Sukacita Hidup Ini

Taburan Wijen di Tepi Danau



Taburan Wijen di Tepi Danau

0Fan Xian terkekeh dengan nakal, dia tidak menyangkal apa pun yang dikatakan Lin Wan'er sambil membelai tangan tunangannya itu. Meskipun dia adalah seorang perjaka dari dua dunia, dia adalah sosok dari generasi yang dipengaruhi oleh aktor porno Jepang bernama Taka Kato, dan Lin Wan'er sepertinya sedang kewalahan menghadapi rayuan Fan Xian. Gadis itu mulai merasa gugup, dan bergeser dari dari posisi duduknya di awal. Fan Xian memberanikan diri untuk bertanya. "Kamu bisa berbaring di pelukanku..."     
0

"Kakakku benar-benar pintar." Fan Sizhe duduk di dalam kereta, dia tidak mau keluar. Dia benci dengan banyaknya nyamuk yang bersembunyi di rerumputan. Dia menghela napas sambil mengagumi sepasang kekasih yang berada di tepi danau dari kejauhan. "Dia baru saja bertemu dengan calon kakak ipar, dan sekarang mereka sudah duduk berduaan. Mungkin sebentar lagi, mereka akan menikmati malam pertama yang lebih cepat dari jadwal yang telah ditentukan?"     

Fan Ruoruo terkikik. Meskipun ia tahu tentang kunjungan rahasia kakaknya ke kamar tidur Wan'er, ia tidak tahu seberapa sering kakaknya melakukan kunjungan itu. Jadi ketika ia melihat pemandangan itu, dia juga merasa kagum dan terkejut.     

"Keluar sana, aya bantu menurunkan muatan." Ruoruo memukul Fan Sizhe di bagian kepala dekat telinga sambil tertawa. "Aku tidak ingin menyuruh para penjaga."     

Fan Sizhe menatapnya. "Lalu apa gunanya mereka di sini?"     

Fan Ruoruo tersenyum. "Ada para gadis pelayan, tapi mereka tidak sekuat kamu."     

Entah apa alasannya, Fan Sizhe merasa takut saat melihat senyuman Fan Ruoruo. Dia pun dengan patuh turun segera dari kereta dan mulai membantu para gadis pelayan untuk menurunkan barang-barang yang dimuat. Gadis-gadis pelayan itu bertubuh kecil, jadi tidak heran jika Fan Ruoruo ingin adiknya untuk membantu mereka. Fan Xian telah membawa banyak barang dalam rekreasi kali ini. Butuh waktu cukup lama bagi Fan Sizhe dan gadis-gadis pelayan untuk menurunkan semuanya dari kereta.     

Fan Sizhe menyeka keringat di alisnya, dan berteriak ke arah seberang danau. "Kakak! Semua barang muatan telah diturunkan. Punyamu yang mana?"     

Fan Xian sedang duduk di tepi danau ketika dia mendengar teriakan Sizhe. Dia tiba-tiba menepuk kepalanya sendiri saat menyadari sesuatu. Karena merasa malu, dia meminta maaf kepada Wan'er, lalu dia segera berdiri dan membersihkan serpihan rumput di pantatnya. Dia berjalan kembali ke kereta dan mulai memberi perintah untuk mempersiapkan segalanya.     

Setelah Fan Xian menetap di ibukota, neneknya mengirimkan semua barang yang dia tinggalkan di Danzhou, sehingga barang-barang tersebut dapat digunakan di hari itu. Ada tiga tenda buatan tangan, rak barbekyu dari besi, beberapa jaring panggangan dari logam, dan kotak kecil yang masing-masing berisikan lada, jintan, garam, dan bumbu-bumbu lainnya.Juga ada rebung, telur, ikan, lobak, satu balok besar tahu, dan sekantong arang; singkatnya, semua alat dan bahan yang dibutuhkan dalam acara barbekyu.     

Gadis-gadis pelayan menunjuk ke tumpukan kain dengan rasa ingin tahu. "Apa ini?"     

"Tenda," Fan Xian menjelaskan dengan ramah.     

Mereka terpesona. "Inikah yang digunakan oleh militer?"     

Fan Xian pun tersenyum. "Di malam hari, kita bisa menyaksikan bintang-bintang di tepi danau." Saat melihat wajah tampan Fan Xian yang tersenyum serta kelembutan dari tatapan matanya, para gadis pelayan berhenti bertanya; mereka pun dengan malu-malu memalingkan muka dan pergi.     

Setelah Fan Xian menyalakan api dengan menggunakan arang, seorang pelayan datang untuk mengambil alih tugasnya. Fan Xian kemudian meletakkan sebongkah batu di atas panggangan sebagai pemberat, dan dengan hati-hati mengoles panggangan dengan saus kedelai dan bumbu-bumbu lainnya. Baru setelah itu dia menusuk beberapa ekor ikan dengan tusuk sate. Samar-samar tercium aroma manis bercampur dengan arang dari panggangan itu. Dia mengendus aroma sate ikan yang sedang dimasaknya dan memandang ke arah Wan'er yang duduk sendirian di seberang danau. Fan Xian memastikan bumbu yang dia gunakan untuk memanggang tiga tusuk sate ikan itu tidak terasa terlalu kuat. Dia lalu memberikan adik laki-laki dan perempuannya masing-masing satu tusuk ikan panggang, kemudian dia beranjak ke tepi danau dan duduk di samping Lin Wan'er.     

