Sukacita Hidup Ini

Kisah Tentang Dua Peri yang Berkelahi



Kisah Tentang Dua Peri yang Berkelahi

0Lepaskan? ... mengapa dia harus melepaskannya? Tetapi ketika melihat Wan'er yang sepertinya menikmati pelukannya, Fan Xian tidak bisa seperti Liuxia Hui [1][1] dan mengabaikan api yang membara di dalam dirinya. Jika Fan Xian melepaskannya, dia tidak akan pernah bisa memaafkan dirinya sendiri. Tidak perlu menolak sesuatu yang sudah diberikan kepadanya.     
0

Maka, mereka berdua pun berpadu menjadi satu.     

...     

...     

Meskipun pepohonan menyembunyikan mereka dari pandangan para pelayan, permukaan air danau mencerminkan berbagai macam pemandangan, dan pemandangan pasangan yang intim ini seharusnya bisa dilihat oleh para gadis pelayan. Tapi mereka cerdas dan sebenarnya sudah mengetahui tindakan Fan Xian; masing-masing dari mereka memalingkan wajah, beberapa pelayan berpura-pura membalik irisan daging, beberapa berpura-pura memeriksa kotak rias Nona Muda, sementara beberapa tidak tahu apa yang harus dilakukan dan hanya bisa berpura-pura mengalami kaki yang terkilir.     

Fan Sizhe sedang sibuk mengunyah makanan dengan bahagia sehingga dia tidak memperhatikan "Dua peri yang sedang berkelahi" di seberang sungai. Sedangkan Ruoruo saat itu sedang berjalan-jalan di hutan; dia sepertinya tidak memperhatikan apa yang sedang terjadi di sana. Para pelayan sama sekali tidak berusaha untuk menghentikan perilaku Fan Xian yang tidak pantas ini, karena Fan Xian telah menyuap mereka beberapa hari sebelumnya.     

Jika urusannya terkait dunia politik, ini sama halnya dengan menyuap pejabat yang memegang kuasa. Dan di dalam urusan rumah tangga, pelayanlah yang memiliki kuasa. Fan Xian mengerti itu, dan itu kenapa dia memberi mereka berbagai macam hadiah dengan uang yang dia dapatkan dari posisinya sebagai fungsionaris Kuil Taichang dan bisnis Toko Buku Danbo yang selalu menguntungkan. Para pelayan perempuan merasa senang, dan hati mereka telah berhasil dimenangkan oleh calon suami majikan mereka.     

Tidak ada dari pasangan muda itu yang tahu berapa lama mereka bercengkrama dan bermesraan. Keduanya terengah-engah dengan rambut mereka yang sedikit berantakan, terlihat agak menyedihkan. Mereka lebih cocok jika disebut habis bertengkar ketimbang habis berhubungan intim.     

Lin Wan'er menyisir rambutnya dengan tangan sambil melirik ke arah para pelayan yang berada di kejauhan, yang sepertinya tidak memperhatikan ulahnya barusan. Tetap saja, ia merasa cukup kesal dan menatap marah pada Fan Xian. Berhubungan intim di siang bolong adalah suatu hal yang benar-benar konyol. Meski begitu, aroma manis yang melekat di bibirnya membuat jantung Wan'er berdebar kencang.     

"Apa yang kamu takutkan? Aku tidak pernah melihatmu segugup ini di malam-malam sebelumnya." Fan Xian menggodanya. Dengan menggunakan "jari-jarinya yang nakal", dia dengan lembut menjentikkan daun telinga Wan'er.     

Wan'er hanya bisa menghela napas dengan enteng. Ia mengepalkan tangannya yang kecil dan memukul dada Fan Xian.     

"Sang suami sedang dibunuh." Ini adalah lelucon yang sering digunakan oleh Fan Xian dan teman-temannya di kehidupan sebelumnya. Tetapi bagi Wan'er, lelucon itu terdengar baru.     

Wan'er menggigit pergelangan tangan Fan Xian, dan dia dengan susah payah menahan diri agar tidak berteriak. Dia berusaha tersenyum dan berkata, "Kedua peri sedang tidak berkelahi, kamu kenapa sih?"     

"Peri-peri yang berkelahi" berasal dari bab ke tujuh puluh tiga dari Dream of the Red Chamber. Di dalamnya, Suster Sha yang bersifat polos mengambil sebuah kantung kemasan di Grand View Garden. Di luar kantung itu terdapat sebuah sulaman yang menggambarkan seorang pria dan wanita sedang berpelukan sambil telanjang. Suster Sha tidak menyadari bahwa itu adalah adegan porno dan dia mengira bahwa dua orang itu adalah dua peri yang sedang berkelahi. Kemudian dia memberikan kantung kemasan itu kepada Lady Xing dan terlahirlah kisah ini.     

