Sukacita Hidup Ini

Sosok yang Terkenal di Zaman itu



Sosok yang Terkenal di Zaman itu

0Ketika mendengar bait terakhir puisi tersebut, para hadirin menjadi bingung. Puisi itu pernah muncul di ibukota pada waktu musim semi, dan sejak saat itu telah menyebar ke seluruh pelosok negeri. Terlepas dari penyebutan kata sungai yang membuat para pembacanya menjadi tidak nyaman, banyak penyair selalu berasumsi bahwa puisi ini sempurna. Tetapi empat baris terakhir adalah bagian yang terbaik, dan mereka tidak yakin mengapa Zhuang Mohan justru merasa sebaliknya.      
0

"Alasan mengapa empat baris pertama adalah yang terbaik," kata Zhang Mohan dengan sinis, "bukan karena empat baris terakhir tidak baik, tetapi karena ... empat baris terakhir tidak ditulis oleh Tuan Fan!"      

Dengan terucapnya kata-kata ini, suasana aula mendadak menjadi gempar, dan kemudian segera kembali menjadi hening. Tidak ada yang berani mengatakan sepatah kata pun.      

Fan Xian berpura-pura tercengang, tetapi dia sebenarnya mengerti banyak hal. Saat keadaan mulai tenang dia bersandar di meja. Sambil tetap pura-pura mabuk, dia melihat ke arah Zhuang Mohan dengan senyum yang tersungging di wajahnya.      

Beberapa bulan sebelumnya, Lin Wan'er pernah memberitahunya bahwa ada orang-orang di istana mengatakan bahwa puisi Fan Xian telah disalin. Pada saat itu Fan Xian tidak mempedulikannya, tetapi dia tidak mengira bahwa kelalaiannya itu akan menyebabkan reaksi meledak-ledak seperti hari ini. Guo Baokun lah yang telah membawa masalah ini ke permukaan. Dan jelas, tindakkannya itu didukung oleh beberapa bangsawan lainnya.      

Setelah Fan Xian datang ke ibukota, satu-satunya hal yang terkait dengan nama baiknya adalah reputasinya sebagai seorang sastrawan. Jika Fan Xian telah benar-benar menghancurkan nama baiknya sendiri, apalagi dalam dunia yang begitu menjunung tinggi kesastraan dan moralitas, dia tidak akan punya pilihan selain untuk membatalkan pertunangannya dengan Lin Wan'er.      

Fan Xian merasa sangat tidak nyaman setelah Zhuang Mohan membaca empat baris pertama. Namun ketika dia menyadari bahwa Tuan Zhuang tidak tahu bahwa sungai dalam puisi tiu adalah Sungai Yangtze, dia menyadari bahwa ketakutan terbesarnya masih belum akan terjadi. Jika Zhuang Mohan ingin menuduh Fan Xian akan plagiarisme,pria itu hanya bisa mengandalkan gelar dan reputasinya sendiri sebagai seorang sarjana untuk menekan agar orang lain sependapat dengannya.      

Namun Fan Xian tidak paham bagaimana cara Putri Sulung bisa membujuk Zhuang Mohan yang sangat terkenal itu, untuk sudi datang jauh-jauh hanya untuk melakukan tindakan keji seperti itu.      

Beberapa waktu berlalu. Yang Mulia mengerutkan keningnya. Plagiarisme adalah perilaku yang terkutuk, tetapi jika Zhuang Mohan tidak memiliki bukti yang dapat diandalkan, bagaimana mungkin dia berani menyebarkan omong kosong seperti itu di dalam istana Kerajaan Qing?      

"Omong kosong," kata Zhang Zigan, wakil menteri Dewan Ritus yang duduk di samping Fan Xian. Ia tersenyum dan lanjut mengatakan :Tuan Zhuang Mohan adalah seorang sastrawan yang hebat. Banyak siswa telah membaca buku-buku penelitiannya mengenai tulisan suci. Di seluruh penjuru negeri, tidak ada yang berani meragukan kata-kata Tuan Zhuang. Tetapi mengenai masalah plagiarisme ini, mungkin dia sendiri telah dibohongi oleh sesorang yang benar-benar biadab."      

Zhang Zigan lalu mengarahkan pandangannya ke Guo Baokun, putra atasannya. Dia sama sekali tidak takut untuk mengungkapkan siapa 'orang biadab' yang dimaksudnya.      

