Legenda Futian

Tekad



Tekad

0Kesembilan kultivator kuat itu telah menempa aura api dalam jumlah besar. Ini adalah sebuah kekuatan eksternal yang berguna bagi mereka. Dengan bantuan dari aura tersebut, mereka semua mampu mengerahkan kekuatan penghancur jauh melampaui tingkat Plane mereka saat ini.     0

Kekuatan kobaran api matahari yang dikerahkan oleh Xi Chan benar-benar berbeda dari apa yang dia gunakan selama pertempurannya melawan Xia Qingyuan kala itu.     

Area tempat Ye Futian berdiri seperti benar-benar berada di dalam matahari. Sinar-sinar dari aura api penghancur ditembakkan ke arahnya. Tubuhnya kini telah berubah menjadi sebuah tungku pembakaran, dan sekujur tubuhnya diselimuti oleh kobaran api. Ketika sinar-sinar dari aura api itu tiba di hadapannya, semua sinar itu langsung dihisap oleh tungku tersebut, sehingga serangan-serangan itu bahkan tidak dapat menyentuh tubuhnya.     

Matahari sepertinya akan meledak dan kekuatan penghancur kini memenuhi udara, mencoba untuk mengubur Ye Futian di dalamnya.     

Huruf-huruf kuno melayang di sekitar Ye Futian saat dia mengaktifkan metode Deed of Thorough Comprehension. Semua auranya bergabung menjadi satu kesatuan dan berubah menjadi kobaran api. Tubuhnya adalah tungku pembakaran yang telah menghisap kobaran api matahari milik Xi Chan, dan dia juga ikut terhisap di dalamnya. Orang-orang yang berada di luar medan pertempuran nyaris tidak bisa melihat sosok Ye Futian. Satu hal yang bisa mereka lihat hanyalah kobaran api.     

Tidak lama kemudian, sebuah badai api terbentuk di atas medan pertempuran, tetapi orang-orang yang berada di sekitarnya masih berdiri tegak di tempat masing-masing. Mereka semua adalah sosok-sosok yang kuat.     

Badai yang mengerikan itu perlahan-lahan menghilang. Xi Chan menatap ke depan. Tungku itu masih berada di sana, dan tubuh Ye Futian terkandung di dalamnya. Ekspresi marah muncul di wajahnya. Serangan yang dia lancarkan bukan hanya tidak menyakitinya, tetapi juga benar-benar telah dimanfaatkan balik olehnya.     

Semua orang memandang ke arah Ye Futian dan mereka merasa sedikit cemas. Tungku pembakaran yang mengerikan itu mengelilinginya dan menempa kekuatan langit dan bumi serta semua kekuatan hukum menjadi kekuatan yang dapat dia gunakan.     

Ini adalah sebuah teknik yang sangat kuat.     

Tidak heran dia mampu datang kemari. Tampaknya teknik kultivasinya dapat dikombinasikan dengan kekuatan api. Kemampuan untuk menempa aura api itu juga sangat kuat.     

Ekspresi terkejut muncul di wajah para kultivator dari Klan Wu. Tampaknya Klan Zhu telah meremehkan Ye Futian saat mereka memilihnya sebagai kandidat dari Klan Wu.     

Bahkan di antara kobaran api seperti itu, dia masih berdiri tegak di tempatnya.     

Xi Chan kini berubah menjadi Divine Body of Nine Suns, membuat sosoknya terlihat seperti seorang dewi matahari saat tubuhnya diselimuti oleh kobaran api suci. Kemudian dia menerjang ke arah Ye Futian. Sihir-sihir miliknya tidak mampu mengguncangnya, jadi dia harus menyerangnya secara langsung.     

Dia mengumpulkan kekuatannya saat menerjang ke arah Ye Futian. Kemudian dia mengulurkan tangannya, dan dalam sekejap, kepalan tinju matahari yang tak terhitung jumlahnya menembus udara seperti bola-bola api raksasa. Semua kepalan tinju itu dikerahkan menuju Ye Futian, dengan membawa kekuatan penghancur dan peledak yang sangat dahsyat di dalamnya.     

*Boom* Tungku matahari di tubuh Ye Futian berguncang tanpa henti. Sebilah pedang raksasa kini telah muncul di hadapannya, pedang itu terbentuk dari Pedang Kasyapa, dan ditempa dari kobaran api Jalur Agung. Itu adalah Pedang Saint Api.     

