Sukacita Hidup Ini

Perjamuan Malam



Perjamuan Malam

0Tiga hari setelah setelah negosiasi berakhir, istana terlihat meriah. Lentera-lentera merah raksasa digantung tinggi di atas gerbang, dan tamu-tamu terhormat lewat di bawahnya. Kerajaan Qing menjadi tuan rumah perjamuan ini, dan para tamu yang diundang berasal dari Qi Utara dan Dongyi. Mereka saling menyapa dengan senyum dan berjalan melalui terowongan menuju istana Kekaisaran. Dilihat dari raut wajah para hadirin dari ketiga negara tersebut, perang dan segala bentuk kekerasan mengerikan yang lainnya seolah-olah tidak pernah terjadi sama sekali.     
0

Perjamuan diadakan tepat di luar istana, pada Aula Doa.     

Para gadis pelayan istana yang datang untuk menyiapkan piring dan minuman keras terlihat sangat cantik. Fan Xian tersenyum dan mengangkat alisnya sambil memperhatikan mereka bekerja. Gadis-gadis istana pun tersipu malu saat mereka sadar bahwa Tuan Fan yang muda dan tampan sedang mengawasi mereka. Sesekali, mereka juga melirik ke arah Fan Xian.     

Kerumunan tamu sudah berkumpul, namun suasana di aula hening. Di pihak Qing terdapat banyak tokoh-tokoh ternama dan beberapa bangsawan yang belum pernah ditemui Fan Xian sebelumnya. Hanya Direktur Chen dan sang Perdana Menteri saja yang tidak hadir dengan beralasan sakit. Para anggota delegasi diplomatik dari Qi Utara dan Kota Dongyi duduk di seberang meja-meja yang ditempati orang-orang Qing.     

Meskipun pangkatnya rendah, Fan Xian masih menjabat sebagai wakil duta, dan dia diberikan tempat duduk bersanding dengan para pejabat tingkat tinggi yang jauh lebih tua darinya. Tentu saja, tempat duduknya membuatnya merasa tidak nyaman. Namun, lelaki tua yang duduk di sebelahnya berkata sambil tersenyum, "Pesta ini melibatkan banyak formalitas, tetapi Yang Mulia selalu ramah. Tidak perlu gugup."     

Orang tua yang baru saja berbicara itu adalah pejabat Dewan Ritus, Zhang Zigan. Karena sebelumnya Fan Xian telah menghajar anak Direktur Dewan Ritus, dia diam-diam curiga dengan Zhang Zigan. Tetapi setelah menyadari bahwa tidak ada nada yang menunjukkan dari ucapan pria tua itu, Fan Xian menjawab sambil tersenyum, "Karena saya datang dari desa yang sederhana, saya belum pernah melihat kemegahan seperti ini. Jika saya salah tingkah, tolong beri saya arahan."     

Zhang Zigan membelai janggutnya seraya berkata, "Sudah dikatakan sebelumnya bahwa keberadaanmu memberikan kontribusi yang signifikan dalam berjalannya negosiasi dengan Qi Utara. Oleh sebab itu, tidak ada seorang pun di istana yang akan menyerangmu, tetapi kamu harus waspada terhadap orang-orang itu."     

Mereka berdua menoleh dan melihat Chang Ninghou dari Qi Utara yang dengan malas menunggu kedatangan seseorang; meja pertama masih kosong — semestinya meja itu disediakan untuk Zhuang Mohan. Dan yang duduk di ujung meja Dongyi adalah seorang pria paruh baya yang berperawakan besar. Dia membawa pedang panjang di pinggangnya. Fan Xian mengerutkan keningnya, "Kenapa dia diperbolehkan masuk ke istana membawa pedang?"     

"Dia adalah pengecualian; Yang Mulia sendiri-lah yang mengizinkannya. Dalam peraturan Sekolah Sigu, pedang tidak dapat berpisah dari pemiliknya." Zhang Zigan menjelaskan seolah-olah ia sedang berbicara dengan keturunan keluarganya sendiri.     

"Jadi dia Yun Zhilan, kepala para murid Ahli Pedang Sigu?" Fan Xian menghirup udara dingin dan sedikit menyipitkan matanya saat dia sekilas merasakan adanya niat membunuh dari pendekar ahli pedang yang bertubuh besar itu.     