Seharusnya tidak ada seorang pun di sini yang mengetahui cerita ini. Namun, baru-baru ini, Lin Wan'er telah mengetahui bahwa calon suaminya sendiri mempunyai toko buku, dan Story of the Stone adalah buku yang terlaris di sana. Lin Wan'er meminta Fan Xian untuk "menyalin" beberapa bab dari buku tersebut. Ketika mendengar kata "dua peri yang sedang berkelahi", wajah Wan'er pun memerah. "Kamu pikir aku ini siapa?"     

Fan Xian mencibir, "Orang yang baik, tentunya. Ada orang yang mengatakan, peri-peri berkelahi dengan sepenuh hati. Selain itu, yang kita lakukan adalah pertengkaran dua peri."     

"Cih! Persetan dengan omong kosongmu. 'Ada orang lain'? Tolong jangan bawa-bawa mereka dalam urusan ini." Lin Wan'er tertawa. "Ngomong-ngomong, apa perbedaan antara pertengkaran dan perkelahian peri-peri?"     

"Jadi, di dalam sebuah perkelahian, kamu menggunakan seluruh tubuh. Sedangkan di dalam sebuah pertengkaran, jelas ... kamu hanya menggunakan mulutmu."     

"Mati sana."     

"Suatu kehormatan jika aku mati di tanganmu."     

----------------     

Mudah saja bagi sepasang kekasih untuk menghabiskan waktu mereka di Taman Musim Panas. Tidak terasa, hari telah beranjak siang. Entah bagaimana caranya Ruoruo bisa mengingatkan para wanita pendamping yang berada di luar bahwa mereka harus melakukan sesuatu. Mereka pun datang ke Fan Xian dengan wajah-wajah tersenyum; sepertinya mereka telah menerima banyak hadiah dari keluarga Fan.     

Tapi Fan Xian masih tidak suka melihat mereka, karena, dengan kedatangan mereka, itu berarti waktunya bersama Wan'er sudah berakhir. Dia pun berdiri dan menjauh dari Wan'er.     

Ikan bakar Fan Xian tidak bisa disebut makan siang. Jadi, mereka semua beranjak menuju kediaman gunung untuk makan siang di halaman villa. Saat para pelayan pergi untuk menyiapkan makanan, tiba-tiba terdengar suara kereta kuda datang. Fan Xian dan Lin Wan'er berdiri pada saat bersamaan, seolah-olah mereka sudah tahu siapa itu. Ketika melihat kereta-kereta yang datang keduanya berdiri dan saling berpandangan dalam kebingungan.     

Fan Xian dan Lin Wan'er masing-masing telah mengundang tamu tanpa memberi tahu yang lain. Setelah melihat tamu tunangannya yang datang, keduanya terkejut. Wan'er merasa cemas dan prihatin saat mengetahui tamu yang diundang Fan Xian, sedangkan Fan Xian merasa gugup ... dan pusing.     

Lin Wan'er telah mengundang Ye Ling'er. Wan'er tahu tentang pertarungan yang terjadi antara sahabat dan calon suaminya beberapa hari yang lalu, jadi ia mengundang Ling'er hari ini dengan tujuan agar keduanya lebih mengenal satu sama lain. Fan Xian mengetahui tujuan Wan'er, sehingga dia menyambut Ling'er dengan tersenyum. Dia menangkupkan tangan dengan hormat, "Senang bertemu denganmu, Nona Ye."     

Meskipun hidungnya masih sakit, Ye Ling'er tidak terlihat canggung sedikit pun. Dia menanggapi Fan Xian, "Senang bertemu denganmu juga, Tuan Fan. Aku sangat terkesan dengan kemampuanmu."     

Fan Xian terkekeh, meskipun dalam benaknya dia merasa agak canggung. Apakah mereka sedang membuat film sejarah?     

Fan Sizhe memperhatikan adegan itu lalu dia berkata pada Ruoruo dengan suara yang pelan, "Kak, aku mengerti sekarang. Calon kakak ipar kita ingin menjadi juru damai." Fan Ruoruo setuju dengan adiknya dan hendak menyapa Wan'er ketika yang berikutnya dikatakan adiknya membuatnya berhenti. Fan Sizhe berkata dengan suara mesum, "Sepertinya kakak laki-laki kita menyukai perempuan itu."     

Fan Ruoruo membentak dan memukul kepala Fan Sizhe. Dengan suara pelan dia memarahi adiknya, "Jangan mempedulikan keinginan kakak kita! bahkan jika dia menyukainya, dengan kedudukan yang dimiliki Ling'er, itu tidak akan terjadi." Dalam hatinya, asalkan Fan Xian mencintai pasangannya, Ruoruo tidak peduli siapa yang dinikahi kakaknya. Fan Xian pun memegang logika berpikir yang sama.     