Zhuang Mohan mengangkat kepalanya, dibalik tatapan matanya yang bijak, suasana hatinya sedang kacau. "Empat baris terakhir dari puisi ini ditulis oleh guru lamaku yang bepergian ke Tingzhou. Karena itu adalah karya yang dipublikasikan setelah beliau meninggal, aku sudah mengetahuinya selama beberapa dekade. Tetapi aku tidak tahu bagaimana Tuan Fan dapat menemukan kalimat-kalimat ini. Hal yang telah lama terkubur dapat sekali lagi melihat cahaya, dan aku percaya ini benar. Tapi reputasi Tuan Fan sebagai seorang sastrawan dibangun menggunakan puisi ini, dan aku tidak bisa membiarkannya begitu saja.     

Para sarjana harus dapat memelihara hati dan kebajikan mereka, dan puisi itu adalah karya orang lain. Aku selalu mengagumi karya-karya orang yang berbakat. Aku tidak mau sembarangan mengungkap kasus ini, maka dari itu aku datang ke Kerajaan Qing untuk melihat sendiri bagaimana kelakuan putra seorang pejabat. Aku tidak menyangka bahwa selain tidak menyesali perbuatannya, Tuan Fan justru mengelu-elukan dirinya sendiri."      

Ketika dia mendengar ini, Fan Xian hampir saja tersenyum. Benar-benar tak tahu malu, pikirnya, tetapi orang-orang di sekitarnya tidak tersenyum sama sekali. Suasana di aula menjadi sangat menyesakkan. Jika tuduhan ini terbukti benar, akibatnya bukan hanya Fan Xian yang kehilangan muka di kalangan sastrawan dan penyair bangsawan, tetapi seluruh Kerajaan Qing juga akan ikut dipermalukan.      

Semua sarjana di dunia itu menjunjung tinggi karya tulis Zhuang Mohan tentang kebajikan dan perilaku manusia; karena reputasinya ini, tidak ada yang ragu dengan ucapannya. Selanjutnya, Zhuang Mohan mengatakan bahwa puisi itu ditulis oleh guru lamanya; itu sama saja dengan menggunakan nama gurunya sebagai bukti, dan siapa yang berani meragukan nama baik gurunya?      

Para pejabat yang hadir mulai yakin bahwa puisi Fan Xian adalah hasil plagiat, dan mereka pun menatap Fan Xian dengan penuh kebencian. Tapi masalah ini tidak bisa mengubah kebenaran: bagaimanapun juga, ini melibatkan reputasi istana Kerajaan Qing, dan karena itu Yang Mulia menatap dingin ke arah Shu Wu, Sekretaris Besar Paviliun Perpustakaan Kerajaan. Setelah beberapa saat, Sekretaris Besar Shu berdiri dengan susah payah, dia pertama-tama memberi hormat kepada Zhuang Mohan. "Guru, suatu kehormatan bagiku dapat kembali bertemu denganmu."      

Dulu, Sekretaris Besar Shu pernah pergi ke Qi Utara untuk belajar di bawah bimbingan Zhuang Mohan, jadi ia menyapa gurunya sesuai dengan tata krama antara guru dan siswa. Dia sebenarnya percaya bahwa apa yang dikatakan Zhuang Mohan benar, bahwa Fan Xian telah menjiplak puisi itu, tetapi di bawah tatapan mata sang Kaisar, dia tidak bisa menolak untuk melakukan pembelaan terhadap Fan Xian. "Guru. Tuan Fan selalu dikenal sebagai penyair yang berbakat. Balada yang dia dendangkan barusan juga sangat baik. Jika memang benar dia menjiplak puisi karya guru lama anda, orang-orang akan sulit mempercayai hal itu, karena tidak ada alasan baginya untuk melakukan hal itu. "      

Zhuang Mohan telah kembali duduk. Dia berdeham dan berbicara dengan lembut. "Shu Wu, mungkinkan kau beranggapan bahwa aku menggunakan nama guruku dengan sia-sia untuk menutupi sebuah kebohongan?"      

Keringat Sekretaris Besar Shu pun mengucur deras. Ia tidak berani mengatakan sepatah kata pun, dan ia tidak tahan merasakan tatapan sinis dari sang Kaisar. Sekretaris Besar Shu mengundurkan pembelaannya dengan hormat. Jika masih ada orang yang meragukan uacapannya, orang itu berarti menuduh bahwa Zhuang Mohan tidak pantas menjadi sarjana, dan karena ini, tidak ada yang berani untuk menyerang reputasinya.      