Dalam beberapa hari terakhir, Qing sengaja mengabaikan duta Dongyi. Tampaknya suasana hati pendekar pedang peringkat sembilan ini sedang tidak baik. Saat dia duduk di istana Qing, seluruh tubuhnya sedingin dan sekaku es.     

Fan Xian menatap alis Yun Zhilan yang berbentuk seperti bilah pisau. Kebetulan, pada saat yang bersamaan Yun Zhilan balas menatapnya.     

Pandangan mereka bertemu, seperti dua sambaran petir yang membelah udara.     

Beberapa saat kemudian, Fan Xian menyerah dan membuang tatapannya ke bawah, lalu berdeham. Bahkan tatapan Yun Zhilan pun penuh dengan 'pedang.'     

Pada saat itu, semua orang di aula sedang memperhatikan keduanya. Mereka semua tahu bahwa Fan Xian telah membunuh dua murid perempuan Sigu di Jalan Niulan. Alasan Kota Dongyi mengirim duta mereka adalah untuk mengurus masalah ini. Tetapi kebanyakan orang yang melihat percaya bahwa pendekar pedang yang satu ini, Yun Zhilan, tidak akan ragu untuk menghabisi Fan Xian.     

Fan Xian beruntung, karena sang Putra Mahkota di Istana Timur telah membuat pengaturan sebelumnya tentang kasus ini. Tidak ada seorang pun dari pihak Qing, faksi manapun itu, yang berani menertawakan Fan Xian atas kejadian itu. Dengan adanya musuh dari negara asing di depan mereka, semua orang dari Qing menatap tajam ke arah Yun Zhilan, dan suasana di aula langsung berubah menjadi tegang.     

Wajah Fan Xian terlihat datar. Dia diam-diam mengatur zhenqi-nya, mempersiapkan dirinya untuk segala sesuatu yang mungkin terjadi.     

Untungnya, pada saat itu, suara alat musik mulai terdengar samar di kejauhan. Di antara alunan musik istana yang khidmat, seorang kasim berteriak, "Yang Mulia telah tiba." Orang yang memegang otoritas paling besar di dunia, satu-satunya penguasa Qing, Yang Mulia Kaisar berjalan bersama permaisurinya ke depan. Dengan senyum cerah, mereka berdiri di samping singgasana naga.     

"Kami berharap Yang Mulia berumur panjang."     

Para pejabat Qing semuanya berlutut, sementara para duta asing membungkuk.Ketegangan telah digantikan oleh suasana yang lebih syahdu.     

Sang Kaisar duduk tinggi di singgasananya, dengan sang Permaisuri mendampingi di sebelahnya. Sang Putra Mahkota juga memiliki tempat duduknya sendiri dua langkah di bawah orang tuanya. Untuk acara yang seperti ini, para pangeran lainnya tidak akan ada di sini. Sang Kaisar memperhatikan para hadirin dan berkata, "Kalian dipersilakan berdiri."     

Para hadirin pun berdiri, dan perjamuan resmi dimulai. Duta dari Qi Utara naik terlebih dahulu dan melantunkan puji-pujian bersama dengan beberapa ucapan persahabatan antara kedua negara mereka. Setelah itu Yun Zhilan dari Dongyi naik dan dengan tanpa ekspresi mengatakan beberapa patah kata.     

Sang Permaisuri tersenyum dan diam-diam bergumam kepada Yang Mulia, "Orang dari Dongyi satu ini cukup sombong." Perbincangan ini tidak terdengar oleh orang lain.     

"Dia adalah kepala murid dari Pedang Sigu. Jika dia tidak sombong, dia mungkin tidak akan berani mengayunkan pedangnya, terutama tidak di sini."     

Gadis-gadis istana menyajikan makanan, dan para pejabat mulai menyantap jamuan yang disediakan. Tidak ada yang berani mengatakan apa pun. Yang Mulia belum berbicara, jadi mereka semua tetap diam.     

