Sukacita Hidup Ini

Kebun Anggur yang Ambruk



Kebun Anggur yang Ambruk

0Wu Bo'an pun tersenyum kecil. Dia menganggap dirinya sebagai seorang pemain kunci dalam segala hal. Dalam memperhitungkan semua urusan yang melibatkan Wu Bo'an, orang-orang selalu beranggapan bahwa dia adalah kutu lompat antara faksi Putra Mahkota dan Pangeran Kedua. Tapi tidak ada orang yang tahu hubungannya dengan Perdana Menteri. "Terlalu berisiko," katanya dengan nada tidak setuju. "Perdana Menteri tidak tahu rencana-rencana kita. Kalau ada orang yang tahu, aku khawatir ayahmu akan kesulitan jika ia harus melarikan diri."     
0

Lin Gong tertawa sinis. "Tuan, jika anda menyembunyikan diri di Pegunungan Lao dan menunggu munculnya kekacauan di ibukota, maka Putra Mahkota akan sadar bahwa dia hanya dapat bergantung pada kami, keluarga Lin, untuk menjaga ketenangan di negara ini."     

"Benar." Wu Bo'an tampak cemas. "Sejak aku mendengar berita tentang pernikahan gadis itu, aku tidak yakin apakah sang Putri Sulung masih mampu mengelola harta Istana, karena sang Permaisuri sepertinya tidak peduli."     

Sejak terjadinya insiden anak haram Perdana Menteri awal tahun yang lalu hingga upayanya untuk menjilat akhir-akhir ini, Wu Bo'an merasa bahwa sang Kaisar telah menyebabkan Perdana Menteri kehilangan muka. Dia takut itu semua adalah bagian dari sebuah rencana untuk memastikan Putra Mahkota naik tahta. Seperti dugaannya, sang Putra Mahkota mulai menjauhkan diri dari Perdana Menteri. Ia pun melancarkan sebuah rencana secara diam-diam yang akan menyelesaikan dua masalah sekaligus: membunuh Fan Xian dan untuk sementara mengendalikan harta kekayaan kerajaan, dan juga akan membuat kabar burung mengenai Putra Mahkota beterbangan. Sehingga, keadaan ini akan memaksa para pangeran untuk memperbarui hubungan baik mereka dengan kantor Perdana Menteri.     

Perdana Menteri keberatan dengan rencana itu sejak awal, tetapi putra keduanya tampak sangat bersemangat untuk menjalankannya. Putra kedua dan ahli strategi itu telah memulai rencana ini secara rahasia. Dengan mengatasnamakan Perdana Menteri, mereka telah memberi perintah kepada Fang bersaudara, yang telah lama tersembunyi di dalam angkatan bersenjata - tetapi yang mengejutkan Wu Bo'an, Fan Xian berhasil selamat dari serangan itu. Ia bahkan dapat membunuh seorang pendekar dengan ilmu bela diri tingkat delapan yang tidak meninggalkan jejak sedikit pun.     

Meskipun situasinya masih terkendali, Jenderal Fang sudah terbunuh. Bahkan jika Dewan Pengawas mengetahui bahwa dalangnya adalah Wu Bo'an, mereka tidak mungkin bisa melacak hubungannya dengan sang Perdana Menteri. Oleh karena itu Wu Bo'an menyuruh putra kedua Perdana Menteri untuk bergegas kembali ke ibukota.     

Lin Gong tersenyum dengan bangga. "Aku sudah lama mengelola rumah ini. Bahkan jika pasukan pengawal pribadi Kaisar atau Dewan Pengawas datang, mereka akan kesulitan untuk masuk ke dalam dan menangkap siapa pun. Selain itu, semua rencana kita telah dijalankan secara diam-diam. Siapa yang tahu bahwa kita berdua ada di sini? "     

Wu Bo'an berpikir sejenak; memang begitulah yang telah terjadi. Setelah menenangkan pikirannya, dia melambaikan kipas kertasnya ke arah teralis anggur di atas kepalanya dan tertawa. "Teralis anggur ini sangat bagus, tapi ini mengingatkanku akan sebuah lelucon."     

"Lelucon apa?"     

"Pernah ada seorang pejabat yang takut pada istrinya sendiri. Suatu hari, pipinya dicakar oleh istrinya. Keesokan harinya dia pergi ke pengadilan, dan gubernur bertanya apa yang terjadi. Pejabat itu menjawab dengan canggung 'tadi malam aku keluar untuk cari angin di bawah teralis anggur namun teralis itu ambruk dan mengenai wajahku.' Gubernur pun marah dan mencaci pejabat itu. "Pasti ini ulah istrimu yang kurang ajar itu. Jangan konyol. Cepat, beri tahu petugas untuk mencari istrimu." Pada saat itu, istri gubernur sedang menguping percakapan mereka. Istrinya pun marah dan menerobos masuk ke ruang pengadilan dan mencaci suaminya. Gubernur pun panik dan berkata kepada pejabat itu, "Lari, selamatkan dirimu, teralis anggurku juga telah ambruk…!"     

