Sukacita Hidup Ini

Tanpa Judul



Tanpa Judul

0"Ada apa?" Fan Xian sadar ada sesuatu yang terjadi, kalau tidak Li Hongcheng tidak akan terlihat setegang itu. Namun, dia masih tersenyum dan berkata. "Apakah anggurmu gagal panen?"     
0

Sekedar catatan, meskipun ia sudah cukup umur untuk menikah, entah karena alasan apa, Li Hongcheng belum juga menikah.     

"Aku tidak punya waktu untuk bercanda," kata Li Hongcheng dengan wajah serius, "Ada pembunuhan yang memakan korban dua orang kemarin di sebuah puri di kaki gunung. Wu Bo'an dan putra kedua dari Perdana Menteri telah meninggal. "     

Begitu kagetnya Fan Xian, wajahnya pun menjadi mucat. "Apa?"     

Li Hongcheng berkata, "Betul. Kakak iparmu sudah mati."     

Fan Xian tidak peduli dengan silsilah keluarga korban yang rumit. Berita ini membuatnya cukup panik; dia telah memperkirakan kematian Wu Bo'an, tapi ... jika bukan Paman yang melakukan ini, melainkan seseorang yang berusaha menghilangkan semua bukti, putra kedua perdana menteri tidak akan ikut dibunuh. Fan Xian sadar bahwa status Lin Gong jauh lebih dari sekedar kakak iparnya. Karena Lin Gong dan Wu Bo'an telah dihabisi pada saat bersamaan, mungkinkah orang yang merencanakan pembunuhan itu adalah ... ayah mertuanya, sang Perdana Menteri sendiri?     

Fan Xian tidak peduli dengan kematian kakak iparnya yang tidak pernah ditemuinya itu. Tapi saat memikirkan bagaimana kakak iparnya mati, Fan Xian pun menjadi gelisah. Dia menenangkan dirinya dan bertanya, "Bagaimana cara mereka mati?"     

Li Hongcheng menggambarkan alur kronologis kejadian itu. Karena letak puri yang terpencil, biasanya kejadian seperti ini tidak akan terungkap untuk waktu yang lama. Namun, pada hari ketiga, orang-orang datang untuk mengirimkan beberapa pesan, dan mereka menemukan kedua mayat itu. Karena korban adalah putra perdana menteri dan Wu Bo'an, yang memiliki kedudukan istimewa, kejadian itu pun langsung dilaporkan ke istana.     

Raja Jing kebetulan ada di istana pada hari itu, dan dia mendengar berita yang disampaikan. Dia meminta sang Perdana Menteri, yang notabene calon mertua Fan Xian, untuk menyampaikan berita tersebut ke Fan Xian.     

Fan Xian tiba-tiba berpikir; Raja Jing harusnya tahu tentang kunjungannya hari ini. Jika Raja Jing sampai berani mengambil risiko untuk menyampaikan berita itu, berarti kejadian ini penting untuk diketahui bagi Fan Xian. Tapi mengapa? Melihat Fan Xian yang bingung, Li Hongcheng merendahkan suaranya dan berbicara pelan, "Dewan Pengawas sedang mencari Wu Bo'an karena mereka mendapat kabar bahwa ada kaitan antara dia dan upaya pembunuhanmu. Dan dengan kematiannya di situasi yang seperti ini, beberapa orang mungkin akan mencurigai mu."     

Fan Xian pura-pura takut dan melambaikan tangannya. "Aku tidak ada hubungannya dengan kekacauan ini. Jika Dewan saja tidak bisa menemukannya, bagaimana mungkin aku bisa? Jika sang Perdana Menteri percaya aku yang melakukannya, bagaiman aku bisa terus hidup?"     

Li Hongcheng percaya pada Fan Xian, dan ia pun menghela napas lega, "Jika kamu benar-benar melakukannya , aku harus mengevaluasi kembali pendapatku terhadap dirimu; Aku harus berada di sisi baik mu di masa depan."     