Karena merasa canggung, Fan Xian menundukkan kepalanya sambil mengamati orang-orang yang duduk di seberangnya. Meja yang tadinya kosong sekarang ditempati oleh seorang pria tua. Meskipun usianya yang sudah uzur terlihat dari wajahnya, matanya masih jernih, dan kerutan di wajahnya, sepertinya menyembunyikan kebijaksanaan yang tak terhitung jumlahnya. Pria tua itu mengenakan jubah seputih awan yang menutupi perawakannya yang pendek. Sudah jelas, orang itu pasti adalah Zhuang Mohan.     

Fan Xian tidak melihatnya duduk. "Jadi," pikirnya sambil memutar otak, "dia pasti tiba pada saat bersamaan dengan sang Kaisar. Kalau begitu, maka desas-desus itu pasti benar. Sang Permaisuri pasti menyukai Zhuang Mohan, yang selama ini tinggal di dalam istana."     

Sementara Fan Xian diam-diam mengamati pria tua itu, sang Kaisar dan Permaisuri justru sedang mengamati Fan Xian. Sang permaisuri meneguk sedikit minuman keras dan berkata, "Pemuda itu adalah Fan Xian, calon menantu laki-laki kita."     

Yang Mulia pun tersenyum, "Dia jelas tampak tampan, dan dia juga mempunyai reputasi yang baik dalam menulis puisi... Belum lagi hari ini di istana, ada dua shaoqing yang telah memuji bakatnya. Aku sangat penasaran kenapa sang Putra Mahkota berusaha keras untuk menjalin hubungan baik dengan pemuda ini."     

Sang Permaisuri tersenyum dengan paksa, "Mungkin sang Putra Mahkota paham akan pentingnya memiliki hubungan yang baik? Lagi pula, Fan Xian akan segera menjadi menantu sang Perdana Menteri."     

"Oh, hubungan baik?" Yang Mulia tidak tersenyum, dia juga tidak melihat ke arah permaisurinya. Sebaliknya, Yang Mulia menatap putranya yang duduk di bawah, "Sepertinya dia telah mengerti sekarang."     

Meskipun masih ada sedikit ketidakpuasan, sang Permaisuri merasa bahwa suasana hati Yang Mulia sedang baik hari ini, karena Dia biasanya jarang memberikan penilaian langsung terhadap sang Putra Mahkota. Sang Permaisuri pun berkata dengan gembira, "Ketika dia tumbuh dewasa, dia akan menyadari banyak hal."     

Sang Kaisar hanya tersenyum tanpa mengatakan apa-apa.     

...     

Hanya beberapa saat setelah perjamuan dimulai, Fan Xian sudah minum tanpa henti. Entah karena kegugupannya atau sesuatu hal yang lain, tidak ada yang tahu. Alkohol yang disajikan kurang lebih sejenis dengan anggur kuning; kadar alkoholnya tidak terlalu kuat dan rasanya manis dan asam. Fan Xian tidak merasa bahwa dirinya minum terlalu banyak. Tetapi di mata para pejabat yang hadir, Fan Xian minum seperti binatang buas. Bahkan Zhang Zigan sampai merasa perlu untuk memperingatkannya, "Tuan Fan, Kau tidak boleh minum lagi. Jika kau berperilaku tidak pantas di depan Yang Mulia, itu sama saja dengan bentuk tindak kejahatan yang berat."     

Saat mendengar dirinya dipanggil "Tuan Fan", Fan Xian menyadari bahwa dia sedang diingatkan. Bagaimanapun juga, istana kekaisaran bukan Sungai Liujing. Ini adalah tempat yang paling serius di seluruh negeri, dan dia tidak berada di sini untuk minum, tetapi untuk menjadi seorang pegawai negeri. Dalam benaknya, Fan Xian tersenyum dan dia mulai mengatur zhenqi-nya, memindahkan semua kemabukannya ke wajahnya. Tatapan matanya terlihat bingung. Dia merendahkan suaranya dan berkata, "Aku tidak akan berbohong padamu, Tuan, aku sebenarnya sangat-sangatgugup. Jadi lebih baik aku minum sekarang agar aku lebih tenang."     

