Cincin Naga

Mawar di Musim Dingin – bagian 2



Mawar di Musim Dingin – bagian 2

0

Bersama Alice, Linley merasa sangat senang dari lubuk hati yang terdalam. Hingga akhirnya, malam telah usai. Baik Linley maupun Alice, keduanya tidak merasa lelah walaupun begadang semalaman.

0

Seiring dengan terbitnya matahari dari ufuk mulai berpendar dengan warna biru terang.

"Matahari telah terbit. Alice, aku harus pergi." Linley berdiri.

"Oke," balas Alice.

Alice juga berdiri, melihat Linley dengan pandangan tak mau berpisah. Linley tersenyum, melambai kepadanya, lalu melompat turun kejalan seperti daun yang gugur, tubuhnya diselubungi oleh aliran udara.

Setelah Linley tiba di Jade Water Palace, dia menunggu ketiga saudaranya keluar kamar, dan kemudian dia 'di interogasi' oleh Yale dan dua lainnya.

Setelah kembali ke Ernst Institute, Linley tetap rajin seperti biasa.Namun, ketika bersantai, terkadang dia terpikirkan tentang Alice. Linley punya firasat, bahwa hatinya telah dipanah oleh dewa cinta.

Kalender Yulan, 29 November tahun 9998. Sore hari.

Alice bangun pagi-pagi menunggu di luar pintu rumahnya. Setelah menunggu sejenak, dia melihat sosok yang tak asing yang berjalan kearahnya yang tak lain adalah Linley. Segera, dia berlari ke arah Linley.

"Kak Linley," teriak Alice senang. Mereka sudah tidak berjumpa selama sebulan. Setelah akhirnya bertemu denganya, Alice seperti tak bisa menahan rasa senangnya.

Di dalam hatinya, Linley pun merasa gembira. Lagi pula, sudah sebulan sejak terakhir kali mereka bertemu. Namun, hari ini ia merasa sangat bahagia. "Walaupun tidak pernah kukatakan bahwa aku akan menemuinya lagi, dia keluar untuk menungguku hari ini."

Terakhir kali mengobrol dengan Alice, Linley menemukan info bahwa jadwal libur Wellen Institute yaitu tanggal 1 dan 2 setiap bulan. Alice sengaja membolos untuk menemuinya. Linley pun mengerti apa maksudnya.

"Linley, dengarkan! Kali ini, cobalah lebih berani." Suara Doehring Cowart terdengar di pikiran Linley.

Linley secara rahasia membuat keputusan. Lagipula, dia tak ingin menunggu satu bulan lagi.

"Alice, kenapa kau berada di luar hari ini, kenapa tidak menunggu di beranda saja?" Linley dan Alice berjalan berdampingan sepanjang jalan. Alice tertawa. "Kita tak bisa selalu sembunyi di balkonku terus, kan?"

Ketika mengingat kembali saat-saat bagaimana mereka berdua bersembunyi di sudut balkon membuat Linley tertawa.

"Oh iya, jika kau tidak pulang nanti malam, bukankah ayahmu akan khawatir?" tanya Linley.

"Dia?" Alice mencibir. "Ayahku adalah seorang pemabuk berat dan juga seorang yang terjebak di dunia judi. Bahkan mungkin dia tidak tahu kapan dirinya pulang, terlebih lagi aku."

"Kak Linley, aku tumbuh di Fenlai City sejak aku kecil. Fenlai City adalah kota yang sangat besar. Mungkin kau belum mengunjung banyak tempat. Ayo, biar kutunjukkan kota ini padamu." Alice tertawa.

Linley dan Alice berjalan berdua di jalanan. Sekarang adalah musim dingin, dan di benua Yulan, bulan Desember dan Januari adalah waktu terdingin sepanjang tahun. Angin malampun terasa sangat dingin. Hanya sedikit orang yang berani keluar rumah.

Ketika Linley dan Alice berjalan sambil mengobrol, mereka benar-benar tidak mengindahkan orang lain.

"Oh, salju?"Alice menengadah menatap langit malam dan melihat butiran putih turun secara perlahan. "Aku suka salju. Ini salju pertama musim dingin tahun ini."

"Aku juga suka salju." Linley mengangkat kepalanya, membiarkan salju-salju menutupi wajahnya dan kemudian mencair.

Bisa berjalan berdua dengan gadis yang ia sukai di malam bersalju benar-benar terasa romantis. Keduanya melanjutkan perjalanan berkeliling Fenlai City.

"Kak Linley, apakah kau punya pacar?" Alice tiba-tiba bertanya pelan. "Kak Linley, kau adalah laki-laki yang hebat, dirimu pasti sudah punya pacar."

"Belum, tentu saja belum," jawab Linley cepat.

Mendengar kata-kata Linley, Alice jatuh terdiam.

"Alice, apakah kau sudah punya pacar?" Linley gemetar sejenak, tapi akhirnya keluar juga pertanyaan dari mulutnya.

