Legenda Futian

Nianyu



Nianyu

0Di area Hundred Lands dari Wilayah Barren Timur, Negeri Nandou, Laut Timur, Elang Angin Hitam tampak membentangkan sayapnya dan terbang di atas Laut Timur. Pergerakan elang itu tidak begitu cepat.     3

Ada dua sosok yang berada di punggung Elang Angin Hitam; mereka adalah Ye Futian dan Hua Jieyu.     

Ye Futian telah menempuh perjalanan jauh dari Negeri Barren. Pertama, dia datang ke Gunung Buku di Wilayah Barren Timur, kemudian dia pergi ke Negeri Nandou dan Kerajaan Cangye sampai akhirnya, dia melewati akademi di Laut Timur sebelum pergi menuju ke Kota Qingzhou.     

Dari semua orang yang telah bepergian bersama mereka, sekarang hanya tersisa dirinya, Hua Jieyu, dan Elang Kecil.     

Kala itu, Elang Kecil juga berasal dari Kota Qingzhou, tepatnya di suatu tempat di antara wilayah pegunungan.     

Saat memikirkan kembali masa-masa itu, rasanya waktu seperti telah berlalu berabad-abad lamanya.     

Mereka tidak terburu-buru. Jika tidak, dengan tingkat Plane Ye Futian saat ini, mereka bisa mencapai Kota Qingzhou hanya dengan satu langkah.     

Tapi dia tidak melakukan hal itu. Sebaliknya, dia memilih untuk menyusuri tempat-tempat di masa lalu, menikmati ketenangan ini. Mungkin, dia ingin Hua Jieyu juga merasakan hal yang sama.     

Hua Jieyu tetap tidak mengucapkan sepatah kata pun di sepanjang perjalanan. Ye Futian tidak bisa mengetahui apa yang sedang dipikirkan oleh Jieyu, meskipun dia pernah mencoba untuk menerobos masuk ke dalam pikiran Jieyu sebelumnya. Di Akademi Heavenly Mandate, begitu dia melihat kehadiran Hua Jieyu, dia meminta Feixue untuk mengawasinya.     

Dia tidak menceritakan bakat istimewa yang dimiliki oleh Feixue kepada siapa pun. Hal ini nantinya akan menjadi keuntungan besar dalam proses latihan untuk tokoh-tokoh penting di Akademi Heavenly Mandate.     

Menurut Feixue, ketika Hua Jieyu berada di sekitar Ye Futian, emosinya sangatlah tenang, seperti air yang tak beriak. Tidak ada rasa cinta, kebencian, atau emosi lainnya.     

"Tempat ini adalah Laut Timur. Kala itu, aku, Guru, dan Elang Kecil terbang melintasi Laut Timur dari Kota Qingzhou untuk pergi ke Kota Donghai. Dan tempat pertama yang kami kunjungi adalah Klan Nandou. Pada saat itu, kau sedang berkultivasi di Akademi Donghai." Angin laut bertiup ke wajah mereka saat Ye Futian berbicara dengan lembut.     

Di sepanjang perjalanan, dia berbicara mengenai banyak hal. Hua Jieyu mendengarkan semuanya dengan tenang, terkadang dia mengangguk, tetapi jarang sekali dia memberikan tanggapan.     

"Aku ingat saat pertama kali melihatmu di Akademi Donghai, dan aku juga ingat saat melihatmu di Istana Ziwei sebelumnya." Ye Futian menatap wajah Hua Jieyu. Tentu saja, dia masih secantik dulu, tapi kecantikannya berbeda dari sebelumnya. Kecantikannya dipenuhi oleh energi dari seorang gadis, seperti peri yang penuh dengan semangat.     

"Namun tetap saja, aku lebih menyukai dirimu yang sekarang."     

Ye Futian tersenyum lembut saat dia mengulurkan tangannya dan meraih tangan Hua Jieyu.     

Jari-jari Hua Jieyu gemetar, dan ketika dia memandang ke bawah, dia melihat jari-jari Ye Futian menggenggam erat jemarinya. Dia mengangkat kepalanya dan memandang Ye Futian dengan matanya yang indah. Senyuman Ye Futian sangat lembut. "Jieyu, tidak peduli seperti apa pun rupamu, kau akan selalu menjadi istriku."     