Ketika melihat Fan Xian yang mabuk, Zhang Zigan hanya bisa tersenyum gelisah, "Sang Perdana Menteri mengaku sakit, dan ayahmu juga tidak ada di sini, mereka mempercayakanmu padaku. Jika kamu minum sampai mabuk, bagaimana aku akan menjelaskannya kepada mereka?"     

Dalam beberapa hari terakhir, delegasi diplomatik dari Qi Utara sangat menderita di bawah tangan Kuil Honglu. Saat melihat Fan Xian mabuk, mereka saling bertatapan dan memutuskan untuk membalas dendam. Semua anggota delegasi itu tahu bahwa penyebab di balik kekejaman Kuil Honglu disebabkan oleh rencana yang telah disusun Fan Xian. Meski mereka tidak tahu persis apa yang direncanakannya, mereka benci dengan kelakuan Fan Xian yang tetap diam dan sesekali menampakkan ekspresi yang seolah-olah menunjukkan kalau dia sedang merencanakan sesuatu di wajahnya yang tampan.     

Sekarang setelah negosiasi selesai, penyesalan tidak akan menghasilkan apa-apa. Chang Ninghou tersenyum licik dan berdiri. Dia memberi hormat pada sang Kaisar yang duduk tinggi di singgasana, "Yang Mulia, kedua belah pihak telah bekerja keras dalam proses negosiasi. Bolehkah saya bersulang untuk para pejabat Kuil Honglu sebagai tanda persahabatan?"     

Di saat dia berbicara, para perwakilan dari Dongyi tahu apa yang dia rencanakan. Tetapi mereka hanya mengamati dan memilih untuk tidak terlibat.     

Mungkin itu karena mereka duduk tinggi di singgasana, namun baik sang Kaisar maupun sang Permaisuri tidak memperhatikan Fan Xian dan juga tidak mengetahui niat si pejabat Qi Utara itu. Dengan terkekeh, Yang Mulia memberi izin. Bahkan sang Putra Mahkota berkata, "Musuh di dalam istana, teman di luar istana ... meski begitu, masih musuh di perjamuan."     

Putra Mahkota hanya mengutarakan pendapatnya pribadi; dia tidak tahu apa yang akan terjadi. Namun di sisi lain, para pejabat Kuil Honglu menjadi khawatir. Mereka sudah menganggap Fan Xian sebagai salah satu dari mereka, mereka tidak ingin pihak Qi Utara sengaja membuatnya semakin mabuk. Tetapi karena mereka duduk jauh, mereka tidak dapat berbuat apa-apa.     

Sambil tersenyum, Fan Xian minum dengan para pejabat Qi Utara. Dalam benaknya, dia merasa gelisah. Baru-baru ini, Putri Sulung mulai menyerang Toko Buku Danbo, dia menaikkan harga kertas untuk menurunkan harga buku-buku. Metode yang simpel, namun dapat membuat Fan Sizhe dan penjaga toko berputus asa. Tapi Fan Xian tahu bahwa skema yang sebenarnya belum dimulai. Dan apa yang akan dia lakukan hari ini membutuhkan bantuan alkohol.     

Sulit untuk tidak mabuk, tetapi lebih sulit lagi untuk berpura-pura mabuk. Ini yang dirasakan Fan Xian sejak perjamuan baru dimulai. Para pejabat Qi Utara hampir kalah. Enam dari delapan pejabat sudah tidak sadarkan diri. Akhirnya, bahkan Chang Ninghou tidak lagi peduli dengan posisinya dan pingsan dengan posisi tangannya masih memegang lengan Fan Xian.     

Sampai sekarang, Yang Mulia sedang mengobrol dengan permaisurinya dan Zhuang Mohan. Dia tersenyum dan berkata pada dirinya sendiri, "Sudah lama sejak istana semeriah ini."     

Zhuang Mohan terdiam, dia sesekali menjawab ketika ditanya. Dia sepertinya baru saja melihat Fan Xian yang memegangi lengan Chang Ningou dari Qi Utara. Zhuang Mohan bertanya, "Tuan muda di sebelah sana, apakah dia Tuan Fan?"     

Zhuang Mohan sulit mempercayai apa yang dilihatnya. Pemuda jenius yang menjadi terkenal hanya karena tiga puisi ini ternyata adalah seorang pemabuk.     

