengatakan bahwa saya telah memberikan persetujuanku untuk pernikahan Chen'er di bulan Oktober."     

Kegelapan malam menyelimuti suasana di luar tembok istana, hanya lentera di sebelah tandu sang Putri Sulung yang satu satunya memancarkan beberapa berkas cahaya yang samar. Keheningan yang lama sudah cukup untuk menunjukkan bahwa wanita di dalam tandu itu adalah orang yang lemah dan lembut. Pada saat itu ia tercengang, dan setelah mendengar apa yang dikatakan sang Perdana Menteri, ia pun naik pitam. Setelah terdiam cukup lama, sang Putri Sulung berbicara dengan suara yang terasa sejernih dan sedingin angin di musim dingin. "Dia adalah putriku! Kamu tidak bisa membiarkan dia menikahi bajingan Fan itu!" Saat dia berada di dalam istana ataupun di luar istana, Putri Sulung selalu terlihat sebagai sosok yang lemah. Siapa bakal mengira bahwa dia akan berbicara begitu keras?     

"Bisakah kau... menentang keputusan Yang Mulia?" Entah mengapa, nada suara Ruofu terdengar seolah-olah dia sedang menyalahkan dirinya sendiri. "Selain itu ... Yang Mulia telah memberi tahu kerajaan bahwa Chen'er adalah putriku. Itu berarti anak kita telah ditakdirkan untuk dianggap sebagai seseorang yang kurang cemerlang."     

Sang Putri Sulung berbicara dengan suara sedih dan pedih. "Jadi kamu benar-benar akan melakukan ini..."     

Mendengar ini, Lin Ruofu merasa mual. "Tuan Putri, anda hanya peduli dengan harta kerajaan," katanya dengan nada jijik. "Hal itu diluar pertimbangan saya."     

Suara Putri Sulung pun bergetar saat ia mengucapkan "Jika itu bukan urusanmu, lalu urusan siapa? Aku hanyalah seorang wanita, dan aku tinggal sendirian di istana; apakah kamu pikir beberapa tahun terakhir ini mudah untuk aku jalani!?"     

Lin Ruofu duduk di tandu dengan hati yang dipenuhi rasa kebencian. "Aku mempunyai anak perempuan, tapi sudah bertahun-tahun, kami tidak dapat bertemu satu sama lain, dan hanya dapat saling melirik dari kejauhan pada saat perjamuan kerajaan. Apakah kau pikir mudah bagiku untuk menjadi seorang ayah dengan cara seperti ini!?"     

Sang Putri Sulung mencoba membela diri, namun alasan yang ia berikan terdengar payah. "Kalau soal itu, ya, sudah tidak bisa di apa-apakan lagi. Aku melahirkannya secara diam-diam, dan aku tidak tega merusak masa depanmu. Dia dibesarkan sendirian. Selama beberapa tahun ini, aku telah mengatur segalanya untukmu di istana, bahkan mengirimkan uang dari rekening kerajaan secara rahasia agar bisa kau gunakan. Apakah kau anggap diriku ini sama sekali tidak ada baiknya sedikitpun? "     

Terdengar nada yang dingin dan ketus di dalam suara sang Perdana Menteri. Dia berbicara dengan suara yang menggeram. "Masa depanku? Sejak kapan aku pernah menginginkan masa depan yang seperti ini? Dulu, aku adalah seorang menter -sarjana yang miskin, dan sekarang aku telah menjadi Perdana Menteri. Mungkin ini tampak mengesankan, tetapi aku memiliki seorang putri yang tidak pernah bisa kutemui. Aku juga punya seorang putra, tapi ... "Suaranya mulai bergetar. "Tapi dia sudah mati. Bagaimana mungkin ini semua adalah masa depan yang aku inginkan? Kamu hanyalah menginginkan kekuasaan. Kamu tidak mau menikahi seseorang yang tidak berani mengambil resiko dan kamu tidak tertarik untuk hidup tenang dan damai, kamu pikir aku harus berterima kasih untuk itu semua? "     

Mendengar perkataan sang Perdana Menteri, sang Putri Sulung pun menjadi semakin marah. Ia balas berbicara dengan suaranya dipenuhi isak tangisan dan umpatan. "Lin Ruofu, memang begini keadaanya sekarang, namun kamu datang kepadaku untuk mengatakan hal-hal buruk seperti ini. Jika kamu benar-benar tidak mau, lalu mengapa kau tidak mengatakan apa-apa saat kau memasuki Dewan Pengawas? Mengapa kamu tidak merasa sedih ketika memasuki Akademi Hanlin? Ketika kau diberikan sebuah jabatan yang kosong di Kementerian Pengangkatan, mengapa kau tidak menyalahkan dirimu sendiri? Karirmu naik selangkah demi selangkah, namun kau tidak pernah memikirkan aku sekali pun. Sekarang tidak ada hal lagi yang dapat menghalangimu, namun kau pun tetap melampiaskan amarahmu padaku! "     