Hubungan mereka berdua sudah saling akrab. Fan Xian mengomel dengan nada bercanda, "Sungguh kejadian yang busuk. Aku hanya bisa berdoa ke Kayangan agar perdana menteri tidak mengait-ngaitkan kematian putranya denganku."     

Li Hongcheng berusaha meyakinkannya, "Seharusnya itu tidak terjadi. Kamu memiliki alasan yang kuat. Kamu belum lama berada di ibukota dan tidak mungkin kamu bisa menangkap seseorang yang bahkan dapat lari dari Direktur Chen. Bahkan jika dia tertangkap, dia tidak akan membunuh dengan membabi buta." Ia pun memandang Fan Xian dengan serius, "Aku percaya denganmu. Aku juga akan berbicara dengan Ayah tentang ini; Aku rasa perdana menteri tidak akan bertindak irasional."     

Fan Xian menghela napas, "Aku hanya takut mendengar penjelasan perdana menteri tentang mengapa putranya bersama Wu Bo'an. Kau harus tahu bahwa Wu Bo'an memiliki hubungan dengan mata-mata dari Qi Utara; dapat dipastikan dia adalah seorang pengkhianat. "     

Li Hongcheng mengangguk dan berbicara dengan suara yang terdengar sedikit khawatir, "Hanya saja, perdana menteri yang sudah tua telah kehilangan seorang putra. Setelah terpukul seperti itu, jika dia dijebak oleh musuh-musuh politiknya karena memiliki hubungan dengan Wu Bo'an, hidupnya tidak akan damai. "     

Fan Xian diam-diam menatap sang Pangeran sembari berpikir, "Bukankah 'musuh politik' itu adalah musuhmu dan sang Pangeran Kedua? Kenapa kamu berbicara seolah-olah ini tidak ada hubungannya dengan dirimu?"     

Saat meninggalkan kediaman Raja Jing, di dalam kereta keluarga Fan, Fan Ruoruo memperhatikan wajah kakaknya yang tampak gelisah. Karena merasa khawatir, ia pun bertanya kepadanya, "Apakah kamu merasa tidak enak badan? Mungkin karena terlalu lama dibawah terik matahari?" Fan Sizhe juga mendekat, dia memberikan kipas lipatnya kepada Fan Xian.     

Suasana hati Fan Xian sedang kacau. Dia pun berkata dengan ketus, "Bukan urusanmu!" Setelah dia mengatakan itu, dia sadar bahwa ucapannya tidak pantas. Fan Xian tersenyum dan menjelaskan, "Sesuatu yang sangat rumit telah terjadi; aku benar-benar harus memikirkannya. Kalian tidak perlu mengkhawatirkanku."     

Setelah kembali ke rumah, hal pertama yang dilakukan Fan Xian adalah berlari ke ruang kerja ayahnya. Namun Fan Jian tidak ada di sana; mungkin dia telah pergi dipanggil oleh istana.     

Fan Xian yang masih gelisah pun kembali ke kamarnya. Setelah duduk di depan mejanya, dia menyadari bagian belakang kemejanya telah dibasahi oleh keringat. Sebenarnya, dari penjelasan Li Hongcheng tentang keadaan mayat-mayat yang ditemukan, Fan Xian tahu siapa pelaku pembunuhan tersebut; di dunia ini, tidak ada yang lebih paham akan cara-cara Wu Zhu membunuh orang selain Fan Xian sendiri.     

Pada malam Fan Xian mendapatkan nama Wu Bo'an dari Si Lili, Fan Xian tahu bahwa pria itu sama saja sudah mati — namun, dia tidak menduga bahwa kakak laki-laki kedua Lin Wan'er juga akan ikut mati.     

Walau tidak ada yang tahu bagaimana Wu Zhu dapat menemukan Wu Bo'an, sudah menjadi hal wajar bagi pria buta itu untuk membunuh siapa pun yang berencana ingin membunuh Fan Xian. Kekuatan Wu Zhu setara dengan Guru Besar Agung; bagi Wu Zhu, dia tidak peduli apakah orang itu adalah putra perdana menteri atau bukan. Baginya, semua orang hanyalah sekumpulan daging dan darah. Siapapun yang membawa masalah bagi Fan Xian, tidak ada satu pun dari mereka yang dapat lari dari tongkat besi Wu Zhu.     