Yang Mulia juga tampaknya jengkel saat melihat hal itu. Dia berteriak, "Fan Xian."     

Semua tatapan orang di istana langsung mengarah ke singgasana naga, kalau-kalau terjadi sesuatu. Ketika Yang Mulia berbicara, seluruh istana menjadi hening, kecuali Fan Xian, yang masih berteriak "Kemenangan! Kemenangan!"     

Seperti yang orang selatan bilang; Tuan kecil Fan Xian ini benar-benar minum terlalu banyak.     

"Fan Xian!" Melihat betapa cerobohnya bocah itu, Putra mahkota juga berteriak dengan marah. Bagaimanapun juga, Fan Xian menjadi wakil duta adalah keputusan yang dibuat oleh Istana Timur. Itulah satu-satunya alasan mengapa dia diizinkan berada di sini. Fan Xian mempermalukan dirinya sendiri hari ini, dan ini bukanlah yang baik bagi Putra Mahkota.     

Setelah sadar bahwa suasana di sekitarnya menjadi hening, Fan Xian dengan bodoh berdiri diam dan melihat ke sekelilingnya dengan bingung. Tapi wajahnya yang tampan masih terlihat mabuk.     

"Siapa yang memanggil namaku?"     

Para pejabat Qing yang hadir, semuanya kenal baik dengan keluarga Fan dan Lin. Saat mereka mendengar apa yang dikatakan Fan Xian, mereka ingin menyumpal mulutnya, melemparkannya ke dalam kereta dan mengirimnya kembali ke rumah Fan.     

Yang mengejutkan semua orang, Yang Mulia, mendengar jawaban yang hanya harus didengar di restoran, tidak marah. Sebaliknya, dia tertawa dan berkata, "Aku yang memanggilmu."     

Terlepas dari pemabuk asli atau palsu, siapapun akan sadar ketika mendengar sang Kaisar berbicara. Fan Xian dengan cepat membungkuk dan meminta maaf, "Aku ... aku pantas mendapatkan sepuluh ribu kematian, aku ... terlalu banyak minum."     

Dia melepaskan Chang Ninghou yang masih memegangi lengannya. Pejabat dari Qi Utara itu terjatuh ke lantai. Ketika melihat kondisinya yang menyedihkan, semua pejabat Qing disana merasa cukup puas dan tersenyum. Dua orang dari Qi Utara yang masih sadar segera mengangkat Chang Ninghou kembali ke tempat duduknya, sedangkan gadis-gadis istana datang dan memberinya tonik untuk mengobati mabuknya.     

Yang Mulia menegur, "Aku tahu kamu terlalu banyak minum, kalau tidak, aku akan menghukum kamu karena telah berperilaku tidak sopan di hadapan seorang Kaisar."     

Dengan susah payah, Fan Xian berusaha untuk tetap membungkuk. Dia menjelaskan, "Bukan bermaksud membela diri sendiri, tetapi tamu-tamu ini datang dari jauh. Jika saya tidak menjamu mereka dengan baik, itu berarti saya tidak memenuhi tugas saya sebagai wakil duta dengan benar."     

"Lihat itu," Yang Mulia berbalik untuk berbicara kepada Permaisuri, "Masih mengklaim bahwa tidak membela dirinya sendiri. Secara tidak langsung dia berkata bahwa aku yang membuatnya minum."     

Sang Permaisuri tahu bahwa Kaisar sangat peduli dengan Puteri Chen, tetapi dia tidak tahu apakah Yang Mulia juga merasakan hal yang sama terhadap Fan Xian yang merupakan orang luar. Jadi dia hanya tersenyum, tidak menanggapi ucapan Kaisar ataupun menyerang Fan Xian.     

"Fan Xian." Ini adalah ketiga kalinya Kaisar menyebut nama itu. Para pejabat mendengarkan dengan cermat, mereka menyadari sesuatu dari nada bicara Yang Mulia. Sepertinya keluarga Fan memiliki hubungan khusus dengan keluarga kerajaan.     