Wajah Alice memerah. Bahkan lehernya pun merah. Namun, di tengah gelapnya malam, Linley tak dapat melihatnya dengan baik. "Bagaimana bisa aku punya pacar? Siapa yang menginginkan aku sebagai pacarnya?"

"Oh."

Linley menarik sebuah nafas panjang, lalu tiba-tiba berkata," Bagaimana jika kau menjadi pacarku?"

"Um…." Alice melihat Linley dengan terkejut, dia tertegun konyol. Linley baru saja membicarakan hal-hal yang biasa sebelumnya. Tiba-tiba dia bertanya, di saat Alice lengah.

Di Holy Union, sudah sewajarnya bila anak muda memiliki pacar. Banyak teman Alice yang sudah memiliki pacar, dan dia juga sempat berpikir ingin memiliki pacar.

Namun, dia tidak pernah berpikir bahwa Linley akan bertanya terang-terangan seperti itu.

"Kau ingin aku menjadi pacarmu?" tanya Alice.

Saat ini, Linley merasa jantung berdegup sangat kencang, rasanya seperti akan meledak. Bahkan ketika menghadapi pertarungan hidup dan mati di Mountain Range of Magical Beasts, dia tak pernah merasa segugup ini. "Maukah kau?"

Wajah Alice benar-benar merah sekarang. Dia menatap Linley."Kak Linley, sejujurnya, mungkin aku bukanlah orang yang tepat untukmu."

"Aku percaya dengan pilihanku, Alice. Sudah kutanyakan tadi, apa kau mau?" Linley mendadak menggila. Dia ingin tahu jawaban Alice segera. Bahkan suara Linley terdengar bergetar.

Alice terdiam beberapa saat, lalu mengangguk.

"Ya."

Merasa senang, Linley tidak dapat menahan diri untuk memeluk erat Alice. Alice menyembunyikan wajahnya di dada Linley, tanda malu. Saat itu, Linley baru sadar ada sebuah toko bunga di dekatnya.

Beberapa saat berlalu…

"Alice, ini." Alice merespon, dan di saat dia mengangkat kepalanya, dia melihat mawar cantik di depannya.

Wajahnya merona, Alice menerima mawar yang diberikan kepadanya. Linley membayangkan bahwa mawar merah itu melengkapi rona wajah Alice secara sempurna. Alice bak lukisan indah yang dapat bergerak. Gambarann ini terpatri di dalam pikirannya selamanya.

Sambil bergandengan tangan, keduanya kembali berjalan.

Butiran salju masih terus turun. Dua anak muda berjalan perlahan sepanjang jalanan di kota Fenlai. Mawar di tangan Alice terlihat cantik nan elok.

Di salah satu kamar mewah di Jade Water Paradise, terdapat tujuh orang yang terdiri dari Yale, George, Reynolds, dan empat wanita cantik.

"Aku tidak tahu ada apa dengan saudara ketiga. Terakhir kali dia menghilang semalaman. Kali ini, dia juga belum juga kembali." Yale menggelengkan kepalanya merasa tak berdaya.

"Hei lihat, laki-laki itu terlihat seperti saudara ketiga." Reynolds yang duduk di dekat jendela, tiba-tiba berteriak." Dan dia menggandeng tangan seorang gadis. Sial! Saudara ketiga berhasil menemukan gadis cantik di belakang kita."

"Wush!" Yale dan George berlari kejendela, melongok untuk melihat Linley di bawah mereka.

Saat ini, Linley yang sedang mabuk asmara dengan gadis muda yang cantik, tidak sadar bahwa dirinya dan Alice tengah melewati Jade Water Paradise! Mereka melintasi Jade Water Paradise, dan berlanjut ke Fragrant Paviolion Road.

"Waw, sejak kapan saudara ketiga menjadi benar-benar hebat seperti ini?" Mata Yale berbinar.

George dan Reynold, keduanya juga ikut bergembira. Reynold menyarankan, "Haha, ketika saudara ketiga datang, kita harus menginterogasinya dengan serius."

….

Pagi berikutnya, Linley menuju ke kamar mewah di Jade Water Paradise. Seperti biasanya, Reynolds dan Yale seharusnya sedang tertidur di kamar mereka masing-masing dengan pasangannya. Namun….

Ketika membuka pintu, Linley melihat dengan terkejut. "Bos Yale, kenapa kalian semua di sini?"

"Kau bertanya kenapa kami di sini?" Reynold mulai terkekeh-kekeh. Dengan wajah penuh niat jahat, George dan Yale mulai mendekati Linley.

"Beritahu kami!" Reynold menatap tajam Linley. "Siapa gadis cantik yang bersamamu semalam?"

"Cepat katakan!" Yale dan George juga ikut bertanya.

"Ap … apa maksud kalian semua…?" Linley benar-benar ternganga keheranan.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.