Tetapi sangi Kaisar bukanlah seorang sarjana biasa. Dia bukan Selir Shu, dan juga bukan sang Permaisuri Janda. Dia dari dulu tidak pernah menyukai Zhuang Mohan, dan dia pun berbicara dengan serius. "Kerajaan Qing sangat menjunjung tinggi hukum dan dan undang-undang, tidak seperti Kerajaan Qi Utara yang ringkih dan lemah. Jika Tuan Zhuang ingin menuduh seseorang, maka dia harus memberikan bukti."      

Para hadirin perjamuan itu dapat mendengar kemarahan dalam nada suara sang Kaisar. Jika Zhuang Mohan benar-benar membuktikan bahwa Fan Xian melakukan plagiarisme, mungkin saja Fan Xian akan lenyap dari muka bumi.      

Zhuang Mohan tersenyum, dan para ajudan yang ada di belakangnya mengeluarkan sebuah gulungan perkamen. "Ini adalah surat yang ditulis secara pribadi oleh guruku. Silahkan, jika ada orang terpelajar yang ingin melihatnya, mereka akan tahu berapa tuanya surat ini." Dia memandang Fan Xian dan berbicara dengan prihatin. "Bakat menulis puisi Fan Xian hanyalah tipuan belaka. Meskipun aku tidak tahu apa yang dipikirkannya, bagaimana mungkin Fan Xian bisa menulis empat baris terakhir dari puisi ini berdasarkan pengalaman hidup yang dimilikinya?"      

Aula pun menjadi hening, hanya ada suara Zhuang Mohan yang sedang membacakan puisi itu. "Sepuluh ribu mil musim gugur yang menyedihkan, sedingin itu? Sakit selama seratus tahun, ini adalah saat guruku mendaki pegunungan yang tinggi di hari-hari terakhirnya. Air sungai yang mengalir deras itu, mengisi mata dengan kesedihan ... Tuan Fan masih muda , bagaimana mungkin dia tahu rasanya sakit selama seratus tahun? "      

Semakin Zhuang Mohan terus berbicara, semakin semua orang yakin bahwa puisi ini tidak mungkin ditulis oleh seorang anak muda.      

Suara Zhuang Mohan bergema cukup lama. "Banyak rambut membeku mengacu pada rambut abu-abu yang tumbuh di mana-mana. Kepala Tuan Fan memiliki rambut hitam yang halus. Sulit dimengerti bahwa dia sudah memiliki beban hidup.      

"Dan mengenai bagian 'frustrasi, saya berhenti minum anggur keruh'," kata Zhuang Mohan dengan lembut, "terlepas dari apakah latar belakang keluarga Tuan Fan membuat anak muda ini merasa putus asa atau tidak, dengan baris 'saya berhenti minum anggur keruh', mungkin Tuan Fan tidak mengerti mengapa guruku mengatakan hal seperti itu. " Zhuang Mohan memandang Fan Xian, wajahnya terlihat seakan dia tidak tega mengatakannya."Pada tahun-tahun terakhir guruku hidup, dia menderita penyakit paru-paru. Jadi dia tidak bisa minum anggur, dan inilah sebabnya dia berkata bahwa dia 'berhenti minum'."      

Setelah mengatakan ini, para pejabat Kerajaan Qing menjadi berkecil hati. Mereka tidak lagi mempedulikan gulungan perkamen itu; berdasarkan cerita Tuan Zhuang, tuduhan plagiarisme terhadap Fan Xian memang terbukti benar.      

Pada saat itu, bunyi tepuk tangan tiba-tiba bergema di aula yang tadinya hening.      

Fan Xian, yang sebelumnya tampak tidur di atas meja karena mabuk, tiba-tiba berdiri dan tersenyum pada Zhuang Mohan. Tepuk tangan perlahan mereda, dan dia merasa takjub. Tentu saja, tidak ada yang tahu siapa sosok guru Zhuang ini, tetapi lawannya telah berhasil menjelaskan kondisi Du Fu dari puisi itu. Penyakitnya di kehidupan sebelumnya benar-benar sesuai dengan penyakit yang dimiliki oleh guru dari ahli sastra yang mendunia itu.      