Setelah menceritakan lelucon itu, kedua pria itu tertawa terbahak-bahak. Putra kedua Perdana Menteri, Lin Gong, tentu saja pernah mendengar lelucon ini sebelumnya, tetapi dia mendapatkan makna lain dari lelucon itu. Apakah Wu sedang mengejek ayahnya karena takut istri? Ibunya meninggal sebelum waktunya ... mungkinkah dia mengatakan bahwa Perdana Menteri takut pada sang Putri Sulung?     

Lin Gong pun merasa marah.     

Pada saat itu, dari sudut padangannya, dia melihat sesosok bayangan muncul di taman.     

Sosok itu ternyata seorang pria buta. Matanya ditutupi dengan sehelai kain hitam, di tangannya ia memegang sebuah batu runcing, dan darah terlihat menetes di ujung senjata itu.     

Lin dan Wu sama-sama terperanjat. Mereka sadar bahwa orang ini telah menyelinap masuk tanpa ketahuan lalu membunuh para penjaga di luar menggunakan batu runcing itu. Ketika dia menyadari bahwa tidak adanya teriakan saat mereka terbunuh, darah Lin Gong menjadi dingin. "Hei! Siapa kamu?" teriaknya dengan dipenuhi rasa takut. "Katakan padaku!"     

Wu Zhu tidak mengatakan apa-apa. Bagaikan hantu yang berjalan, dia merangsek masuk dari kebun.     

Lin Gong menjerit. Dia menarik pisau dari ikat pinggangnya lalu melemparkannya ke arah Wu Zhu.     

Wu Zhu menghindar dengan bergerak ke satu sisi. Dalam sesaat Wu Zhu sudah berdiri tepat di depan wajah Lin Gong. Jarak di antara kedua pria itu sangat dekat, dan situasi itu terlihat sangat aneh dan tidak nyata.     

Lalu terdengar suara pukulan keras.     

Darah menetes dari ujung batu runcing yang telah terhujam menembus punggung Lin Gong. Dia melihat sehelai kain hitam di hadapannya. Matanya dipenuhi dengan ketakutan dan perasaan kaget bukan main. Dia adalah putra Perdana Menteri, dan pria buta ini telah membunuhnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun; batu runcing yang digunakan Wu Zhu tertancap di dada Lin Gong, kemudian ditarik dengan keras. Benar-benar pemandangan yang mengerikan!     

Dengan suara kulit dan daging yang robek, Wu Zhu menarik kembali batu runcing itu dari tubuh Lin Gong. Gerakannya terlihat santai dan tidak tergesa-gesa, tetapi setelah itu dia dengan cepat bergerak tiga langkah kes amping, untuk menghindari semburan darah yang keluar dari dada Lin Gong.     

Batu runcing itu telah menembus jantung Lin Gong, dan darah menyembur dari lubang membentuk lengkungan yang indah.     

Saat menyaksikan adegan berdarah ini, Wu Bo'an menjadi pucat, tetapi mulutnya tetap tertutup rapat tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. Dia melihat sehelai kain yang menutupi mata pria itu dan menyadari bahwa pria itu buta, sehingga dia memutuskan untuk berusaha kabur dengan diam-diam.     

Wu Zhu menoleh dan "menatap" Wu Bo'an.     

Wu Bo'an diliputi perasaan putus asa, tetapi dia masih sempat tersenyum getir. Dia berusaha untuk membuat suaranya tidak gemetar sebelum berbicara."Aku tidak bekerja untuk Perdana Menteri! Aku seorang pendekar, sama seperti Anda yang mengabdi untuk seseorang ... Tapi sepertinya masa depan anda tidak terjamin. Namaku Wu Bo'an dan aku sudah tua, jadi aku punya banyak teman di ibukota. Jika Anda memiliki ambisi, seorang petarung seperti anda bisa ... "Suaranya tiba-tiba terhenti, dengan bersusah payah dia menundukkan kepalanya dan mendapati bahwa batu runcing telah tertancap di tenggorokannya.     

Dia tidak mengerti mengapa pembunuh ini tidak tertarik untuk mendengarkan apa yang dia katakan ... dia adalah seorang sarjana yang lemah dan tidak ada gerak-geriknya yang terlihat mengancam. Dia menganggap dirinya adalah seorang ahli taktik; ahli dalam merencanakan segalanya, fasih dan tak tertandingi. Jika pembunuh buta ini mendengarkan apa yang dia katakan, Wu Bo'an tidak akan dibunuh olehnya – masih ada banyak hal yang dia ingin lakukan dalam hidupnya; kenapa dirinya harus mati seperti ini?     

Wu Bo'an si penghasut ulung mati tanpa bisa berkutik.     

