Legenda Futian

Pergi dengan Tenang



Pergi dengan Tenang

2Setelah Ye Futian pergi meninggalkan Istana Kekaisaran, dia kembali ke pegunungan. Tetua Agung Tianhe masih berkultivasi, jadi dia tidak banyak bertanya padanya.     3

Namun, Grandmaster pasti memiliki pemikiran tentang masalah tersebut. Jadi, jika Grandmaster tidak memulai perbincangan, maka dia tidak akan mengajukan pertanyaan apa pun.     

Ye Futian juga kembali ke gua huniannya untuk berkultivasi, dan dia terus mempelajari metode Deed of Thorough Comprehension.     

Keesokan harinya, di kaki pegunungan, seorang wanita yang masih muda dan sangat cantik tampak mendaki gunung. Dia menatap gunung di hadapannya dengan emosional.     

Wanita itu adalah Xu Ping'an.     

Kemarin, Paman Grandmaster langsung pergi tidak lama setelah dia muncul, tapi kehadirannya itu sangat menyentuh hatinya. Dia telah menyuruhnya untuk mendaki gunung, jadi sekarang dia melakukan apa yang diperintahkan oleh Paman Grandmaster-nya itu.     

Saat dia mendaki gunung, ada seorang lelaki tua berdiri di atas sana, sepertinya lelaki tua itu sedang menunggunya.     

Rambut lelaki tua itu terurai dan tampak berantakan. Seolah-olah dia telah melalui banyak hal dalam hidupnya. Namun, Xu Ping'an mengetahui bahwa pria yang berdiri di hadapannya ini adalah sang lelaki tua legendaris yang telah terukir dalam ingatannya namun dia belum pernah bertemu dengannya sebelumnya.     

Xu Ping'an memandang lelaki tua itu dan mulai berlutut di permukaan tanah lalu membungkuk untuk memberi hormat. "Xu Ping'an menyapa Grandmaster."     

"Berdirilah." Entah bagaimana lelaki tua itu muncul di depannya, memegangi lengannya dengan kedua tangannya, membantunya berdiri. Xu Ping'an melihat kelembutan di mata lelaki tua itu, dan dia menjadi emosional.     

Nama lelaki tua ini telah menjadi bagian dari hidupnya, dan orang tuanya telah menyinggung hal ini berkali-kali. Selama ini keluarganya tinggal di Kota Tianhe, tetapi ini adalah pertama kalinya dia bertemu dengan Grandmaster secara langsung. Kultivator nomor satu di Dunia Tianhe—Tetua Agung Tianhe —ini juga merupakan guru dari kakeknya, yang telah membimbing kakeknya hingga menjadi Kaisar Pedang pertama di Dunia Tianhe.     

Dia ingin kembali ke masa lalu dan melewati era itu untuk melihat sendiri betapa menakjubkannya era tersebut.     

Sudah jelas, Tetua Agung Tianhe mengenal Xu Ping'an. Selama ini dia telah mengetahuinya, dan melihat sosoknya, meskipun tidak secara langsung. Dia tahu bahwa murid tertuanya, Xu Haoran, memiliki seorang putri untuk melanjutkan garis keturunan mereka.     

Bahkan nama Xu Haoran diberikan olehnya. Ayahnya—Kaisar Pedang Gentleman—adalah sosok yang bijaksana, sesuai dengan namanya. Suatu ketika, dia memiliki harapan yang tinggi pada pemuda itu. Namun, bocah berbakat itu sekarang berambut abu-abu dan melemah karena usia. Dia merasa sedih ketika memikirkan hal tersebut…     

"Aku minta maaf karena tidak mengurus keluargamu." Tetua Agung Tianhe menghela napas, dan suaranya dipenuhi oleh rasa bersalah. Xu Ping'an menundukkan kepalanya. Dia tidak berhak untuk mengomentari masalah antara para Tetua. Orang tuanya tidak pernah mengeluh; semua ini adalah pilihan dari kakeknya sendiri.     

Ayahnya sering mengatakan bahwa bahkan di dunia yang penuh dengan penderitaan, mereka tetap perlu menjadi seberkas cahaya yang akan bersinar menembus semua penderitaan tersebut.     

"Aku juga telah menunggumu," Tetua Agung Tianhe berbicara lagi.     

