Cincin Naga

Percobaan Pembunuhan Lagi



Percobaan Pembunuhan Lagi

0"Sangat berbahaya?" Linley mulai tertawa. "Seberapa berbahayanya, tepatnya?"     
0

Melihat reaksi Linley, Jenne mengangguk dengan panik. "Sangat berbahaya. Bibi saya saat ini memegang kendali di Kota Cerre, dan wewenangnya setara dengan jabatan gubernur kota saat ini."     

Jenne berkata agak canggung, "Kak Ley, saya sangat menyesal. Saya tidak menceritakan hal ini sebelumnya. Anda tidak perlu membahayakan diri anda sendiri untuk saya. Ini tidak layak."     

"Haha…."     

Linley tertawa. "Tidak layak? Aku juga tidak punya pekerjaan lain saat ini. Mengawal kalian di sepanjang jalan hanyalah masalah biasa. Untuk 'bahaya' yang bersangkutan? Aku memiliki pemahaman yang jauh lebih baik daripada kamu tentang seberapa berbahayanya atau tidak. Baiklah, Jenne, kembalilah dan beristirahatlah."     

"Kak Ley." Jenne menatap Linley, agak tertegun.     

"Kembalilah," kata Linley sambil tersenyum samar.     

Jenne melirik berterima kasih pada Linley. "Terima kasih, kak Ley." Tapi kemudian, Jenne menatapnya dengan sungguh-sungguh. "Namun, kak Ley, saya benar-benar tidak ingin anda membahayakan diri anda sendiri demi saya."     

"Tidurlah kembali." Linley sengaja mengeraskan wajahnya, 'membentak' padanya.     

"Oh." Seperti anak kecil yang dimarahi, Jenne mengangguk patuh, lalu berbalik dan pergi melalui pintu. Sebenarnya, di dalam hatinya, Jenne merasa cukup bahagia saat ini. Lagi pula, dia adalah anak berusia delapan belas tahun. Ketika seorang gadis melihat pria muda yang luar biasa seperti itu memperlakukannya dengan baik, tentu saja gadis itu akan merasa bahagia. Jenne tidak benar-benar ingin berpisah dari Linley.     

Setelah berjalan di luar pintu, Jenne tiba-tiba menoleh.     

Jenne tersenyum dengan indahnya. "Kakak Ley, saat anda mengeraskan wajahmu seperti itu, anda terlihat sangat seram dan menakutkan." Dan kemudian, seperti anak yang ceria, Jenne berlari dan menjauhi kamar Linley.     

Melihat dia melarikan diri, Linley tidak tahu apakah harus tertawa atau menangis.     

Sambil menarik napas dalam-dalam, Linley menenangkan dirinya, lalu kembali ke tempat tidurnya, diam-diam duduk di posisi meditasi saat dia mulai melatih rohnya. Tidak peduli kapan dan di mana dia berada, Linley akan selalu memanfaatkan setiap waktu yang memungkinkan untuk berlatih.     

Linley tidak akan pernah lupa untuk membalaskan dendam demi orang tuanya.     

Tidak pernah bisa melupakan kematian Kakek Doehring!     

Tidak pernah bisa lupa bahwa saat ini, dia memiliki tujuan yang ditetapkan untuk dirinya sendiri - Menghancurkan seluruh Radiant Church, seluruhnya!     

"Akan datang suatu hari nanti..." Keputusan Linley sangat tegas. Saat ini, dia tidak menginginkan baik wewenang maupun status. Yang dia inginkan hanyalah bisa berlatih dengan tenang.     

.....     

Di kediaman lain yang berdiri sendiri menghadap komplek hotel ini, ada sebuah ruangan di mana sebuah lampu telah dinyalakan sepanjang malam. Pria seram berambut merah itu duduk sendirian di ruangan itu, enam pria lainnya mengelilinginya.     

"Jika kita berhasil dengan rencana ini, semua orang akan beruntung. Tapi kalau kita gagal... kalian semua tahu betapa kejamnya Madame Wade." Pria berambut merah itu berkata dengan tenang.     

Hati keenam pria itu dipenuhi dengan rasa takut.     

Madame Wade tidak berperasaan dan kejam. Ketika Count Wade masih hidup, hampir semua orang di Kota Cerre tahu bahwa walaupun Count Wade adalah gubernur kota, kenyataannya, gubernur yang sebenarnya adalah Madame Wade.     