Tetapi Fan Xian tahu bahwa Zhuang Mohan berusaha menjebaknya. Mungkin gulungan perkamen telah dipersiapkan sebelumnya, dan karena itulah dia tidak bisa berlama-lama mengaguminya. Wajahnya yang tampan tampak liar, dan dia tertawa seolah-olah mabuk. "Tuan Zhuang benar-benar tidak mempedulikan reputasi gurunya. Aku tidak tahu apa yang bisa membuatnya tega mencela sosok yang terkenal di masa lalu."      

Orang-orang di sekitarnya beranggapan bahwa karena kejahatannya telah terbongkar, Fan Xian mulai kehilangan akal sehatnya. Mereka mengerutkan kening dalam-dalam dan merasa semakin sulit untuk mendengar ocehan pemuda itu. Sang Permaisuri diam-diam mengisyaratkan pada para pelayan untuk memanggil para pengawal istana, untuk mencegah Tuan Fan berbuat keributan. Yang mengejutkan, sang Kaisar justru melambaikan tangannya dengan acuh, memohon semua orang untuk mendengarkan apa yang akan dikatakan Fan Xian.      

Fan Xian dengan sempoyongan melangkah maju ke depan, dengan tatapan matanya yang seolah meremehkan situasi yang terkesan genting itu. "Bawakan anggur!" pekik pemuda itu terdengar keras dan lantang.      

Para pelayan istana yang berdiri di belakang tidak berani mendekat, saat melihat kelakuannya yang tampak seperti orang gila. Seorang menteri kabinet yang merasa jengkel terhadap Fan Xian datang dengan membawa satu kendi anggur dengan berat kira-kira satu kilo dari belakang dan meletakkannya di hadapan Fan Xian.      

"Terimakasih banyak!"tawa Fan Xian. dia memecahkan segel tanah liat pada kendi itu dan meminumnya seperti ikan paus yang menghisap air laut. Dalam waktu singkat semua anggur dalam kendi itu telah memasuki perutnya. Setelah bersendawa, dia mulai merasa benar-benar mabuk. Dia minum begitu banyak hari itu, dan sekarang dengan meneguk anggur lagi secara tergesa-gesa dia telah membuat wajahnya merah dan matanya yang berair tampak berkilau.      

Fan Xian bergerak sempoyongan dan terhuyung-huyung ke meja utama. Dia bergerak seolah-olah sedang melakukan semacam tarian. Kemudian dia menunjuk hidung Zhuang Mohan. "Apakah tuan besar ini benar-benar akan terus berbicara seperti ini?"      

Zhuang Mohan mengendus, bau alkohol menusuk lubang hidungnya. Ia agak mengernyitkan dahinya dan berkata "Tuan muda, lebih baik jika Anda memohon ampun. Anda tidak perlu melukai diri sendiri."      

Fan Xian menatap sepasang mata Zhuang Mohan dan tersenyum. "Segala sesuatu memiliki sebab dan akibatnya masing-masing," ucapnya dengan pilihan kata yang tidak jelas. "Aku dituduh telah menjiplak karya guru Tuan Zhu, tepatnya di bagian empat baris ini. Buat apa aku menjiplak karyanya? Jangan bilang bahwa hanya dengan balada yang kubawakan tadi, aku tidak bisa menjadi terkenal di bumi dan akhirat?"      

Kata-kata "terkenal di bumi dan akhirat" sangatlah baik, dan bahkan Zhuang Mohan merasa sedikit terpana. Ia merasa terdesak oleh keadaan, sampai-sampai ia rela merusak nama baik yang telah ia miliki sepanjang hidupnya. Zhuang Mohan tidak tahan dengan serangan pemuda ini, dan dia perlahan-lahan memalingkan wajahnya. "Mungkin Tuan Fan juga menjiplak balada itu dari orang lain," katanya dengan suara yang pelan.      

"Dijiplak dari karya siapa? Apakah mungkin balada yang saya tulis juga hasil dari menyalin karya orang lain? Atau mungkinkah Tuan Zhuang telah mempelajari segala sesuatu yang ada di bumi ini, dan mengetahui setiap baris puisi yang pernah ditulis, dan berhak menentukan apakah aku telah menjiplak karya orang lain atau atau tidak?"      

Saat melihat jari-jari tangan Zhuang Mohan perlahan mengetuk-ketuk gulungan perkamen di atas meja, Fan Xian tertawa dengan getir. "Tuan Zhuang, akal-akalanmu ini mungkin bisa membodohi seorang anak kecil. Kau mengatakan bahwa aku telah menjiplak puisi karya gurumu, tetapi aku bingung. Jika benar begitu, lalu mengapa puisi ini tidak pernah terlihat di dunia ini sebelum aku tuliskan? "      

Zhuang Mohan tampaknya tidak ingin berdebat dengan Fan Xian.      