"Baiklah, Rui'er." Saat mendengar suara Putri Sulung yang semakin lama semakin keras, suara Lin Ruofu menjadi tenang, tetapi kata-katanya tetap terkesan tajam dan getir. "Aku lebih suka kamu yang bersifat kurang ajar dan cerewet, daripada keadaanmu yang menyedihkan seperti ini. Kau tahu tidak kalau aku muak melihatnya?"     

Sang Putri Sulung tidak mengatakan apa-apa.     

"Kalau soal pernikahan Chen'er, aku telah menyetujuinya. Sebelumnya aku juga sudah menyelidiki Fan Xian. Tidak masalah dia orang macam apa; setidaknya, dia bukan orang yang mudah dibunuh." Lin Ruofu berbicara dengan dingin. "Aku tidak ingin putriku menjadi seorang janda."     

Sang Putri Sulung berbicara dengan kasar. "Apakah kamu tidak tahu situasi yang sekarang sedang terjadi? Gong telah dibunuh, dan kamu tiba-tiba ingin mengikat tali kekeluargaan dengan Keluarga Fan. Jangan bilang kamu benar-benar percaya dengan apa yang dikatakan si bajingan tua Chen Pingping itu? Siapa itu si Ahli Pedang Sigu, dan bagaimana mungkin mereka bisa sampai ke ibukota dan membunuh orang? Kita tidak bisa tahu pasti bahwa Fan Jian bukan orang yang mendalangi semua ini di balik layar. "     

"Putraku telah meninggal," kata Lin Ruofu dengan suara dingin. "Apakah kamu menyadari bahwa aku tidak dapat melihatnya untuk yang terakhir kalinya? Aku tidak bisa menutupi bekas luka itu. Si Ahli Pedang Sigu itu cepat, ganas dan bertindak sesuka hatinya. Aku mungkin telah membuat kesalahan, tapi aku tidak akan pernah bisa mengakuinya."     

Melihat bahwa dirinya tidak bisa meyakinkan Lin Ruofu, nada suara sang Putri Sulung pun melunak. "Biarkan aku yang menyelidikinya," pintanya. "Bahkan jika kamu tidak peduli lagi denganku, kamu tidak bisa membiarkan Chen'er menikahi keluarga Fan."     

Setelah tediam sejenak, Lin Ruofu akhirnya berbicara. "Wu Bo'an sebelumnya telah datang kepadaku, dia mengusulkan sebuah rencana untuk membunuh Fan Xian. Aku tidak menyetujui rencana itu, dan aku tidak menduga dia dapat meyakinkan putraku yang bodoh, Gong."     

Sang Putri Sulung terdiam. Dia memahami bahwa sudah mustahil baginya untuk meyakinkan bahwa ia sama sekali tidak ada hubungannya dengan masalah ini pada Lin Ruofu.     

"Wu Bo'an adalah bawahannmu." Suara Lin Ruofu terdengar begitu dingin; sampai seolah-olah suaranya bisa membekukan gerakan tirai tandu yang bergoyang-goyang ditiup angin malam. "Aku selalu tahu bahwa dia adalah bawahanmu. Kamu menggunakannya untuk mengawasiku, tetapi aku tidak pernah mengira bahwa putraku akan mati karena ulahmu. Jadi, kurasa kita harus mengakhirinya di sini."     

Angin malam perlahan-lahan berhembus di ibukota, kedua tandu hijau itu diangkat dan dibawa pergi ke dalam kegelapan, dengan sebuah lentera redup yang tergantung di sisi salah satu tandu. Samar-samar, terdengar suara isak tangis seorang wanita dari salah satu tandu tersebut.     

Karena merasa ketakutan, seorang kasim istana melangkah maju. Di sampingnya, seorang pelayan istana berdiri membawa lentera, dan rombongan orang perlahan memasuki gerbang kecil istana.     