Dari kereta satunya turunlah seorang pria gemuk. Bersama dengan seorang pengasuh, ia melihat-lihat sekelilingnya dengan kebingungan. Fan Xian menatap Ruoruo, dia memberi isyarat kepada saudarinya untuk membawa Ye Ling'er masuk untuk beristirahat. Dengan satu tangan, Ruoruo pun dengan lembut menarik lengan Wan'er.     

Saat melihat pria gendut itu, Lin Wan'er menutupi mulutnya dengan tangan, tetapi ucapannya masih samar-samar terdengar. Dia menatap Fan Xian dengan tatapan penuh rasa terima kasih.     

"Sana." Fan Xian tersenyum dan memberi semangat kepada Wan'er, kemudian mereka berdua berjalan menuju kereta. Setelah melihat Fan Xian, wajah kebingungan si pemuda gemuk itu langsung berubah menjadi kegembiraan. Dia maju dan meraih tangan Fan Xian sambil berteriak, "Xianxian kecil!"     

"Dabao, bukankah kita sudah sepakat untuk tidak menjuluki aku seperti itu?" Fan Xian tersenyum canggung.     

Lin Wan'er awalnya agak sedih ketika tahu bahwa kakaknya sendiri sepertinya telah lupa dengan dirinya. Tapi setelah mendengar nama panggilan Fan Xian, ia pun tidak bisa menahan tawa. "Xianxian kecil?"     

Fan Xian hanya bisa mengangguk.     

"Terima kasih," Lin Wan'er memandang Fan Xian dengan rasa terima kasih, "Kamu tahu tidak mudah bagiku untuk bisa bertemu dengannya."     

"Sama-sama" Fan Xian tersenyum. Dia berbalik dan menepuk bahu Dabao. "Tidak ada polo hari ini, Dabao, tapi kita bisa melakukan hal-hal lain yang menyenangkan."     

Di bawah bukit, setelah melewati sebuah balai, mereka bisa melihat sebuah danau hijau di kaki pegunungan. Dabao mendengus dan menggelengkan kepalanya. "Xianxian kecil, airnya hijau, bukan biru."     

Fan Xian menghela napas, "Karena airnya tidak cukup dalam."     

"Kalau begitu mari kita lihat seberapa dalam itu."     

Fan Xian awalnya berencana membawa Dabao ke sini karena, pertama, dia tidak ingin kakak iparnya bosan di rumah, dan kedua, dia bisa membiarkannya bermain bersama dengan Fan Sizhe, karena mereka berdua adalah anak kecil. Tetapi entah bagaimana, Fan Sizhe mengetahui rencana Fan Xian dan dia segera menjauh begitu melihat Dabao. Tangan Fan Xian ditarik oleh Dabao, yang hendak menuruni bukit. Sepertinya makan siang kali ini adalah sebuah kegagalan.     

Ketika mereka berdua hendak berjalan turun, Dabao tiba-tiba menoleh dan menatap Lin Wan'er dengan tatapan serius, "Adik perempuan, mengapa kamu tidak ikut?"     

Lin Wan'er terkejut sejenak, lalu dia merasakan sesuatu yang menyentuh hatinya. Kakaknya yang cacat mental ternyata masih ingat dengan saudarinya sendiri, yang baru pernah bertemu beberapa kali. Dia segera menerima ajakan Dabao dan menggandeng tangan kakaknya yang satunya.     

...     

Langit telah gelap, dan suara orang-orang yang sedang bermain mahjong bisa terdengar dari kejauhan. Para penjaga minum-minum bersama; tugas mereka ringan, suasana di sana begitu tenang dan damai sampai-sampai penjagaan mereka menjadi lengah. Para gadis pelayan merasa lelah dan mereka tertidur setelah minum anggur kuning. Sedangkan para majikan mereka sudah lebih awal pergi beristirahat di kamar mereka masing-masing. Sesekali terdengar suara katak dan ikan di danau. Selain suara-suara itu, suasana di Taman Musim Panas milik keluarga Kaisar sangat hening.     

Di tepi danau, terdapat sebuah tenda yang bersembunyi di balik hutan, di bawah sinar bulan yang redup, sambil menghadap ke arah angin malam yang bertiup melintasi danau. Di malam yang hening ini, dua orang di dalam tenda itu sedang saling berbisik.     

[1] Liuxia Hui adalah seorang pejabat di dalam sejarah Tiongkok yang bersifat mulia, dia dapat mengendalikan nafsunya terhadap wanita.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.