Yang Mulia berkata dengan santai, "Keluargamu memiliki hubungan khusus denganku. Di mataku, kamu hanyalah salah satu generasi muda, bukan pegawai negeri. Ketika aku berbicara, kamu harus menutup mulutmu yang lancang itu! Apakah kamu pikir aku tidak tahu apa yang terjadi di kedai teh? Anak muda, apakah kamu benar-benar mengira bahwa dirimu bisa memandang rendah semua orang hanya karena kau pandai bicara? "     

Jika didengar sepintas, ucapan Kaisar seperti ceramah, tetapi di dalamnya terdapat pujian tersembunyi. Para pejabat yang hadir tidak bodoh, dan mereka mengerti itu.     

Dan seperti yang diduga, Yang Mulia berkata dengan santai, "Di malam yang cerah ini, menjelang akhir musim panas, dengan hadirnya para penguasa berserta dengan pengikutnya, Fan Xian, dengan reputasimu dalam menulis puisi, buatlah sebuah puisi untuk menebus kesalahanmu."     

Para pejabat semua tahu bahwa Yang Mulia tengah berusaha menyelamatkan martabat keluarga Fan dan juga mengambil kesempatan untuk menunjukkan orang macam apakah fungsionaris tingkat kedelapan ini kepada para hadirin. Namun, mereka takut jika Fan Xian akan membiarkan kesempatan ini hilang sia-sia karena kemabukannya.     

Fan Xian sebenarnya memang agak mabuk, tapi dia masih dapat mendengar kata-kata Yang Mulia dengan jelas. Dia memberi hormat dan berkata, "Yang Mulia, saya hanya bisa membuat beberapa kalimat biasa saja, saya tidak berani mempermalukan diri saya sendiri di depan Tuan Zhuang Mohan."     

Begitu Fan Xian mengatakan itu, semua mata tertuju pada pria tua itu, orang-orang menyadari bahwa ini bukan hanya sekedar membiarkan Fan Xian tampil; tapi juga untuk membuktikan kepada Qi Utara dan Dongyi bahwa Qing juga memiliki seorang sarjana berbakat yang dapat menyaingi Zhuang Mohan!     

Reputasi Fan Xian sebagai penyair telah tersebar di seluruh ibukota selama berbulan-bulan. Ketenarannya telah sedikit meredup, tapi itu hanya karena dia enggan menulis lebih banyak puisi. Saat mendengar Fan Xian membawa nama Zhuang Mohan, para pejabat percaya bahwa Yang Mulia dan pemuda itu telah berencana untuk memberikan pukulan bagi pihak Qi Utara sejak awal.     

Namun sebenarnya, Fan Xian hanya sekedar bicara; pengalamannya di kehidupan sebelumnya tidak cukup besar untuk dapat membaca niat sang Kaisar. Namun, berdasarkan praktik sastra Qing, Fan Xian percaya bahwa Yang Mulia tidak akan terima diperlakukan sebagai barbar oleh Qi Utara.     

Sejak Zhuang Mohan tiba di ibukota, dia telah tinggal di dalam istana. Meskipun Permaisuri dan para wanita mengaguminya, Yang Mulia tentu merasa tidak nyaman. Entah mengapa, tidak ada sarjana yang hebat di Qing, jadi seorang plagiator seperti Fan Xian disuruh tampil ke atas panggung.     

Fan Xian tahu bahwa dirinya tidak salah tebak, karena dengan penglihatannya yang tajam, dia bisa melihat tatapan Yang Mulia, yang dalam dan penuh kekaguman.     

Pada saat yang sama, Yang Mulia memperingatkan Fan Xian; ia memperingatkannya untuk membuat puisi yang bagus agar Kerajaan Qing tidak kehilangan martabat.     

"Kalau begitu, kamu harus menulis sebuah puisi dan biarkan Tuan Zhuang Mohan menilainya. Jika hasilnya tidak baik, maka kamu harus minum sebagai hukumannya."Permaisuri tersenyum. Dia tahu apa yang sedang dipikirkan Kaisar dan turut membantu Fan Xian.     

Sekarang karena situasi sudah mengarah sampai pada titik ini, apa lagi yang bisa dilakukan Fan Xian? Dia berjalan kembali ke kursinya tanpa menghiraukan rasa mabuknya, dan minum secangkir anggur lagi. Dia mengerutkan keningnya ketika merasakan asamnya anggur yang dia minum.     