Bahkan putra Madame Wade selalu merasa ketakutan saat menghadapinya.     

Sayangnya, anaknya sudah mati sekarang.     

Sesuai peraturan, penerus Count Wade sebagai gubernur kota seharusnya anaknya. Tapi bagaimana mungkin Madame Wade negitu mudah mengizinkan dua bersaudara yang tinggal di pedalaman untuk mengambil posisi itu?     

"Kapten, jangan khawatir. Kita pasti tidak akan gagal saat ini. Meski petarung itu sangat kuat, dia tidak bisa selalu melindungi mereka." Salah satu dari enam pria tersebut berkata dengan kuat dan tekad.     

Yang lainnya mengangguk juga.     

"Baik. Aku sudah mengatur agar pemilik hotel ini disuap. Di lantai tiga hotel, ada dua kamar yang menghadap kediaman dua bersaudara itu. Bila waktunya tiba, kalian berempat akan mengambil dua ruangan itu. Dua lainnya akan ikut denganku. Ingat, kita akan segera bergerak saat kita melihat kesempatan itu, tapi target utama kita adalah yang anak laki-laki." Pria berambut merah itu mengingatkan.     

Lagipula, saat ini, Keane adalah yang pertama di garis penerus.     

Jenne adalah seorang gadis. Akan jauh lebih sulit baginya untuk menjadi gubernur kota.     

"Saat anak laki-laki itu keluar, kita bergerak. Setelah membunuhnya, jika kita memiliki kesempatan, kita bisa membunuh gadis itu juga." Pria berambut merah itu berkata dengan dingin. "Baik. Ayo kita tunggu. Mungkin anak laki-laki itu perlu melakukan perjalanan ke kamar mandi di malam hari. Itu akan memungkinkan kita menyelesaikan misi kita dengan mudah.​​"     

"Baik, Kapten!"     

Sesuai perintah pria berambut merah itu, empat dari enam pria itu segera meninggalkan kediamannya, menuju langsung ke hotel dan ke dua kamar di lantai tiga yang telah disiapkan.     

Bulan sabit menggantung di langit malam ini, dan cahaya bulan menyorotkan cahaya lembut ke atas dunia.     

Para pemanah yang dibawa pria berambut merah itu dalam perjalanan ini adalah pemanah elit di Kota Cerre. Mereka seharusnya bisa dengan mudah menembak anak laki-laki yang lemah dan tidak siap dari jarak lima puluh atau enam puluh meter.     

"Kapten, apa yang harus kita lakukan?" Dua pria lainnya bertanya, berdiri di sisi pria berambut merah itu.     

Pria berambut merah itu berkata dengan tenang, "Misimu adalah... jika mereka berempat tidak memiliki kesempatan untuk membunuh anak laki-laki itu, berpakaianlah sebagai pelayan hotel dan antarkan sarapan ke mereka. Saat kalian berada dekat dengan anak itu, segera bunuh dia dengan sekali pukulan."     

"Kapten!" Keduanya segera menjadi panik.     

Menyuruh mereka untuk berpakaian sebagai pelayan untuk membunuh anak laki-laki itu? Tapi petarung yang kuat dengan teman black panther-nya itu ada di sana. Bahkan jika mereka berhasil, apakah mereka bisa bertahan hidup?     

"Hmph."     

Pria berambut merah itu menatap dingin ke arah mereka. "Kalian berdua tidak punya pilihan lain. Ketika kalian berdelapan datang bersamaku, keluarga kaian semua ditahan oleh Madame Wade. Begitu misi kalian gagal, kalian tidak saja akan hancur, keluarga kalian juga akan habis. Tapi jika kalian berhasil, bahkan jika kalian mati, keluarga kalian akan diperlakukan dengan baik."     

Kedua wajah pria ini menjadi putih.     

"Kalian berdua harus tahu tipe orang seperti apa Madame Wade, dan tipe orang seperti apa aku." Pria berambut merah itu berkata tanpa ampun.     

Meskipun pria berambut merah ini hanya nama saja sebagai kapten mereka, kenyataannya, dia tidak lebih dari sekedar anjing setia Madame Wade. Dia tak kenal ampun saat membunuh orang.     

"Tapi tentu saja, jika mereka berempat berhasil, maka tidak akan perlu bagi kalian berdua untuk membahayakan hidup kalian." Pria berambut merah itu berkata dengan tenang, "Saat ini, kalian berdua harus berdoa. Berdoalah agar War God memberkati kalian."     