"Saya juga sangat ingin bertemu dengan Grandmaster, tetapi ayah menyuruh saya untuk tidak datang berkunjung dan mengganggu kultivasi anda," jawab Xu Ping'an.     

"Ayahmu takut akan melibatkanku ke dalam urusannya," ujar Tetua Agung Tianhe sambil tersenyum. Dia tahu betul bahwa meskipun dia selamat dari bencana kala itu, dia masih dianggap sebagai seorang pendosa di mata Klan Dewa. Gunung ini adalah penjaranya; dia adalah seorang tahanan yang tak kasat mata.     

Xu Ping'an juga memahami hal tersebut. Dia mengetahui banyak hal.     

"Grandmaster, Paman Grandmaster telah kembali, dan beliau meminta saya untuk menyampaikan sebuah pesan pada anda," ujar Xu Ping'an.     

Lengan Tetua Agung Tianhe berkedut. Meskipun dia memiliki banyak murid, dia tahu siapa yang dimaksud oleh Xu Ping'an begitu Xu Ping'an menyinggung hal tersebut.     

Dia telah kembali. Dan belum lama ini, Lord Taixuan juga mengirim muridnya kemari.     

"Paman Grandmaster ingin memberitahu anda bahwa dia menyesal tidak bisa datang kemari untuk menemui anda," ujar Xu Ping'an.     

"Memang, hal itu sangat disayangkan." Mata Tetua Agung Tianhe memandang ke kejauhan.     

"Paman-Grandmaster juga mengatakan bahwa dia telah merekrut beberapa murid demi anda, dan anda telah bertemu salah satu dari mereka, selain itu dia meminta anda untuk membimbing murid tersebut."     

Tetua Agung Tianhe tidak memberi respon. Sepertinya dia mengetahui segala sesuatu yang telah terjadi dan memahami semuanya.     

Berita tentang Tetua Agung Tianhe yang telah menunjuk seorang penerus telah tersebar di seluruh penjuru Kota Tianhe. Sekarang setelah Qin Xuangang kembali, mustahil jika dia belum mendengar berita tersebut.     

"Ada lagi yang lainnya?" tanya Tetua Agung Tianhe.     

Xu Ping'an terdiam untuk beberapa saat, lalu berkata, "Paman Grandmaster berkata bahwa ada satu hal lagi yang ingin dia beritahukan pada anda, tetapi Grandmaster akan memahami rencananya setelah bertemu dengan saya."     

Tetua Agung Tianhe memandang Xu Ping'an. Tentu saja dia memahami maksud Qin Xuangang.     

Muridnya ini memang seorang pembangkang. Semuanya diatur hanya untuk kepentingannya sendiri.     

Namun, bahkan tanpa arahan darinya, apakah dia akan melakukan sesuatu yang berbeda?     

"Nak, mulai sekarang kau akan tinggal di gunung ini untuk berkultivasi," ujar Tetua Agung Tianhe. "Dan bawa juga orang tuamu kemari."     

Xu Ping'an tertegun sejenak saat dia menatap sang Grandmaster, sambil mengingat kembali kata-kata yang dia ucapkan sebelumnya.     

Dia sedikit bingung dengan kata-kata sebelumnya mengenai apa yang akan dipahami oleh Grandmaster saat dia bertemu dengannya.     

Sekarang dia mengerti maksudnya.     

Hal ketiga yang diminta Paman Grandmaster adalah agar Grandmaster membimbingnya...     

Ketika memikirkan hal ini, Xu Ping'an merasa sedikit kesal tetapi juga tersentuh karenanya. Hidupnya selama ini begitu sengsara, dan tidak ada seorang pun yang mengira bahwa orang tuanya pernah memberinya perasaan ini. Tapi sekarang, Paman-Guru dan Grandmaster begitu peduli padanya.     

"Ayah menyuruh saya kembali setelah saya menyampaikan pesan ini," ujar Xu Ping'an sambil menundukkan kepalanya.     

"Jika kau tega terus menerus melihat orang tuamu seperti ini, maka turutilah perintah ayahmu," ujar Tetua Agung Tianhe. Xu Ping'an mengepalkan tangannya, lalu mengangguk dengan serius. Dapat terlihat dengan jelas bahwa dia telah membuat keputusan di dalam hatinya.     

"Paman Grandmaster juga menyuruh saya untuk menyampaikan sebuah pesan kepada Paman-Guru," ujar Xu Ping'an.     