Fan Xian pun lanjut berbicara dengan lembut. "Tuan, Kau berkata bahwa rambutku tidak putih, dan karena itulah aku tidak dapat berhak menulis kata pelipis yang putih. Kondisiku tubuhku sehat, dan karena itulah penyakit seratus tahun ini tidak mungkin kualami... tetapi kau tidak sadar, Tuan, bahwa aku senang berbuat masalah sepanjang hidupku. Aku berencana untuk mengulang kembali hidupku. Kamu tidak tahu masa laluku, namun kamu menuduhku seperti itu. Betapa bodohnya. "      

Fan Xian tidak tahu apakah dirinya benar-benar terlalu mabuk, atau apakah dia mengambil kesempatan ini untuk melampiaskan rasa putus asa yang telah dia pendam sejak lama. Wajah Fan Xian yang tampan dan bersih tiba-tiba menunjukkan raut wajah seseorang yang telah kesetanan.      

"Puisi adalah suara yang berasal dari lubuk hati seseorang," kata Zhuang Mohan dengan lembut sembari menatap Fan Xian. "Fan, teman mudaku, ini bukanlah masa lalumu, jadi bagaimana mungkin kamu bisa menulis puisi seperti itu?"      

"Puisi adalah sastra," kata Fan Xian, sambil menatap Zhuang Mohan dengan dingin. "Dalam puisi, bakatlah yang harus menjadi perhatian. Meski puisiku berbicara tentang kekhawatiran, tetapi kata siapa seseorang tidak dapat menginterpretasikan peristiwa yang belum mereka alami, menjadi sebuah puisi?"      

Kata-katanya sangat arogan. Dia membandingkan dirinya dengan sosok penyair berbakat, dengan berkata bahwa kesimpulan Zhuang Mohan atas puisi itu tidak benar!      

Mendengar ini, Zhuang Mohan mengerutkan kening dan dia tertawa getir. "Apakah kamu mengatakan bahwa kamu dapat menulis puisi yang indah tentang sesuatu yang belum pernah kamu alami sendiri, kapan pun, dan di mana pun itu?" Zhuang Mohan tidak percaya omongan Fan Xian. Sehebat apa pun kemampuan bocah itu dalam menulis puisi, tidak mungkin dia memiliki keterampilan tinggi seperti itu.      

Melihat lawannya jatuh ke dalam jebakannya, Fan Xian hanya tersenyum. Dengan tidak tahu diri, dia mengambil semangkok anggur dari meja dan meminumnya dalam satu tegukan. Dia dengan tenang menatap Zhuang Mohan, dengan tatapan mabuknya, yang perlahan-lahan dipenuhi dengan gairah yang membara. Tiba-tiba, dia melambaikan tangannya dan berteriak.      

"Bawakan koran!"      

"Bawakan tinta!"      

"Bawakan orang-orang!"      

Orang-orang di aula bingung oleh suara pekikan mabuk Fan Xian, tetapi sang Kaisar dengan tenang memerintahkan para pelayan istana untuk memenuhi tuntutannya. Setelah persiapan selesai, aula menjadi lebih lapang, di sana hanya ada sebuah meja, batu tinta, dan satu pemuda yang berdiri dengan angkuh di tengah ruangan.      

Fan Xian berdiri dengan sempoyongan. Dengan susah payah, dia berbicara dengan sopan kepada sang Kaisar. "Yang Mulia, bolehkah saya meminjam jasa seorang kasim istana untuk menulis?"      

Meskipun sang Kaisar tidak mengerti alasannya, dia mengangguk setuju. Seorang kasim yang bertugas sebagai juru tulis berjalan ke meja, mengeluarkan selembar kertas putih, dan meletakkan batu tinta. Tanpa diduga, Fan Xian dengan menahan perasaan mabuknya, dia menggelengkan kepalanya. "Satu saja tidak cukup."      

"Fan Xian, apa yang kau rencanakan?" Snag Putra Mahkota, yang berada tidak jauh darinya, tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya. Tetapi Kaisar dengan tenang menuruti permintaannya.Sang Kaisar perlahan mulai tersenyum. Sepertinya dia sudah menebak apa yang akan terjadi selanjutnya.      