Alasan Fan Xian menjadi gelisah adalah, kalau bahkan Raja Jing pun mencurigai dirinya, lalu apa yang akan dipikirkan sang Perdana Menteri? Fan Xian memang ingin membalaskan dendam ketiga pengawalnya yang terbunuh, apa lagi Teng Zijing dan juga dirinya sendiri; dia juga beranggapan bahwa dalang balik itu semua bisa jadi adalah sang Perdana Menteri sendiri, yang notabene adalah calon mertuanya. Bahkan jika memang benar, Fan Xian hanya akan membunuh Wu Bo'an sebagai peringatan. Kematian kakak kedua Lin Wan'er benar-benar tidak terduga. Keluarga Lin hanya memiliki dua putra, dan konon putra yang tertua memiliki beberapa masalah ...     

Kepala Fan Xian menjadi sakit saat memikirkan Lin Wan'er. Meskipun gadis itu dibesarkan di istana dan tidak dekat dengan keluarganya, dia masih bersaudara dan memiliki hubungan darah dengan Lin Gong.     

Fan Xian berdiri dan berjalan memutari mejanya beberapa kali. Dia akhirnya memutuskan untuk menyembunyikan ini dari Wan'er selama-lamanya; dia tidak boleh membiarkan Wan'er tahu bahwa pamannya lah yang telah membunuh kakaknya.     

Jauh di dalam istana kerajaan, terasa suasana yang sangat khidmat. Namun, ruangan tempat tinggal orang yang paling berkuasa di dunia, tidak semegah seperti daratan yang dia kuasai. Dupa perlahan-lahan terbakar, dan menyisakan setumpuk abu. Cahaya matahari yang terbenam masuk melalui pintu, menerangi biji-biji bunga dedalu yang bertebaran.     

Lantai ruangan itu dilapisi dengan ubin dari batu pucat. Di kedua sisi ruangan berdiri banyak pejabat tinggi pemerintah. Tidak ada pemanggilan resmi hari ini, dan ruangan ini bukanlah istana utama, melainkan istana samping. Sang Kaisar Qing yang agung tidak duduk di atas singgasana naganya yang tinggi, tetapi justru di atas kursi biasa.     

Hari ini, sang Kaisar mengenakan pakaian bertema biru-hijau yang terlihat lebih santai. Ia mengenakan sabuk sutra berwarna emas yang dihiasi dengan motif naga-naga, dan rambutnya yang berwarna hitam legam – dengan beberapa helai rambut putih – diikat ke belakang dengan erat. Dia duduk dengan santai di atas kursi, menempatkan dirinya lebih rendah dari pejabat yang berdiri di sekitarnya. Tapi entah bagaimana, dia masih mempertahankan aura seorang penguasa dunia yang seakan menatap para pengikutnya dari kedudukan yang lebih tinggi.     

Masalah politik sudah selesai dibahas. Hanya beberapa pejabat penting dan pejabat senior yang tetap berada di ruangan.     

Orang pertama di sisi kiri adalah Chen Pingping. Karena dia menggunakan kursi roda, dia terlihat cukup mencolok dibandingkan yang lainnya. Dia menundukkan kepalanya, tampaknya dia begitu lelahnya sampai-sampai hampir tertidur. Pejabat lainnya yang hadir tahu bahwa dia adalah Direktur Chen, orang kepercayaan Kaisar nomor satu. Karena wawasannya, dia dibebaskan dari panggilan istana. Tapi khusus hari ini, pemanggilan dari sang Kaisar bersifat wajib.     

sang Perdana Menteri, Lin Ruofu, adalah orang pertama yang berada di sebelah kanan. Karena keadaan khususnya, dia juga duduk, tapi di bangku bulat. Karena jubahnya agak panjang, dia terlihat agak lucu. Pria terkenal ini memiliki kulit yang bagus, tatapan matanya masih penuh energi. Hanya saja rambut wajahnya sedikit beruban, memperlihatkan usianya sebenarnya. Dia pasti sangat tampan di masa mudanya.     