"Ambil ini," katanya, sambil tersenyum.     

Lin Wan'er menatapnya dengan curiga. Apakah tunangannya itu benar-benar jago memasak? Ia mengambil sate ikan itu lalu menggigit dan mengunyahnya perlahan-lahan. Matanya pun semakin lama semakin terlihat cerah, ia memandang Fan Xian dan tertawa, namun menahan diri untuk memuji Fan Xian. Lin Wan'er mulai menggigit sate ikan itu dengan gigitan lebih besar, namun daging sate itu masih terlalu panas. Dengan terpaksa ia memuntahkan isi mulutnya, lalu menjulurkan lidahnya yang melepuh. Sambil terengah-engah ia mengipasi mulutnya yang kepanasan dengan tangannya.     

Tindakannya itu lucu sekali. Ia benar-benar terlihat menggemaskan dan imut bukan main.     

Fan Xian menatap bibir Lin Wan'er yang tebal, dan tiba-tiba, dia teringat dengan paha ayam, di saatpertama kali mereka bertemu di Kuil Qing dahulu."Chen'er," ucapnya menggoda, "Aku telah membawakanmu banyak sekali paha ayam dalam beberapa hari terakhir ini. Kok bisa kamu masih merasa lapar?"     

Lin Wan'er geram dan menampar wajah Fan Xian. "Jika aku tahu kamu jago memasak, aku tidak akan memakan paha ayam dinging yang kau berikan!"     

Fan Xian tertawa sampai tubuhya hampir jatuh ke belakang. Tunangannya benar-benar sosok gadis yang bersemangat. Terkadang ia tersipu malu, menundukkan kepalanya dan tidak berani berbicara; di lain waktu, ia menjadi galak, tubuhnya yang lemah dan sakit-sakitan tiba-tiba berubah menjadi tubuh seekor harimau betina. Singkatnya, Lin Wan'er manis dan imut.     

Lin Wan'er memandang jauh dan melihat tempat barbekyu menjadi ramai, lebih ramai daripada di tepi danau. Fan Sizhe yang sudah menghabiskan ikannya dan mulai memerintahkan para gadis pelayan untuk memanggang jagung. Hanya Ruoruo yang makan dengan anggun sambil berjalan-jalan di sekitar tepi hutan. Entahlah apakah ia sedang menikmati pemandangan atau sedang memikirkan sesuatu.     

Perhatian Lin Wan'er jatuh pada tumpukan barang-barang yang telah diturunkan dari kereta. Lin Wan'er semakin merasa bahwa ada sesuatu yang aneh dari tunangannya. "Dalam beberapa tahun terakhir, kami biasanya makan di dalam vila, dan aku belum pernah melihat para gadis pelayan begitu bahagia ... Aku juga belum pernah melihat begitu banyak benda-benda aneh seperti yang kamu bawa hari ini."     

Fan Xian tersenyum sambil menjelaskan. "Meskipun mereka hanyalah gadis pelayan, mereka adalah pelayan yang menghabiskan hari-hari mereka bersama denganmu dalam kemewahan. Berapa banyak dari mereka yang pernah memasak makanan? Mungkin masakan dari barbekyu ini bukan yang terbaik, tetapi perasaan yang didapat dari memasak makanan kita sendiri dapat mengubah cara pengecap lidah kita dalam menilai rasa makanan. "     

"Pengecap lidah?" Lin Wan'er tampak bingung, ia menatap Fan Xian dengan matanya yang lebar.     

"Lidah kita memiliki tonjolan-tonjolan kecil yang membuat kita merasakan berbagai macam rasa." Fan Xian sadar bahwa ini adalah hal yang sulit untuk dijelaskan.Lagipula, mata telanjang tidak sejeli mikroskop. "Itu kenapa bagian belakang lidah merasakan rasa pahit, dan bagian depan lidah merasakan rasa manis," jelasnya.     

Lin Wan'er pun tertawa. "Kamu tahu banyak tentang hal-hal seperti ini. Sudah jelas bahwa kamu adalah murid Tuan Fei."     

Ketika Fan Xian mendengar Lin Wan'er menyebutkan nama Fei Jie, dia merasa gelisah. Dia memiliki hubungan guru dan murid yang baik dengan Fei Jie, dan dia sekarang telah berada di ibukota selama beberapa. Bahkan Chen Pingping pun telah kembali ke ibukota; mengapa Fei Jie tidak kunjung kembali? Sepertinya ada yang aneh. Untuk sekarang Fan Xian mengesampingkan masalah ini dari benaknya. Dia lalu membalas tatapan Wan'er yang sedang mengagumi dirinya. Fan Xian menyiapkan alat panggangan kecil hanya untuk mereka berdua, lalu dia mengambil beberapa bahan. Mereka mulai memasak dan makan bersama. Jelas saja, sebagian besar makanan dimasak Fan Xian, sedangkan yang paling banyak makan adalah Lin Wan'er.     