Tetua Agung Tianhe mengangguk. Kemudian Ye Futian, yang sedang berkultivasi, mendengar suaranya. Tidak lama kemudian, dia berjalan mendekat dan bertemu Xu Ping'an.     

Ye Futian tampak bingung dan tidak tahu siapa itu Xu Ping'an.     

"Ini adalah Ping'an—cucu dari murid tertuaku, yang juga merupakan Paman-Guru seniormu. Dia adalah kaisar pedang nomor satu di Dunia Tianhe, yang tewas dalam pertempuran kala itu. Kultivasi milik orang tua Ping'an juga dihancurkan, dan Ping'an merawat mereka seorang diri," ujar Tetua Agung Tianhe.     

Penjelasan singkat ini meninggalkan kesan mendalam bagi Ye Futian. Hal itu membuatnya terdiam sesaat. Tetua Agung Tianhe telah menceritakan sebuah kisah yang mendebarkan namun tragis hanya dalam beberapa kata.     

Dan reaksinya ini disebabkan karena pertempuran yang terjadi kala itu, serta karena hal-hal yang berhubungan dengan gurunya.     

"Gurumu juga berada di sana, dan dia mengunjungi Ping'an dan orang tuanya, serta menyuruh Ping'an untuk menyampaikan sebuah pesan kepadamu," lanjut Tetua Agung Tianhe. Hati Ye Futian kembali gelisah. Apakah guru juga datang kemari?     

Ye Futian memandang Xu Ping'an dan melihat bahwa dia sedang membungkuk hormat padanya, lalu berkata, "Paman-Guru."     

Dalam aspek senioritas, Xu Ping'an harus memanggil Ye Futian sebagai "Paman-Guru."     

"Mmm," jawab Ye Futian. Fakta bahwa guru telah mengunjungi mereka pasti karena dia sangat menyayangi mereka, jika tidak, dia tidak akan mengambil risiko seperti itu. Dahulu, kakak senior guru, yaitu kaisar pedang nomor satu di Dunia Tianhe, telah mengorbankan nyawanya karena masalah yang melibatkan gurunya.     

Guru pasti merasa bersalah.     

"Paman Grandmaster menyuruh saya untuk memberitahu Paman-Guru bahwa mulai sekarang, anda tidak akan mengenalnya ketika kalian bertemu lagi. Fokuslah berkultivasi, dan jangan lupakan kata-kata yang beliau ucapkan pada anda, tidak peduli kapan, dimana, atau siapa pun yang anda hadapi," ujar Xu Ping'an.     

Ekspresi Ye Futian tiba-tiba berubah. Kata-kata itu memberinya perasaan yang sangat tidak menyenangkan. Seolah-olah guru sedang memberi pesan terakhir padanya.     

Menyadari perubahan ekspresi Ye Futian, Tetua Agung Tianhe bertanya pada Ye Futian, "Apa yang dia katakan?"     

"Karena takdir begitu kejam, pria sejati harus selalu berkembang." Ye Futian memandang ke arah Grandmaster. Ekspresinya sedikit muram.     

"Lalu?" tanya Tetua Agung Tianhe.     

"Pria sejati tidak akan berdiri di atas dinding yang hendak runtuh," jawab Ye Futian. "Guru menyuruh saya untuk memutus hubungan dengannya—tidak peduli kapan, dimana, atau siapa pun yang saya hadapi. Saya harus menyangkal bahwa saya mengenalnya."     

Ketika dia mendengar kata-kata Ye Futian, Tetua Agung Tianhe terdiam. Tentu saja dia juga memahami maksud dari perkataan Ye Futian.     

Ye Futian memberitahunya bahwa Feixue sekarang bisa berkonsentrasi kultivasinya, jadi dia tidak perlu merasa khawatir?     

Bagaimanapun juga, dia masih bisa kembali.     

"Grandmaster, sebenarnya apa yang telah terjadi di masa lalu, dan apa yang ingin dilakukan oleh guru saya?" Ye Futian bertanya.     

"Beberapa hal memang sulit untuk diselesaikan, dan cepat atau lambat, beberapa hal harus dihadapi," Tetua Agung Tianhe memandang Ye Futian, tetapi sepasang mata yang sayu itu saat ini tampak sangat serius. "Jadi, aku menghormati pilihan yang diambil oleh gurumu."     