Para pejabat Qing tahu bahwa Fan Xian tampil karena terpaksa, sehingga mereka menghitung dengan diam-diam. Setelah hitungan sampai pada angka lima belas, mata Fan Xian terlihat berbinar-binar. Dengan tersenyum cerah, dia mulai membacakan puisi, "Di depan anggur, saya menyanyikan lagu. Hidup ini tidak begitu lama. Hidup ini bagaikan embun di pagi hari. Hari-hari yang telah berlalu tak memberiku banyak kesenangan. Kau adalah orang yang berbakat di masa jayamu. kupikirkan dirimu sepanjang waktu. Untukmu, aku bersedia membungkuk, dengan tenang melantunkan puisiku sampai sekarang.     

Para tamuku yang terhormat akan datang untuk makan malam.     

Ku akan menghibur mereka dengan seruling, drum, dan sitar. Bulan yang cerah menyinari sekitar. Tetapi bagaimana dan kapan saya bisa menurunkannya? Betapa bahagianya kita berbincang dan bersantap selama reuni kita? Ku berterima kasih kepadamu atas bantuan yang pernah kau berikan. Bulan begitu cerah dikelilingi segelintir bintang. Beberapa burung gagak dan burung pica terbang ke selatan. Mereka mengitari pohon yang sama tiga kali. Dahan mana yang mereka hinggapi untuk malam itu? Tidak ada gunung yang terlalu curam dan tinggi. Tidak ada laut yang terlalu dalam bagi saya. Belajar dari Tuan Zhou karena menghargai semua bakat. Maka orang akan datang memihak saya dengan antusias. "     

Setiap kali Fan Xian membacakan syair, seolah-olah dia sedang memukuli seseorang. Begitu puisi itu selesai dibacakan, suasana menjadi hening.     

Puisi yang baru saja dibacanya adalah milik Cao Cao. Fan Xian telah mengubah beberapa bagian; dia telah mengeluarkan beberapa bait dan membuangnya. Secara kebetulan, kisah Tuan Zhou juga ada di dunia ini, dan memenangkan dukungan orang-orang, sesuai dengan keinginan Kaisar. Hanya saja Tuan Zhou benar-benar menjadi seorang Kaisar.     

Setelah suasana di aula perjamuan itu hening, para hadirin bersorak, "Puisi yang fantastis!"     

Sang Kaisar tampak senang. Dia menoleh ke Zhuang Mohan dan bertanya dengan tenang, "Apa pendapat Tuan Zhuang tentang puisi ini?"     

Raut wajah Zhuang Mohan tampak acuh tak acuh. Dalam hidupnya, ia telah mengalami keadaan seperti itu berkali-kali, dan ia juga telah menilai puisi yang tak terhitung jumlahnya, yang oleh karena itu ia menjadi dihormati di seluruh penjuru benua. Bahkan banyak dari pengikut Yang Mulia yang membaca karya-karyan Zhuang Mohan. Yang terpenting, orang-orang mengagumi sikapnya, wawasannya, dan tentu saja, pengetahuannya.     

"Itu puisi yang bagus." ucap Zhuang Mohan dengan perlahan sembari mengambil sebutir kacang, "memang ,itu adalah puisi yang bagus. Meski masih ada beberapa bagian yang kurang tepat, tetapi isinya mantap. Bagi penyair, niat harus didahulukan, dan walau isi puisi itu sendiri adalah hal yang paling penting, Fan Xian mampu dengan seimbang menunjukkan keduanya. Saya tidak pernah mengira bahwa Qing Selatan dapat menghasilkan orang yang berbakat seperti dia. "     

Fan Xian tersenyum, dia tidak merasakan sesuatu yang istimewa dari sarjana tua ini, tetapi dia tidak suka dengan lagak orang itu. Dia setengah membungkuk dan beranjak kembali ke tempat duduknya dengan langkah kaki yang sempoyongan.     