*Brak*     

Terdengar sebuah suara yang keras saat Ye Futian naik ke udara dan menebas dengan pedang tersebut. Pedang itu membelah kepalan-kepalan tinju matahari yang dikerahkan oleh Xi Chan. Pedang dari Jalur Agung ini sangat menakjubkan, pedang itu kini melesat dari atas langit, menembus udara menuju Xi Chan.     

Xi Chan mengangkat kedua tangannya. Sembilan matahari melindunginya saat tangannya dikerahkan ke atas hingga akhirnya saling bertabrakan dengan pedang tersebut.     

Pedang itu terus menerus menebas kepalan-kepalan tinju tersebut, mengincar kedua lengan Xi Chan. Namun, kobaran api mengerikan tiba-tiba menyebar di sekitarnya, menyelimuti sekujur tubuhnya seperti sedang membakarnya.     

Xi Chan mengerang kesakitan. Dia merasa seolah-olah tubuhnya terkikis oleh kobaran api itu secara perlahan-lahan. Darah menetes dari sudut mulutnya. Dia bergegas mundur, tetapi Ye Futian tidak menyerah begitu saja. Pedangnya terus bergerak ke depan, sambil memancarkan kobaran api. Wajah Xi Chan kini menjadi pucat. Tubuhnya yang rapuh jatuh ke permukaan tanah dan darah terus mengalir dari mulutnya.     

Ye Futian melesat ke permukaan tanah dan tiba di hadapannya. Xi Chan menatapnya dan berkata, "Aku mengaku kalah."     

Namun Ye Futian mengabaikannya, dan kobaran api dari Jalur Agung terbang di atas kepalanya. Xi Chan memandangnya dengan tatapan dingin.     

Tetapi melihat tekad di mata Ye Futian, akhirnya dia menghela napas dan menyerahkan Kobaran Api Jalur Agung miliknya, membiarkan Ye Futian mengambilnya.     

Tidak lama kemudian, kobaran api suci di sekitar Xi Chan menghilang, dan suasana di atas medan pertempuran kembali tenang.     

"Lalu?" Ye Futian tidak berniat untuk menyerah.     

"Kau..." Ekspresi marah muncul di wajah Xi Chan. Dia menatap ke arah Ye Futian, namun Ye Futian mengabaikannya.     

Ketika dia mendapatkan Kobaran Api Jalur Agung tingkat Renhuang di Kota Jianmu, Xi Chan telah bersikap tidak sopan padanya dan langsung menyerangnya.     

Jika Xi Chan tidak mempedulikan peraturan dan hanya mementingkan kekuatan, maka dia juga tidak akan bersikap sopan padanya.     

Melihat tatapan dingin yang diberikan Ye Futian padanya, ekspresi Xi Chan menjadi sedingin es. Tetapi pada akhirnya dia memberi Ye Futian semua bagian dari Kobaran Api Jalur Agung miliknya. Ye Futian mengambilnya. Baru pada saat itulah Ye Futian membiarkannya pergi.     

Setelah Xi Chan dikalahkan, sinar matahari yang menyinari tubuhnya kini menjadi redup. Bahkan para kultivator di sekitar dinding istana yang terhubung dengannya tampak melemah. Mereka tidak akan bisa menjadi sekuat sebelumnya. Semua itu tampak sangat ajaib.     

Sepertinya ketika seluruh matriks itu hanya kehilangan satu bagian, maka bagian itu akan meredup sampai tidak ada cahaya yang tersisa.     

Di sisi lain, cahaya Ye Futian bersinar semakin terang. Sosok-sosok di sekitar dinding istana yang terhubung dengan Klan Wu untuk saat ini bisa bernapas lega.     

Salah satu dari sembilan suku, yaitu Klan Burung Vermilion telah tersingkir dari kompetisi ini.     

Xi Chan kembali ke posisinya semula dengan ekspresi menyesal di wajahnya. Klan Burung Vermilion tidak berkomentar banyak. Mereka hanya menghela napas dalam-dalam. Bahkan keturunan Klan Xi dari Pohon Kuno di Kota Jianmu tidak cukup kuat dalam pertempuran kali ini.     

Ye Futian kembali ke posisinya semula dan duduk bersila, kembali menggabungkan aura api yang telah dia dapatkan ke dalam tubuhnya.     

Namun, proses ini akan memakan waktu. Meskipun Kobaran Api Jalur Agung yang telah dia tempa untuk digunakan dalam pertempuran cukup kuat, namun dia tidak dapat menggabungkan aura api milik orang lain ke dalam tubuhnya sesuka hatinya.     