Tandu itu berjalan cukup jauh sebelum akhirnya mencapai bangunan tempat sang Putri Sulung tinggal untuk sementara. Tirai di tandu terangkat, dan sang Putri Sulung melangkah keluar, air mata terlihat mengalir di wajahnya. Para kasim dan pelayan dengan cepat menundukkan kepala mereka, mereka tidak berani mendongak. Sang Putri Sulung melangkah dengan lemas di atas jalan setapak, dan ia akhirnya mengusap air mata dari wajahnya. Tiba-tiba, ia tersenyum manis, memperlihatkan kecantikannya yang bagaikan pohon dedalu yang sedang mekar. Dengan suara lirih yang terdengar malu-malu, ia mengatakan. "Bunuh mereka."     

Tiba-tiba, kilauan mata pisau yang tak terhitung jumlahnya muncul! Para kasim tidak punya waktu untuk meminta maaf sebelum para gadis pelayan istana menghunus pisau dari lengan baju mereka dan menggorok leher para kasim itu. Di dalam aula istana malam itu, hanya terdengar suara tubuh kasim-kasim yang jatuh terjerembab di tanah.     

Rumah sang Perdana Menteri bukanlah kediaman yang terbesar di ibukota, tetapi kediaman itu adalah yang paling mewah. Bahkan kediaman milik Raja Jing ataupun keluarga-keluarga tertua dan terkaya lainnya tidak dapat menandingi kemewahan rumah sang Perdana Menteri. Pintu masuk dan dekorasi yang menghias rumah Perdana Menteri sekilas tidak terlihat terlalu mahal, tetapi bagi orang yang mengerti barang bagus, mereka akan terkesan oleh barang-barang yang dipajang di sana. Beberapa erabot di dalam kediaman itu, seperti beberapa kursi yang ditempatkan secara acak, bernilai kurang lebih setara dengan koleksi tumbuhan di kebun bibit milik Raja Jing.     

Tentu saja, istana tidak termasuk dalam perbandingan ini. Tidak ada yang berani membandingkan diri mereka dengan Istana Kekaisaran.     

Lin Ruofu telah mengumpulkan banyak harta kekayaaan selama dua puluhan tahun terakhir. Semua orang tahu tentang keserakahan dan kejahatannya. Benar-benar membingungkan bagaimana mungkin sang Kaisar belum menyadari kekayaan Lin Ruofu, walau pun Yang Mulia selalu mengawasi Perdana Menterinya itu dengan susah payah.     

Saat berjalan melewati teras, sang Perdana Menteri menyapa para pejabat yang datang untuk berbelasungkawa. Dia lalu masuk ke dalam dengan wajah yang agak kecewa. Para pejabat tahu bahwa suasana hati Perdana Menteri sedang buruk dan muram, sehingga mereka merasa tidak pantas untuk mengganggunya. Akhirnya, para pejabat yang berkunjung itu pun pamit untuk undur diri. Hanya segelintir pejabat dengan urusan mendesak yang tetap tinggal, dan mereka tampak bingung saat melihat perdana menteri langsung meninggalkan mereka.      

Lin Ruofu tampaknya menyadari bahwa beberapa pejabat masih menunggunya, dan dia pun kembali ke teras depan dan bertanya kepada mereka apa yang telah terjadi. Setelah memaksa dirinya sendiri untuk berurusan dengan urusan dan masalah yang dibawa para pejabat itu, dia akhirnya menyuruh mereka untuk pergi. Ketika para pejabat meninggalkan kediamannya, mereka berdua menyalahkan diri mereka sendiri sekaligus merasa sangat bersyukur. Sang Perdana Menteri tetap mengedepankan urusan negara di tengah-tengah tragedi yang menimpanya; sungguh dia adalah tonggak penopang bangsa.     

Lin Ruofu akhirnya kembali masuk ke dalam kediamannya lalu pergi ke ruang kerjanya dan duduk di depan mejanya. Untuk beberapa lama, dia tidak mengatakan sepatah kata pun.     

"Tuan, tidak pantas untuk bersikap jahat pada sang pangeran untuk saat ini." Teman terdekat sang Perdana Menteri sekaligus penasihatnya paling rahasia, Yuan Hongdao, memberinya secangkir teh. Yuan Hongdao sedang mengenakan pakaian berkabung, dan saat ia melihat Lin Ruofu yang memaksakan diri untuk tetap melanjutkan pekerjaannya, ia tidak bisa menahan perasaan sedihnya. "Kita tidak harus bicara sekarang. Anda harus istirahat, Tuan."     

Lin Ruofu menggelengkan kepalanya, dia terlihat khawatir sampai-sampai kerutan di atas alisnya terlipat tebal. "Memang beginilah keadaanya. Demi keturunanku, dan demi klan Lin, aku harus mempersiapkan rencanaku."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.