Keduanya diam saja.     

Mereka yang disebut tentara 'elit' dari bala tentara. Tapi bagaimana sosok kecil seperti mereka bisa kemungkinan berjuang melawan Madame Wade? Dan lagi, pria berambut merah itu terus menatap mereka.     

...     

Saat ini, ada empat pemanah yang berada di lantai tiga hotel. Mereka semua bersembunyi di kamar mereka yang terpisah. Di setiap kamar, yang satu beristirahat, sementara yang lain sedang berjaga. Mereka harus tetap dalam kondisi prima, dan begitu Keane melangkah keluar, mereka akan segera membangunkan yang satunya.     

Malam itu perlahan berlalu.     

Malam ini, Keane tidak melangkah sekalipun keluar dari kamarnya. Langit mulai terang, dan udara pagi yang segar sangat menyegarkan pikiran keempat pemanah itu.     

"Squeak."     

Pintu terbuka.     

"Dia keluar." Para pemanah yang berjaga di setiap ruangan mengingatkan pasangan mereka.     

Keempat pemanah di dua ruangan itu semua merasakan kecepatan jantung mereka yang meningkat. Mereka semua diam-diam melihat ke luar jendela ke arah kediaman Jenne dan Keane.     

"Itu gadisnya. Jangan tergesa-gesa. Tunggu." Para pemanah menunggu dengan tenang.     

...     

Mendorong pintu hingga terbuka, wajah Jenne diliputi senyuman. Setelah mengetahui bahwa Linley tidak akan pergi dan akan terus melindungi mereka, meski dia tahu jalan di depan masih berbahaya, Jenne masih merasa sangat bahagia.     

"Ah. Udara yang bagus dan segar." Jenne memejamkan matanya, menarik napas dalam-dalam dari udara pagi yang segar.     

Dan kemudian, Jenne mulai berjalan ke arah kamar adik laki-lakinya. Dengan suara yang jelas, dia memanggil, "Keane, waktunya bangun dari tempat tidur. Jangan jadi pemalas." Saat dia berbicara, Jenne mengetuk pintunya.     

Mendengar suara Jenne, Linley membuka matanya, mengakhiri latihannya. Sedangkan untuk Haeru, Blackcloud Panther milik Linley yang sedang tidur di kaki ranjang Linley, dia bahkan tidak mau repot untuk membuka matanya.     

....     

Masih memakai baju tidurnya, Keane membuka pintunya. Sambil menggosok matanya dengan mengantuk, dia bergumam, "Kak, kenapa kita bangun pagi-pagi sekali? Aku belum bangun. Sudah lama sejak aku tertidur dengan nyenyak."     

Tepat pada saat ini, mata pemanah di lantai tiga hotel ini menyala.     

"Target didapat."     

Keempat pemanah itu secara bersamaan menarik busur mereka, bersiap untuk menembak.     

... ..     

"Nona muda, tuan muda. Kalian berdua sudah bangun pagi-pagi sekali." Si pelayan tua, Lambert, juga membuka pintunya.     

"Selamat pagi, Kakek Lambert." Jenne berkata dengan hangat.     

Keane hanya cemberut, masih mengusap matanya. "Kakek Lambert, bukannya saya bangun pagi-pagi, itu kakak yang membangunkan saya."     

Tepat pada saat ini.     

"Tembak!"     

Dari salah satu ruangan di lantai tiga, seorang pemanah mengeluarkan perintah dengan suara pelan. Serentak, dua pemanah berdiri, busur mereka muncul di jendela.     

"Swish!""Swish!"     

Dua panah tajam ditembakkan bersamaan. Pada saat bersamaan, kedua pemanah dari ruangan lain juga menembakkan anak panah mereka.     

"Swish!""Swish!"     

Dua panah di depan, dua panah di belakang. Dalam sekejap mata, mereka merobek udara, tiba tepat di depan Jenne. Dua panah itu mengarah padanya, sementara dua lainnya mengarah pada Keane.     

Pada saat ini... Linley masih berada di kamarnya. Pelayan tua itu, Lambert, berjarak lebih dari sepuluh meter dari dua bersaudara itu. Mengingat kecepatannya, tidak mungkin dia bisa menghalangi tepat pada waktunya.     

"Nona muda!" Lambert hanya bisa berteriak ketakutan.     