Fan Xian tersenyum dan menatap Zhuang Mohan. Sambil berusaha melawan rasa mabuknya, dia berbicara kepada tiga ketiga kasim di sisinya. "Aku akan bicara, dan kalian yang menulis. Jika kalian menulis dengan lambat, dan ketinggalan, aku tidak akan mengulangi kata-kataku untuk yang kedua kalinya."      

Entah mengapa ketiga kasim itu menjadi gugup. Beberapa orang di sana telah menebak apa yang akan dilakukan Fan Xian. Bagaimana bisa dia membuat orang percaya bahwa bakatnya setara dengan Zhuang Mohan? Waktu belum terlalu malam, dan angin malam di akhir musim panas tidak terasa sejuk sedikitpun. Namun, suasana di ruangan itu perlahan-lahan menegang, seperti saat suara drum mulai terdengar di medan perang.      

"Bahkan kobaran api di padang rumput tidak dapat menghancurkan rumput, rumput itu tumbuh lagi ketika angin musim semi berhembus ... banyak bunga yang tumbuh akan memanjakan mata manusia, tumbuh di tanah ynag tidak diinjak kuku kuda ... bahkan langit dan bumi memiliki usia , penyesalan akan perpisahan kita akan bertahan selamanya dan tidak pernah berakhir. "      

Fan Xian dengan lancar telah membawakan karya milik Bai Juyi dalam waktu singkat. Setelah itu dia melantunkan sepuluh bait lagi. Dia kemudian berdiri di samping meja, dan sambil melihat langit malam yang ada di luar aula istana dia tanpa henti melantunkan sebuah puisi yang terkenal, yang entah bagaimana terukir di dalam ingatannya. Para kasim mengacungkan pena mereka dan menulis dengan cepat, hampir tidak dapat mengikuti lantunannya.      

Para penonton pun terdiam, mereka menikmati kata demi kata yang Fan Xian ucapkan.      

Karena lawan menyerangnya bertubi-tubi, memfitnah dan menuduhnya telah menjiplak karya orang lain, Fan Xian yang merasa tertekan dan akhirnya meledak. Saat ini, dia hanya ingin melantunkan puisi yang telah dia ingat, sama sekali tidak peduli apakah para kasim dapat mengikutinya atau apakah para penonton dapat memahaminya. Kata-kata yang fasih dan mendalam dari kehidupan sebelumnya datang melalui bibirnya yang tipis, bergema di aula istana Kerajaan Qing.      

Ekspresi Zhuang Mohan berangsur-angsur berubah menjadi takjub.      

Dan di saat para penonton mulai menikmati tontonan itu, Zhuang Mohan hanya bisa bergumam pada dirinya sendiri bahwa puisi yang dia dengar ini tidak pernah didengar oleh orang manapun, dan bait tiap baitnya benar-benar brilian. Benarkah ... bahwa semua puisi itu ditulis oleh Tuan Fan?      

"Malam tiba, langit ingin menjatuhkan salju, bagaimanapun juga, ayo kita minum secangkir..." ini adalah minuman Bai Juyi.      

"Apakah kamu tidak melihat, tuanku ..." selanjutnya adalah giliran Li Bai untuk minum.      

"Bayangan itu menjadi tiga orang ..." ini adalah Li Bai, sedang minum.      

"Tapi hanya tuan rumah yang bisa membuat tamu minum ..." ini masih Li Bai, sedang minum.      

"Kemarin, yang menelantarkanku tidak bisa dipertahankan; hari ini, karenanya hatiku menjadi kacau, membuatku sangat khawatir ..." ini adalah Li Bai, yang sudah mabuk.      

Saat orang-orang di aula teringat dengan kekurangajaraan Fan Xian tadi, mereka secara bertahap duduk berkumpul di sekitar Fan Xian. Ketika mendengarkan puisi yang dibacanya, wajah mereka dipenuhi dengan keheranan dan ketidakpercayaan. Semua orang mendengarkan puisi itu. Ada banyak orang jenius dan cemerlang di dunia ini, tetapi sejak zaman kuno mereka belum pernah melihat adegan yang seperti ini.     

Para tamu telah sering melihat bagaimana puisi ditulis, tapi mereka belum pernah melihat cara menuilis seperti ini! Menulis puisi tidak seperti menjual kubis di pasar sayur – tetapi kata demi kata yang keluar dari mulut Fan Xian tanpa dia sendiri sadari. Apa bedanya dengan menjual kubis?      