Hua Jieyu menghindari tatapan matanya. Alih-alih menatap Ye Futian, dia terus menatap ke depan. Tapi dia tidak menarik tangannya, membiarkan Ye Futian memegang tangannya dengan erat.     

"Jieyu, setelah kita bertemu dengan Guru dan Tuan Puteri, aku akan memberitahu mereka bahwa kau terluka parah sehingga untuk sementara waktu, kau kehilangan ingatanmu. Kau adalah anak semata wayang dari Guru dan Tuan Puteri. Kau bisa memahaminya, bukan?" Ye Futian bertanya sambil tersenyum.     

Setelah melihat Jieyu, Guru dan Tuan Puteri pasti akan melampiaskan kerinduan mereka padanya. Dia khawatir Jieyu akan bereaksi secara ekstrem. Hal ini bisa saja semakin menyakiti hati mereka; mereka telah dirundung kesedihan selama bertahun-tahun.     

Hua Jieyu memikirkan kata-kata yang baru saja diucapkan oleh Ye Futian.     

"Mmm." Dia mengangguk pelan, dan Ye Futian tersenyum lega.     

"Duduklah." Ye Futian menarik tangan Hua Jieyu dan duduk di atas punggung Elang Angin Hitam. Seolah-olah mereka telah dibawa ke masa lalu. Saat melihat pulau yang berada di kejauhan, sebuah senyuman perlahan-lahan muncul di wajah Ye Futian. Di antara semua tempat yang pernah dia kunjungi, kota di pulau kecil inilah yang membuatnya merasa sangat nyaman.     

Suasana di Kota Qingzhou sangat damai. Seolah-olah kota itu terpisah dari dunia ini dan tidak ada peduli dengan urusan duniawi.     

Di depan pondok yang berada di tepi Danau Qingzhou, beberapa pria sedang bermain catur, sementara yang lainnya berkumpul untuk menyaksikan pertandingan tersebut.     

Di antara mereka, terdapat seorang pria paruh baya berpakaian serba putih. Meski dia sudah berumur, namun penampilannya tetap berkarisma. Jika usianya 20 tahun lebih muda, dia akan menjadi sosok yang berpenampilan menarik.     

Selama bertahun-tahun, hobi yang paling diminati oleh Hua Fengliu adalah bermain catur. Setelah bertahun-tahun, dia jadi terbiasa menikmati kedamaian dan ketenangan di waktu senggangnya.     

Ada banyak orang yang menyaksikan pertandingan catur itu.     

Saat ini, dua orang berjalan di belakang kerumunan dan menonton dengan tenang tanpa mengganggu siapa pun.     

Namun, temperamen dua orang yang baru saja datang itu begitu luar biasa sehingga orang-orang di sekitar mereka mau tidak mau menatap keduanya dan mengira bahwa mereka adalah pasangan yang serasi.     

Terlebih lagi, pria itu terlihat sangat muda namun memiliki rambut berwarna abu-abu. Dan wanita itu, setelah diperhatikan dengan seksama, juga terlihat tidak asing.     

"Anak muda, kau bisa bermain catur? tanya seorang lelaki tua di sebelahnya. Mereka yang menyaksikan pertandingan catur biasanya sudah berpengalaman.     

"Sedikit." Ye Futian tersenyum dan mengangguk.     

"Bagaimana menurutmu kemampuan catur dari orang itu?" lelaki tua itu bertanya, sambil menunjuk ke arah Hua Fengliu.     

"Tidak terlalu bagus," ujar Ye Futian sambil tersenyum.     

"Wow, kau terdengar sangat percaya diri." Lelaki tua itu tersenyum. "Kalau begitu, kau harus bermain dan menantangnya."     

Tidak ada seorang pun yang mampu mengalahkan pria ini dalam permainan catur, dan dia tidak tahu apakah pemuda ini sedang membual atau tidak. Namun, untuk sekali saja, dia akan senang melihat seseorang mengalahkan pria itu.     