Wajah Ye Futian tampak sedikit pucat. "Kembalilah bersama Ping'an dan bawa orang tuanya kemari."     

"Baiklah," Ye Futian mengangguk dan menatap ke arah Xu Ping'an. "Ayo kita pergi," ujarnya.     

"Ya," Xu Ping'an mengangguk. Kemudian dia pergi bersama Ye Futian untuk menjemput Xu Haoran dan istrinya.     

Tidak lama kemudian, Ye Futian dan Xu Ping'an tiba di rumah tua itu.     

"Ayah, Ibu..." panggil Xu Ping'an, tapi tidak ada seorang pun yang menjawab. Merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres, tubuh Ye Futian melesat, dan dia pergi menuju ke bagian dalam rumah tua tersebut.     

Xu Ping'an sepertinya juga merasakan hal yang sama. Ekspresinya berubah saat sosoknya melesat ke dalam rumah tua itu. Langkah Ye Futian dan Xu Ping'an tiba-tiba berhenti, dan mereka tidak bisa mengambil langkah lagi.     

Tubuh Xu Ping'an gemetar, begitu pula kakinya. Saat melihat dua sosok yang bersandar dengan tenang di sana, air mata terus mengalir di pipinya.     

Setelah waktu terasa berlalu begitu lama, dia berjalan menghampiri lelaki tua itu dan berlutut, lalu berkata, "Ayah..Ibu..tapi kenapa?"     

Dalam sekejap, air mata mengalir deras seperti guyuran hujan.     

Ye Futian juga berjalan mendekat dengan tenang dan memandang sepasang suami-istri yang sudah tua itu; mereka adalah kakak senior dan kakak iparnya, tetapi mereka tampak sangat tua. Tiba-tiba hatinya terasa sakit.     

Sebenarnya apa yang telah dialami oleh gurunya? Dan apa yang dia pendam di dalam hatinya?     

Xu Ping'an berbaring di atas pasangan suami-istri itu, tapi Ye Futian melihat sepucuk surat di sebelah mereka. Dia berjongkok untuk mengambil surat tersebut. Pada saat ini, Xu Ping'an sangat rapuh, seperti seorang gadis yang tidak berdaya.     

"Mereka pergi dengan tenang dan meninggalkan surat untukmu," bisik Ye Futian. Mereka tidak menderita dan pergi dengan tenang.     

Xu Ping'an menangis. Dia mengambil surat itu, dan air matanya jatuh di permukaan surat tersebut.     

"Ping'an, jangan bersedih. Jika bukan karena keinginan kami agar bisa menghabiskan lebih banyak waktu denganmu, kami pasti sudah pergi lebih awal, tetapi kami enggan meninggalkanmu. Kau akan memahami maksud dari kata-kata Paman Grandmaster-mu setelah kau tiba di Gunung Xiangren. Meskipun kami tahu bahwa tindakan kami ini egois, kami berharap kau akan tetap tinggal bersama Grandmaster, sehingga setidaknya kau akan terlindungi saat berada dalam bahaya, tidak seperti saat dirimu bersama kami dan kami tidak dapat melindungimu."     

Ada banyak hal lainnya yang disinggung dalam surat itu, tetapi semuanya adalah kata-kata penyesalan. Saat Xu Ping'an membacanya, dia tidak bisa berhenti menangis. Dia tidak pernah mengeluh tentang takdirnya. Satu kali pun tidak.     

"Ping'an, jangan lupakan kata-kata orang tuamu, meskipun kau berada di dunia yang penuh dengan penderitaan, tetap pancarkan sinarmu untuk melewatinya. Kami tidak dapat melihat masa depanmu, dan satu-satunya harapan kami adalah agar kau selalu baik-baik saja." tutup surat tersebut. Surat itu dibasahi oleh air mata yang menyebabkan tulisan tangan di dalamnya menjadi kabur.     

Ye Futian bisa merasakan kesedihan di dalam hatinya. Guru pergi jauh demi Feixue. Namun, setelah masalah yang dihadapi oleh Feixue terselesaikan, guru memilih untuk mengikutinya. Sekarang dia mengetahui bahwa guru menanggung beban yang begitu berat. Tanpa memedulikan semua masalah yang dihadapinya, dia memutuskan untuk mendampinginya ke Dunia Higher Heavens.     

Sama seperti yang dilakukan oleh orang tua Xu Ping'an!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.