Jenne dan Keane merasa bahaya yang datang dan memutar kepala mereka untuk melihat. Tapi kedua bersaudara ini hanya bisa melihat, seolah-olah dalam gerakan lambat, semua anak panah itu semakin dekat dan mendekati mereka.     

Panah logam mengiris melalui udara dengan suara mendesis yang menusuk telinga.     

"Clang!" "Clang!" "Clang!" "Clang!"     

Empat suara berturut-turut.     

... ..     

Jenne dan Keane berdiri di sana, membeku karena kaget. Di sebelah mereka, Lambert juga kaku ketakutan. Dengan bunyi 'squeak', pintu kamar Linley terbuka.     

Linley meninggalkan kamarnya.     

"Bebe, semuanya milikmu."     

Bebe berdiri tepat di depan Jenne dan Keane. Saat itu, dalam sekejap mata, Bebe dengan mudah menghalangi empat panah berturut-turut.     

Setelah usaha penyergapan kemarin, Linley telah menduga gerombolan pembunuh ini akan mencoba lagi hari ini. Oleh karena itu, dia memerintahkan Bebe untuk berjaga-jaga sepanjang malam di luar, hanya untuk keamanan.     

Mengingat ukuran Bebe yang secara fisik kecil, saat dia bersembunyi di tengah-tengah area berumput di halaman, bahkan Jenne dan Keane tidak akan menyadarinya, apalagi pemanahnya.     

"Bos, lihat saja." Bebe dengan bersemangat menjilat bibirnya.     

"Swoosh"     

Sebuah bayangan hitam yang menakutkan tiba-tiba melintas di udara. Jarak setinggi sepuluh meter atau lebih tidak ada artinya bagi Bebe, yang melompat langsung melalui jendela yang terbuka. Ketika pemanah yang baru saja gagal dengan serangan diam-diam mereka melihat Shadowmouse hitam kecil itu, hati mereka bergetar dan mereka segera berusaha melarikan diri.     

Tapi sebelum mereka sempat meninggalkan kamar mereka, Bebe telah masuk.     

Kedua cakarnya melintas ke depan, dan dua pemanah langsung roboh dalam genangan darah. Bebe lalu menerobos dinding, langsung menembus lubang yang telah dia ciptakan ke ruangan lain.     

Dua pemanah yang masih tersisa juga buru-buru melarikan diri.     

Ketika berbalik, mereka melihat bayangan hitam terbang ke arah mereka. Mereka berdua bahkan tidak sempat berseru. "Slash!" "Slash!" Suara dua cakar yang merobek leher bisa terdengar.     

Bebe dengan penuh penghinaan menatap kedua mayat itu di tanah, lalu langsung berbalik dan pergi melalui jendela, kembali ke halaman. Dari awal sampai akhir, hanya beberapa detik telah berlalu.     

"Bebe, kerja bagus." Linley memuji sambil tertawa.     

Bebe dengan senang mengangkat kepalanya tinggi-tinggi. Pada saat ini, Blackcloud Panther, Haeru, menggeram dengan tidak senang ke arah Bebe. "Hmph, kalau aku yang pergi, aku pasti yang akan lebih cepat."     

Bebe langsung menggeram kembali dengan tidak senang pada Blackcloud Panther.     

Linley tidak perlu repot-repot untuk mencoba menenangkan mereka berdua. Malahan, dia berjalan menuju Jenne, Keane, dan Lambert, yang masih dalam kondisi terkejut. Mereka berhasil lolos dari pertemuan hidup dan mati dua kali dalam dua hari. Meskipun di masa lalu, kedua bersaudara itu sering diintimidasi, mereka tidak pernah berada dalam bahaya seperti itu.     

"Semuanya baik-baik saja sekarang, semuanya baik-baik saja sekarang."     

Linley menepuk-nepuk bahu Jenne dengan lembut. Dengan suara "Wah!", Jenne tiba-tiba menangis, memeluk Linley. Di sebelah Jenne, Keane juga mulai menangis, juga terus maju untuk memeluk Linley.     

Linley tidak punya pilihan selain menghibur kedua saudara kandung ini.     

Setelah mereka berdua tenang, Linley bertanya pada Lambert yang di dekatnya, "Lambert, anda sudah menyiapkan sarapan pagi kami, kan?"     

"Iya. Sebentar lagi, hotel mungkin akan mengirim orang-orang untuk mengantar sarapan kita." Lambert menatap Linley dengan sangat penuh rasa syukur di matanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.