Para kultivator dari Klan Zhu menatap ke arah Ye Futian. Ternyata dia lebih kuat dari apa yang mereka bayangkan. Pada pertempuran yang akan datang, mungkin mereka bisa memanfaatkannya untuk mengatasi Duan Wuji dan murid dari Saint Jiuyou. Penilaian mereka cukup tajam untuk melihat bahwa orang-orang ini akan sulit untuk diatasi.     

Pada saat itu, Duan Wuji melangkah ke depan dan berjalan ke tengah-tengah kerumunan orang. Semua orang memiliki pemikiran yang sama: Pangeran ini adalah putra dari seorang Renhuang di Dunia Naga Merah. Namanya telah mendominasi wilayah timur dari Dunia Naga Merah, dan Kobaran Api Jalur Agung miliknya sangat kuat. Orang-orang menyebut kobaran api itu sebagai God-Eating Fire. [1][1]     

Saat dia melangkah ke depan, tatapan matanya tertuju pada seorang kultivator dari Kota Penjara Api, yang bersekutu dengan Suku Beili. Kultivator itu mengerutkan keningnya. Dia tidak ingin bertarung melawan Duan Wuji, tetapi sepertinya sudah terlambat untuk menghindarinya. Setiap langkah yang diambil oleh Duan Wuji mampu mengguncang udara.     

Dalam sekejap, aura api menyebar di udara dan api neraka berkobar. Satu sosok dewa perang berapi-api yang menakjubkan muncul di belakang kultivator dari Kota Penjara Api itu, dan tubuhnya menyatu dengan sosok dewa tersebut. Ukuran tubuhnya kini semakin membesar, hingga akhirnya berubah menjadi seorang dewa perang raksasa yang berapi-api.     

Duan Wuji menatap ke arah sosok yang menjulang tinggi itu, tetapi ekspresinya sama sekali tidak berubah. Kobaran api berwarna hijau tua di sekelilingnya berkobar dan mengalir, sepertinya akan membentuk sebuah badai pelahap. Badai itu menghisap semua kobaran api di sekitar mereka dan menggabungkannya ke dalam dirinya sendiri.     

*Brak* Dewa perang yang berapi-api itu melangkah ke depan, dan sebuah aura yang mengerikan menyebar di udara. Duan Wuji berdiri tegak di tempatnya dan naik ke udara. Dia mengulurkan tangannya, dan tiba-tiba, kobaran api hijau tua miliknya membentuk sebuah badai mengerikan yang semakin membesar.     

Dalam sekejap, sebuah pusaran berwarna hijau tua muncul di udara, tepatnya di atas kepala Duan Wuji. Selain itu, aura yang menghisap semua kobaran api di area itu juga semakin membesar.     

Pusaran yang mengerikan itu melesat ke arah dewa perang tersebut dan menyelimuti sekujur tubuhnya. Kultivator dari Kota Penjara Api itu mengerahkan kepalan tinjunya, dan tiba-tiba, aliran lava dan kobaran api seperti terpancar keluar dari tubuhnya. Kobaran api membara di sekelilingnya, seperti mengancam akan melelehkan pusaran yang berada di depannya.     

Namun pusaran itu juga menghisap aliran lava tersebut. Cahaya berwarna hijau yang tak berbatas bersinar dari pusaran tersebut, menyinari tubuh dewa perang yang berapi-api itu dan perlahan-lahan melahap kobaran api di tubuhnya. Cahaya itu juga mengubah warnanya menjadi hijau tua, membuatnya terlihat seperti kobaran api iblis.     

Kultivator dari Kota Penjara Api itu merasa bahwa jiwanya juga akan dilahap dan menyatu ke dalam kobaran api yang mengerikan itu. Ekspresinya berubah menjadi suram. Apakah dia tidak memiliki kesempatan untuk melawan balik?     

Kobaran Api Jalur Agung milik lawannya perlahan-lahan menghancurkan kobaran api miliknya sendiri.     

Kobaran api bergejolak di sekitarnya, dan tubuh dewa perang yang berapi-api itu mulai menyusut. Tidak lama kemudian, sosoknya meledak dan Kobaran Api Jalur Agung milik kultivator itu dilahap habis, setelah itu pusaran yang mengerikan tersebut kembali ke atas Duan Wuji. Kemudian pusaran itu mengelilinginya dan mengalirkan aura api ke dalam tubuhnya sedikit demi sedikit.     