Sambil menikmati aroma daging panggang, sepasang kekasih itu menikmati barbekyu mereka.     

"Hm, aku belum pernah merasakan bumbu seperti ini sebelumnya." Lin Wan'er menjulurkan ujung lidahnya dan menjilat biji wijen yang ada di tepi mulutnya. Ia menghela napas dengan puas. "Baunya enak sekali."     

"Sungguh? Kita punya banyak biji wijen, dan jenis yang ini termasuk langka." Fan Xian bertanya-tanya mungkinkah dia menemukan bahan-bahan seperti ini jika dia tidak memiliki hubungan yang dekat dengan para penjaga toko di Balai Qingyu. "Kalau kamu mau, kamu bisa makan seperti ini setiap hari setelah kita menikah."     

Raut wajah Lin Wan'er berubah dengan cepat - tentu saja, ia tidak marah, tetapi seperti biasanya ia menundukkan kepala karena tersipu malu ketika mendengar kata "pernikahan". Namun hari ini situasi itu terasa kurang pantas. Ada sisa-sisa minyak di bibir dan hidungnya, ia terlihat seperti orang yang baru mencuri makanan dari dapur. Bagaimana mungkin ia bisa berani membalas tatapan pemuda di depannya itu?     

Fan Xian tertawa ketika dia melihat wajah Lin Wan'er. Tunangannya itu bukan gadis yang sangat cantik, tapi entah mengapa, di mata Fan Xian, Lin Wan'er adalah sosok gadis yang sempurna, apapun yang dikenakan gadis itu selalu terlihat menggemaskan.     

Ketika ia melihat Fan Xian menertawakannya, Lin Wan'er terlihat seperti harimau yang hendak menerkam mangsanya.      

Fan Xian pun dengan cepat membentangkan tangannya lebar-lebar untuk membiarkan dirinya diterkam.     

Sementara itu, terdapat sebatang pohon besar yang berdiri di tengah danau. Pohon ini menghalangi pandangan para gadis pelayan dari seberang danau untuk melihat tempat Fan Xian dan Wan'er berada. Fan Xian mengira bahwa dia bisa memeluk tunagannya di tempat terbuka, tapi nyatanya Lin Wan'er tampak malu dan ia enggan dipeluk oleh Fan Xian.     

Fan Xian hanya bisa menggelengkan kepalanya. Dia mengeluarkan saputangan dan membasuhnya dengan air danau, kemudian kembali duduk di sebelah Lin Wan'er. Dia menatap wajah tunangannya dan dengan hati-hati menyeka noda abu di hidung dan dagu Lin Wan'er.     

Mereka sangat berdekatan, Wan'er mulai merasa gugup ketika merasakan kehangatan dan kelembutan tatapan calon suaminya, dan ia menggenggam ujung roknya erat-erat. Fan Xian bingung untuk sesaat ketika menyadari bahwa Wan'er sedang gugup. Tangannya berhenti mengusap pipi Wan'er, dan tatapan mata mereka saling bertemu. Seolah-olah mereka bernapas di saat yang bersamaan, dada mereka bergerak naik dan turun dengan kecepatan seirama yang perlahan-lahan bertambah cepat.     

Tetapi pikiran mereka ternyata tidak sama dengan tindakan mereka. Fan Xian menundukkan kepalanya ... dan mencium dahi Wan'er tanpa berkata sepatah kata pun.     

Lin Wan'er merasa terkejut, malu, tetapi juga sedikit kecewa. Ia hendak mengumpati Fan Xian sebelum kecupan Fan Xian mengenainya - kecupan yang terasa basah, lembut, harum dan manis.     

"Aiya!" Fan Xian menyadari bahwa Wan'er sedang menggigit bibir bawahnya. Dia dengan cepat berdiri untuk menjauhkan bibirnya dari tempat kejadian perkara itu.     

Dia menatap Wan'er, tapi melihat bahwa ada senyum yang tersungging di wajahnya. Senyumnya bagaikan sinar matahari di musim semi. Permukaan air danau mengalir dengan tenang bagaikan cermin, menyentuh hati mereka. Wan'er terlihat imut ketika ia berusaha menahan untuk tidak tersenyum, sambil menunjukkan gigi depannya yang seputih mutiara ... dan dia juga terlihat imut ketika dia menggigit bibir bawahnya.     

Fan Xian terpikat olehnya, dia menggunakan keberaniannya yang tersisa untuk menarik Wan'er ke pelukannya dan tidak membiarkannya kabur. Jari-jari tangan Fan Xian dengan lembut membelai pipi tunangannya. "Harimau kecilku," ucapnya dengan lembut, "Awas, hati-hati, jika tidak aku akan menerkamu."     

Tubuh Lin Wan'er menjadi kaku saat berada di pelukannya, matanya bagaikan danau di musim semi. Ia tersipu malu sekaligus kebingungan. Wan'er menggigit bibir bawahnya dan memandang Fan Xian. "Aku tidak enak badan," katanya, "bisakah kamu melepaskanku?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.