Walau ada beberapa ungkapan aneh dalam puisi itu, itu karena orang-orang yang berkumpul tidak tahu apa-apa tentang literatur klasikal di dunia Fan Xian. Mereka tercengang. Setiap bait-bait yang diucapkan Fan Xian adalah mahakarya!      

Namun Fan Xian masih belum selesai. Para pejabat yang berkumpul memandang Fan Xian, yang raut wajahnya telah berubah menjadi mengerikan. Mereka merasa seolah-olah pemuda tampan ini bukan berasal dari dunia mereka; seolah dia telah terlahir kembali sebagai makhluk surgawi dalam kehidupan ini. Dengan perasaan terkejut, ketiga kasim yang telah memberikan tenaga mereka kepada Sekretaris Agung yang tidak mabuk itu mulai tertarik pada bait-bait yang keluar tanpa henti dari mulut Fan Xian. Tuan Muda Fan telah mengatakan bahwa dia tidak akan mengulanginya.      

Fan Xian tidak tahu dirinya tampak seperti apa sekarang. Matanya tetap tertutup, otaknya terus berputar-putar, berusaha mengingat kalimat demi kalimat yang harus dia ucapkan. Jika dia memberi tahu para pejabat bahwa saat ini dirinya memiliki waktu luang untuk memikirkan hal-hal lain, mungkin mereka akan lebih tercengang lagi.      

Dia merasa sedikit haus, sehingga dia mengulurkan tangannya ke samping, ke arah Sekretaris Besar yang sedang memegang anggur. Lalu dia meletakkannya dengan hati-hati di tangannya, agar tidak mengganggu konsentrasinya.      

Dari para penguasa buku-buku kidung, hingga kuda-kuda bisu dari Gong Zishen, hingga cahaya bulan yang cerah dari dinasti Tang, sungai musim semi dinasti Song, rumah kaca Du Fu, Su Dongpo memasak ikan Huangzhou, Du Mu mengunjungi seorang pelacur, Liu Yong yang juga mengunjungi seorang pelacur, Yuan Zhen menyeberangi lautan luas untuk tinggal bersama selirnya, Li Qingzhao dengan harpa dan pikirannya tentang masa-masa indah yang tidak dapat dijelaskan, cinta Ouyang Xiu terhadap keponakannya (ini adalah malpraktek keadilan yang masih belum terungkap).      

Fan Xian memejamkan mata, menyesap seteguk anggur, dan kembali 'menulis' sebuah puisi, dia menghabiskan tiga botol anggur dan telah menghasilkan tiga ratus puisi!     

Di aula yang luas itu, titik-titik cahaya dan bayangan yang tak terhitung jumlahnya tampak bertebaran, perlahan-lahan berubah menjadi pemandangan yang hanya bisa dilihat Fan Xian dari balik matanya yang tertutup.Titik-titik tersebut adalah penyair dari dunianya yang sebelumnya, lelaki tua dan lelaki muda yang tampan, bernyanyi dengan santai di bawah pohon bambu. Perut yang tanpa busana di tempat tidur, dengan angin yang berhembus kencang dari arah paviliun, air mata kesedihan menetes di tepi sungai.      

Ini semua dari dunianya sebelumnya, semua yang dimiliki Fan Xian dari dunia asalnya, dan dengan tiba-tiba, semua pengetahuan seputar puisi tersebut turun ke dunia Kerajaan Qing dan menyerang hati manusia yang mendengarnya. Dengan bantuan semua penyair luar biasa sepanjang masa, Fan Xian berjuang melawan Zhuang Mohan.      

Riba-tiba, Fan Xian membuka matanya. Dia memandang Zhuang Mohan dengan serius, seperti sedang melihat dunia lain dari kejauhan.      

"Apakah kamu tidak mengerti, tuanku, bagaimana air sungai kuning mengalir menuju ke Kayangan?" Siapa yang bisa lebih leluasa daripada Li Bai?      

"Gelombang datang dan melenyapkan para pahlawan dari masa lalu." Siapa yang bisa lebih berani daripada Su Dongpo?      

"Tadi malam hujan gerimis dan angin tiba-tiba berhembus, meskipun aku tertidur nyenyak, kemabukanku belum mereda." Siapa yang bisa lebih anggun dari Li Qingzhao?      

Siapa yang bisa menyaingi seseorang dengan kekuatan dari tokoh-tokoh masa lalu?      