"Ada hal lain yang harus kuselesaikan. Mari kita akhir permainan ini," ujar sosok yang berada di hadapan Hua Fengliu, lalu dia mulai mencampur pion-pion catur di depannya. Semua orang di sekitar mereka tertawa karena mereka tahu bahwa pria ini telah kalah.     

"Nak, kau ingin mencobanya?" Lelaki tua di sebelahnya menoleh dan menatap Ye Futian, yang berada di belakang kerumunan.     

"Tentu saja." Ye Futian tersenyum dan mengangguk. "Hanya saja saya tidak berani mengalahkannya."     

Sebelumnya, perhatian Hua Fengliu tertuju pada permainan catur. Selama bertahun-tahun, dia tidak terlalu peduli tentang dunia luar; dia bahkan telah kehilangan minatnya dalam berkultivasi, jadi dia tidak sepeka sebelumnya, dan dia jarang mengamati apa yang terjadi di sekitarnya.     

Tapi, saat ini, ketika dia mendengar suara ini, rasanya suara ini terdengar tidak asing lagi baginya.     

Dia mendongak dan memandang pria berambut abu-abu yang berada di antara kerumunan dengan sedikit tertegun. Kemudian dia tersenyum dan berkata, "Mengapa kau kembali ketika tidak ada yang bisa kau datangi lagi?"     

"Jika saya tidak segera kembali untuk menemui anda, saya takut saya akan melupakan anda, Guru," canda Ye Futian.     

"Apa yang telah dilupakan sebaiknya jangan diingat lagi. Lagipula aku juga tidak terlalu memedulikanmu sebagai muridku." Hua Fengliu tampak tenang, tetapi Ye Futian tahu bahwa memang seperti inilah sikap gurunya.     

Ye Futian tersenyum, tapi hatinya dipenuhi oleh rasa sakit. Rambut putih di kepala gurunya semakin banyak, dan pelipisnya sekarang berwarna abu-abu.     

"Guru, coba lihat siapa ini." Ye Futian bergerak ke samping. Di belakang kerumunan, satu sosok cantik berdiri di sana dengan tenang. Ketika Hua Fengliu melihatnya, meskipun dia sedang duduk di tempatnya dengan tenang, namun pion catur di tangannya jatuh ke permukaan tanah.     

Dia berdiri dengan gemetar, dan matanya memerah dalam sekejap.     

"Jieyu." Hua Fengliu berjalan ke arah kerumunan dan menghampiri Hua Jieyu. Dia mengulurkan tangannya dengan gemetar. Ujung jarinya menyentuh rambut dan wajah putrinya itu. Seolah-olah dia ingin melihat apakah sosok Jieyu ini nyata atau tidak.     

Ujung jarinya juga gemetar.     

Ye Futian merasa semakin sedih saat menyaksikan pemandangan ini. Dia ikut sedih atas apa yang dialami oleh Jieyu dan Guru. Meskipun Jieyu telah kembali, namun dia belum sepenuhnya menjadi dirinya sendiri.     

"Jieyu, ada apa?" Hua Fengliu bertanya saat dia melihat ekspresi aneh di wajah Jieyu.     

"Guru, Jieyu terluka parah. Dia telah melupakan banyak hal. Tapi dia pasti akan pulih di masa depan," Ye Futian menghiburnya. Hanya itu yang bisa dia katakan untuk saat ini.     

Hua Fengliu tertegun. Amnesia?     

Sepertinya ada pergolakan di dalam pikirannya. Kemudian dia memandang Hua Jieyu dan berkata, "Tidak masalah selama kau masih hidup."     

Bertahun-tahun lamanya, dia seringkali memikirkan nasib putrinya. Di dalam mimpinya, dalam ingatannya, sosok pintar dan cantik itu adalah rasa sakit yang tidak bisa dihapuskan.     

Meskipun dia telah melupakan banyak hal, setidaknya dia kembali hidup-hidup. Ini sudah merupakan hasil yang bagus, bukan?     

"Jieyu, apakah kau mengingatku?" Hua Fengliu bertanya dengan suara gemetar. Seolah-olah dia berharap terlalu banyak.     