Beberapa pejabat masih memperdebatkan puisi itu. Biasanya, semuanya berakhir di sini. Tapi suasana hari ini aneh. Seseorang berkata dengan sinis:     

"Tidak pantas bagi Tuan Zhuang untuk berkata 'Qing Selatan'. Sebagai seorang sarjana hebat yang dikenal di seluruh dunia, Anda tidak dapat melihat kemampuan Tuan Fan. Ada banyak sarjana di negara ini, dan Tuan Fan adalah yang terbaik dari yang terbaik. Belum lagi dia bisa menyusun puisi tersebut dalam waktu lima belas hitungan. Aku benar-benar tidak tahu, di Qi Utara, siapa yang mampu melakukan hal itu?"     

Ucapan itu sangat tidak pantas dan tidak sopan, terutama di dalam sebuah perjamuan negara. Kaisar Kerajaan Qing tidak mengira bahwa akan muncul masalah runyam seperti ini hanya karena persoalan puisi. Yang Mulia pun mengerutkan keningnya ketika ia tidak menemukan siapa yang telah berkata seperti itu. Tapi siapa pun itu, mereka berbicara atas nama Qing, dan secara teknis tidak melakukan kejahatan.     

Fan Xian berhenti dan memberi hormat kepada Zhuang Mohan dengan sungguh-sungguh kali ini. Zhuang Mohan terbatuk dua kali dan seorang kasim muda menghampiri untuk membantunya. Pria tua itu memandang Fan Xian dengan tenang dan berkata, "Nama Tuan Muda Fan sudah menyebar sampai ke ibukota Qi. Saya sudah sering membaca sosok yang bernama 'Saya telah datang sejauh lima ribu kilometer untuk mengunjungi musim gugur yang menyedihkan'."     

Tiba-tiba, Fan Xian melihat ada tanda kesedihan di tatapan mata sarjana tua itu, serta tekad yang menutup semua jalan untuk melarikan diri. Tiba-tiba, Fan Xian merasa sangat terguncang saat dia merasakan bahaya yang tidak terditeksi perlahan mendekat. Meski sedang mabuk, dia menoleh dengan cepat dan menemukan wajah yang memulai semuanya.     

Guo Baokun.     

Guo Baokun, yang pernah dipukuli Fan Xian. Guo Baokun, orang yang dekat dengan sang Putra Mahkora. Guo Baokun yang juga diundang oleh pihak istana untuk menghadiri ke perjamuan itu. Tetapi jelas bahwa sang Putra mahkota tidak tahu alasannya Guo Baokun berkata seperti itu. Baik sang Putra Mahkota dan Fan Xian menyipitkan mata mereka saat melihat wajah Guo Baokun yang penuh percaya diri, mereka tidak tahu apa yang sedang direncanakan orang ini.     

Fan Xian merasakan bahaya, tetapi dia terus tersenyum.     

Sekali lagi, Zhuang Mohan batuk dua kali. Setelah memberi hormat kepada sang Kaisar, ia berkata dengan ringan, "Orang tua ini berasal dari Qi Utara, tetapi jiwanya berasal dari dunia kesastraan. Saya tidak ingin merusak persahabatan antara kedua negara, tetapi ada beberapa hal yang harus saya katakan."     

Yang Mulia perlahan-lahan mulai tenang. "Silahkan."     

Saat Yang Mulia berbicara, sang Permaisuri mengangkat cangkirnya. Dia terlihat hendak mengatakan sesuatu namun mengurungkan niatnya.     

"Di dalam angin kencang dari langit yang luas, kera-kera merintih, burung-burung terbang pulang ke rumah di atas danau yang jernih dan pasir yang putih, dan dedaunan berjatuhan seperti semburan air terjun, sementara aku hanya memperhatikan sungai panjang yang airnya selalu mengalir. Aku datang sejauh lima ribu kilometer untuk mengunjungi musim gugur yang menyedihkan. Dan dengan kesengsaraan selama seratus tahun, aku memanjat ketinggian ini sendirian. Nasib buruk telah membekukan pelipisku, sakit hati dan keletihan adalah debu tebal dalam anggurku. "Seluruh aula menjadi hening. Tidak ada yang tahu hal mengejutkan apa yang akan dikatakan sarjana hebat ini selanjutnya.     

"Empat baris pertama dari puisi itu benar-benar luar biasa."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.