Terdengar bunyi pecahan kaca; tangan Zhuang Mohan yang gemetar menjatuhkan cangkir anggur yang ada ia genggam.      

Hening. Untuk sesaat suasana menjadi hening.      

Setelah cukup lama waktu berselang, Fan Xian pada akhirnya mengakhiri penampilannya yang gila sekaligus menakjubkan. Tetapi para hadirin yang ada di aula istana tidak dapat berhenti tertegun. Para sarjana dan kasim yang bertindak sebagai juru tulis adalah orang pertama yang sadar dari rasa takjub mereka. Mereka terkulai di lantai, menggosok tangan mereka yang pegal sembari menatap Fan Xian seolah-olah dia adalah sejenis makhluk dari alam lain.      

Fan Xian mabuk.Dengan terhuyung-huyung dia berjalan ke arah Zhuang Mohan. Dia kemudian mengulurkan jarinya dan menggoyang-goyangkannya ke arah hidung pria tua itu. Setelah bersendawa, dia berbicara pelan.      

"Kalau soal memberi komentar dan menginterpretasi puisi, aku kalah darimu. Namun dalam menulis berbagai macam hal seperti itu tadi ... kamu yang kalah dariku."      

Suasana di aula masih hening, sehingga meskipun Fan Xian berbicara dengan suara yang pelan, semuanya yang hadir dapat mendengar suaranya dengan jelas. Para pejabat sekarang sepenuhnya mempercayai kata-kata pemuda itu. Mereka bersujud dan mengagumi bakat Tuan Muda Fan dalam merangkai puisi; terlepas dari prestise besar yang dimiliki Zhuang Mohan, ketika menyangkut puisi dan sastra, setiap orang yang mendengarkan Fan Xian 'membaca' 300 puisi kuno tidak akan pernah percaya bahwa ada orang yang bisa menyamai bakatnya dalam berpuisi.      

Sekarang, tidak ada orang yang berani mengungkit masalah plagiarisme lagi. Semua orang percaya dengan apa yang dikatakan Fan Xian, anak jenius yang bisa menulis puisi yang menakjubkan mengenai hal-hal yang tidak pernah dia alami. Apa itu tadi? Itu adalah karya puisi yang abadi! Plagiat? Plagiat apanya?      

Sekarang jelas bahwa Zhuang Mohan berbohong, karena tidak ada yang percaya bahwa bakat puitis Fan Xian bisa dijiplak dari karya orang lain. Ketika mereka melihat Zhuang Mohan, mereka tidak bisa menyembunyikan kekecewaan, keprihatinan, dan penghinaan dalam tatapan mereka. Guru besar satu ini, yang memiliki reputasi yang cemerlang di sepanjang hidupnya, tiba-tiba menyadari bahwa dirinya tidak mempunyai kebajikan di usia tuanya saat ia berusaha memerangi seseorang yang lebih muda.      

Zhuang Mohan memandang Fan Xian seolah-olah pemuda itu adalah seekor monster. Ada kesedihan di tatapan matanya, dan entah kenapa, tiba-tiba perutnya terasa sakit. Zhuang Mohan menutupi mulutnya dengan lengan bajunya yang berwarna putih sembari batuk darah.      

Yang Mulia menyunggingkan sebuah senyuman yang tidak tampak seperti senyuman ketika ia melihat Fan Xian. "Kenapa kamu tidak menunjukkan bakat seperti itu setiap hari?"      

Walau Fan Xian terlihat mabuk tetapi sebenarnya dia sama sekali tidak mabuk. Dia membalas tatapan sang Kaisar dan berkata "Puisi dan sastra adalah suatu hal yang digunakan untuk memperkuat pikiran, bukan keterampilan yang digunakan untuk bertarung dengan ganas."      

Ucapannya agak tidak tahu malu; apakah dia tidak menganggap kejadian malam ini sebagai pertarungan yang ganas? Fan Xian akhirnya tidak bisa menyembunyikan rasa kesal dan mabuknya. Dia jatuh terduduk di hadapan sang Kaisar. Sambil memicingkan matanya, dia melihat bibir Zhuang Mohan yang bergetar. "Aku lelah, aku ingin tidur," gumamnya. "Persetan denganmu."      

Akhirnya dia menyelesaikan pose terakhir Li Bai, Fan Xian tersimpuh tidak sadarkan diri di kaki sang Kaisar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.