Hua Jieyu menatapnya dengan tenang, dan Hua Fengliu mengerti. Dia menarik tangannya tetapi tidak dapat menemukan tempat untuk meletakkan tangannya. Dia merasa sedikit gugup.     

"Mari kita pulang terlebih dahulu dan menemui ibumu." Hua Fengliu ingin meraih tangan Jieyu, tapi segera berpikir lebih baik dia tidak melakukan hal tersebut.     

"Mmm." Hua Jieyu mengangguk pelan. Dalam perjalanan kemari, Ye Futian telah mempersiapkan semuanya sehingga Jieyu tidak akan menolak penawaran itu.     

"Ayo kita pergi." Ye Futian meraih tangan Hua Jieyu dan mengikuti Hua Fengliu saat semua orang di sekitar menyaksikan mereka pergi.     

"Apakah dia adalah murid Fengliu?" seorang lelaki tua bertanya. Ye Futian pernah menimbulkan kegemparan di Kota Qingzhou, dan dia masih dianggap sebagai sosok legendaris di hati banyak generasi muda.     

"Ah, rupanya dia sudah kembali. Dia sangat tampan." Orang-orang yang berada di sana mengangguk setuju.     

Hua Fengliu, Ye Futian, dan yang lainnya tiba di sebuah gubuk. Bahkan sebelum mereka masuk, Hua Feng Liu berseru, "Wenyin, kemarilah dan lihat siapa yang telah kembali."     

Bahkan sebelum mereka sampai ke halaman dalam, dua sosok muncul dari dalam gubuk itu.     

Nandou Wenyin memiliki senyuman di wajahnya, tetapi saat dia melihat Ye Futian dan Hua Jieyu, tubuhnya seperti membeku.     

"Jieyu." Nandou Wenyin berbicara dengan suara gemetar, dan dalam sekejap, air mata mengalir deras di wajahnya.     

"Ayah," tiba-tiba terdengar sebuah suara seperti lonceng. Sosok di sebelah Nandou Wenyin berlari menuju Hua Fengliu dan menarik tangannya.     

Sosok itu adalah seorang gadis berusia sekitar lima atau enam tahun. Dia sangat cantik; seolah-olah dia berasal dari negeri dongeng. Satu tatapan mata padanya akan membuat siapa pun tanpa sadar akan menyukainya.     

Ye Futian baru saja akan menyapa Tuan Puteri saat gadis itu mengambil alih perhatiannya, dan dia tidak bisa berpaling darinya.     

Dia seperti melihat bayangan dari sosok Jieyu sebelumnya pada gadis itu. Meskipun keduanya memiliki perbedaan usia yang begitu besar, mereka tetap saja sangat mirip satu sama lain.     

Gadis itu meraih tangan Hua Fengliu dan mengangkat kepalanya untuk memandang ke arah Ye Futian dan Hua Jieyu. Suara kekanak-kanakan keluar dari mulutnya, "Ayah, dia sangat cantik, seperti seorang dewi."     

Ketika Hua Fengliu mendengar hal ini, dia tidak bisa menahan diri dan membiarkan air mata mengalir di wajahnya.     

Ya, dia tidak tahu bahwa wanita itu adalah kakaknya, kakak kandungnya sendiri.     

Ye Futian membungkuk. Matanya sedikit memerah saat tangannya dengan lembut menyentuh wajah gadis itu. Sentuhannya sangat lembut. Seolah-olah tambahan kekuatan sekecil apa pun akan menyakiti gadis itu.     

"Namamu siapa?" Ye Futian bertanya dengan lembut.     

"Hua Nianyu." Gadis itu memandang Ye Futian dengan penuh rasa ingin tahu saat suara kekanak-kanakan itu keluar dari mulut kecilnya.     

Dalam sekejap, Ye Futian tidak bisa lagi menahan air matanya dan membiarkannya mengalir dari matanya yang memerah.     

Nianyu. Sungguh nama yang indah.     

Tapi nama ini membuat hatinya hancur.     

Bagaimana bisa Guru dan Tuan Puteri melewati masa-masa sulit ini!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.