"Menyerahlah," ujar Duan Wuji. Lalu dia melangkah ke belakang, sama seperti yang dilakukan oleh Ye Futian sebelumnya. Pertempuran ini adalah kompetisi antar pengguna kekuatan api. Setiap pertempuran akan menunjukkan siapa yang paling mahir dalam menempa dan menggunakan kobaran api untuk bertarung.     

Saat menghadapi kultivator dari Kota Penjara Api, Duan Wuji telah menunjukkan penguasaan kemampuan yang sempurna.     

Setelah itu, seorang murid dari Saint Jiuyou melangkah ke depan dan menantang seorang kultivator dari Kota Awan Merah, yang bersekutu dengan Suku Shang. Kemudian terjadi pertempuran lainnya, dan meskipun kultivator dari Kota Awan Merah itu adalah keturunan Renhuang, namun pada akhirnya dia dikalahkan oleh murid dari Saint Jiuyou.     

Murid dari Saint Jiuyou ini mahir menggunakan Kobaran Api Teratai Hitam dan dia memiliki kekuatan penghancur yang sangat besar. Dia mampu membakar roh seseorang. Semua aura api dari Jalur Agung yang telah dia ambil, kini telah ditempa ke dalam Kobaran Api Teratai Hitam, memberi kobaran api itu kekuatan penghancur yang dapat dia gunakan untuk mengalahkan lawannya.     

Setelah tiga pertempuran berlangsung, hanya ada tiga orang yang belum bertarung. Yin Tianjiao mengambil inisiatif untuk melangkah ke depan dan menantang murid dari Saint Chiming. Keduanya sangat kuat dan sudah pernah bertarung beberapa kali.     

Namun pada akhirnya, Yin Tianjiao mampu mengatasi pertempuran itu dan mengalahkan murid dari Saint Chiming.     

Sinar matahari menyinari dinding-dinding dari Istana Matahari. Para kultivator dari empat suku utama memancarkan kobaran api kegelapan. Kesempatan untuk merebut kembali tanah leluhur mereka kembali mereka lewatkan.     

Dari sembilan kultivator kuat yang berada di sana, delapan orang telah bertarung. Hanya Chang Huai yang belum bertarung. Dia mengerutkan keningnya dan memandang ke arah empat kultivator yang tersisa.     

Duan Wuji, Yin Tianjiao, murid dari Saint Jiuyou, dan Ye Futian.     

Tidak ada pilihan yang meyakinkan. Dia tidak yakin dapat menang melawan mereka.     

Bahkan, kemungkinan besar dia akan dikalahkan.     

Tetapi dia harus bertarung pada putaran ini. Tatapan matanya tertuju pada Ye Futian, yang sedang duduk bersila dan sibuk menempa Kobaran Api jalur Agung miliknya. "Tampaknya telah ada kesalahpahaman di Kota Jianmu," ujar Chang Huai. "Aku tidak menyangka bahwa kau begitu terampil dalam kekuatan api, Tuan Ye. Aku ingin memintamu untuk menunjukkan kepadaku seperti apa kemampuanmu."     

Ye Futian, yang baru saja berkultivasi, membuka matanya dan memandang ke arah Chang Huai. Tiba-tiba terdengar sebuah suara yang keras, dan tubuhnya kini berubah menjadi sebuah tungku raksasa. Tungku itu berdering saat Ye Futian berdiri dari tempatnya, dan tubuhnya menghilang dalam sekejap. Tungku itu menyala seterang matahari, dan sosok Ye Futian muncul tepat di hadapan Chang Huai. Dia mengangkat kepalan tinjunya untuk menyerang, dan sebuah gelombang Spiritual Qi yang kuat menerjang ke depan, menghantam tubuh Chang Huai dengan keras.     

Ekspresi terkejut muncul di wajah Chang Huai saat ledakan aura ruang dan waktu yang kuat telah membelenggu tubuhnya, membuatnya merasa seolah-olah mustahil untuk bergerak. Meskipun sihir-sihir elemen api miliknya sangat kuat, dia tidak bisa mengelak dari pengaruh kekuatan milik Ye Futian.     

Chang Huai hanya bisa segera mengangkat tangannya untuk melancarkan serangan, dan kobaran api pun langsung membakar langit!     

[1] God-Eating Fire : Api Pemakan Dewa     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.