Dalam tiga puluh tahun Wu Zhu hidup di dunia ini, ada satu hal yang tidak pernah ia mengerti. Tidak peduli dari mana mereka berasal - entah itu Dongyi, Wei Utara, ibukota, atau pun di sini - setiap kali ia membunuh seseorang, mereka akan berbicara tanpa henti sampai mati. Sang Nyonya pernah berkata bahwa "ujung pedang selalu lebih kuat daripada kata-kata". Wu Zhu selalu merasa bahwa dirinya paham dengan kalimat itu, tetapi ia tidak mengerti mengapa tidak ada orang lain di dunia yang paham.     

Wu Zhu menarik kembali batu itu, lalu sendirian berjalan keluar dari taman.     

Setelah dia pergi, teralis anggur tidak bisa lagi menahan kekuatan serangan Wu Zhu yang mematikan. Teralis itu ambruk dan menutupi mayat kedua lelaki itu dibawah setumpuk anggur dan bambu.     

Selama beberapa hari berikutnya, Dewan Pengawas tidak mendapatkan informasi apa pun. Mu Tie mengunjungi kediaman Fan untuk menjilat, tetapi dirinya tidak bisa mengatakan apa-apa tentang Wu Bo'an. Ahli strategi yang ternama itu telah menghilang tanpa jejak. Fan Xian tampak gelisah, sehingga tangan Mu Tie yang berada di pahanya tidak meninggalkan kesan yang baik.     

Count Sinan diam-diam juga membantu kelompok pencarian, namun mereka tidak menemukan apa-apa. Setelah Wang Qinian melaporkan, dengan wajah pucat, bahwa pencarian itu gagal, Fan Xian tidak punya pilihan selain mengesampingkan masalah itu. Dia mau tidak mau mengalihkan pikirannya ke hal-hal yang lebih positif, yaitu tentang adik perempuannya, toko buku, dan kaki ayam, sambil menunggu pria buta itu melakukan pekerjaannya.     

Suatu sore, dia mengajak Ruoruo dan Sizhe untuk mengunjungi rumah Raja Jing.     

Namun ternyata Raja Jing tidak ada di rumah. Pangeran Li Hongcheng tidak punya pilihan selain memberi tahu mereka. "Ayah pergi ke kuil, kata dia sang Janda Permaisuri telah memanggilnya."     

Fan Xian tertawa, dia tidak terlalu memikirkan masalah ini. Dia dan Li Hongcheng pergi ke bawah tenda di taman belakang untuk makan kuaci dan mengobrol santai. Putri Roujia, orang yang pernah penasaran akan siapa itu Fan Xian, juga ada di sana, dan mereka semua berbincang-bincang. Fan Xian memperhatikan gadis muda itu, dan dia pun menjadi takut. Dia ingat bahwa Ruoruo pernah menceritakan Story of the Stone pada gadis muda itu, dan Fan Xian pernah berkhayal: begitu sang putri tahu bahwa dia adalah pengarangnya, putri itu mungkin akan jatuh cinta padanya.     

Tapi saat melihat Roujia, Fan Xian berhenti berkhayal soal hal-hal seperti itu.     

Putri Ruojia sangat cantik, dengan rona pipinya yang kemerahan dan sikapnya yang lembut dan sopan; ia mungkin adalah gadis paling lembut yang pernah Fan Xian temui di dunia ini. Tapi Fan Xian terus mendongak ke arahnya, dia tidak ingin menunjukkan kekagumannya.     

Karena Putri ini baru berusia dua belas, dia adalah buah yang belum matang; dia adalah seorang gadis belia, bukan seorang wanita muda yang telah dewasa. Sepertinya, Fan Xian merasa lumayan tertarik pada Putri Ruojia, namun perasaan itu bukan cinta. Begitu dia sadar bahwa dirinya mulai mengkhayalkan gadis berusia dua belas tahun itu, dia mulai panik dan mencoba memikirkan hal lain.     

Siapa sangka, ketika tatapan Putri Roujia bertemu dengan tatapan Fan Xian, wajahnya akan menjadi tersipu malu, pikirannya menjadi kacau, dan hatinya menjadi panik?     

Para pelayan dari kediaman pangeran mengantar Fan Sizhe ke tempat memanah. Fan Xian dan Pangeran Jing sedang mengobrol dengan santai disaat kedua gadis itu diam-diam juga mengobrol sendiri. Fan Xian merasa canggung. Tiba-tiba, dia melihat seorang pejabat dari kediaman pangeran berlari menuju ke arah mereka dan membisikan sesuatu ke Li Hongcheng.Raut wajah Li Hongcheng berubah; ia dan pejabat itu mengalihkan pandangan mereka ke Fan Xian, tampak ragu.     

"Kenapa?" Fan Xian memandang ke atas tenda sambil tersenyum. "Teralis di rumahmu bagus sekali, aku jadi teringat akan sebuah lelucon."     

Sang Pangeran tidak memberi Fan Xian kesempatan untuk memamerkan leluconnya di depan para gadis. Dengan tatapan serius, dia menarik Fan Xian ke satu sisi dan berbicara dengan suara rendah. "Sesuatu telah terjadi."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.