Hari ini, matanya terlihat agak merah, dan bibirnya pucat. Tampaknya dia baru menangis.     

"Belasungkawa saya, Perdana Menteri," kata Kaisar dengan lembut, suaranya bergema di ruangan itu. "Anda bisa beristirahat beberapa hari di rumah, agar anda bisa ... merelakan kepergian anak anda."     

Lin Ruofu berdiri dan membalas ucapan sang Kaisar dengan memberi hormat. Dengan suaranya yang tegang, sang Perdana Menteri mengucapkan, "Saya tidak akan berani. Ini hanyalah masalah yang menimpa anak saya; menyusahkan Yang Mulia saja sudah merupakan suatu kejahatan."     

Pejabat lainnya juga menyampaikan ucapan belasungkawa kepada Lin Ruofu, mengatakan hal-hal seperti anda tidak bisa menghidupkan orang mati, antara ucapan-ucapan dukacita lainnya.     

Tiba-tiba, Lin Ruofu meninggikan suaranya dan berkata, "Yang Mulia, maafkan rasa tidak hormat saya, tetapi saya meminta Yang Mulia untuk menuntut keadilan atas nama saya, demi anak saya telah mati!" Setelah mengatakan itu, Lin Ruofu berlutut. sang Perdana Menteri ini biasanya memiliki hati yang teguh, meskipun begitu, ia hampir pingsan saat mendengar berita tentang kematian putra keduanya. Yang tua mengubur yang muda; bagaimana mungkin ia dapat menahan perasaan seperti itu?     

Sang Kaisar menunjukkan senyumannya yang paling tidak mencolok, tetapi tidak ada yang memperhatikan senyuman itu, karena tidak ada yang berani secara langsung menatap wajah Yang Mulia. Sang Kaisar terkejut saat mendengar ucapan sang Perdana Menteri. "Belum lama ini putra keluarga Fan diserang, dan sekarang kejahatan lainnya muncul. Tentu saja, semua pihak berwajib di ibukota akan mengusutnya, percayalah. Aku berjanji untuk memberikanmu jawaban ... jika ada yang menangkap pelaku kejahatan ini, mereka harus segera mengirim orang itu ke Kementerian Kehakiman. Jika tidak ada yang berhasil, maka biarkan Direktur Chen yang menanganinya."     

Meskipun tampak sedang tertidur lelap, Chen Pingping membuka matanya dan menanggapi ucapan sang Kaisar dengan tersenyum.     

Walau hanya sekilas, terlihat sekelebat perasaan pada mata lin Ruofu. Dia bersujud kepada kaisar cukup lama hingga pejabat yang lain mendesaknya untuk segera bangkit kembali.     

Sang Kaisar memandangnya dengan tenang. Kerajaan Qing tidak terlalu mementingkan formalitas seperti itu, dan sang Kaisar tahu bahwa pekerjaan seorang Perdana Menteri tentu tidak mudah. Tiba-tiba, dia mengerutkan kening dan bertanya, "Pada kejadian sebelumnya ada keterlibatan dari Qi Utara; mereka melakukannya untuk mengacaukan istana. Mungkinkah kasus ini juga melibatkan kriminal dari luar negeri? Apakah keamanan negara kita telah begitu menurun? Kirimkan perintah pada Bei Sansi: suruh dia untuk melakukan penyelidikan. "     

Dia kemudian memarahi Chen Pingping dengan ketus, "Chen Pingping, sebagai Direktur Dewan Pengawas, semestinya kau lebih waspada! Apakah kamu sudah lupa apa itu tugasmu? Kunjungan ke kampung halamanmu kali ini terlalu lama. Bayangkan, sampai sebulan penuh! Harus sampai beberapa orang mati dulu supaya kamu kembali ke ibukota!"     

Di hadapan amukan Kaisar, seisi ruangan menjadi sunyi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.