Legenda Futian

Pedang Kasyapa



Pedang Kasyapa

0Serangan yang dilancarkan oleh Kuang Xiao sangat brutal. Meskipun dia telah disegel oleh embun es dan dibelenggu oleh penjara air, Kuang Xiao terus melancarkan serangannya ke arah lawannya. Dengan menjadikan tubuhnya sebagai titik pusat, banyak Taowu raksasa bermunculan, yang langsung menerjang ke depan dan mengoyak segel es milik Qian Shan. Pada saat ini, tubuhnya sepertinya telah menyatu dengan Taowu, dan monster legendaris yang sangat ganas ini berdiri di hadapan Qian Shan. Cakarnya yang tajam dikerahkan ke bawah, berusaha untuk menghancurkan dan melenyapkan segala sesuatu yang berada di area tersebut.      1

Qian Shan masih duduk di tempatnya dengan tenang. Dalam dunia ilusi ini, dia seperti berada di dasar lautan. Dia tidak melihat ke arah lawannya, jari-jarinya terus memetik senar-senar guqin, dan nada musik kini berubah menjadi deretan gelombang suara, yang menerjang menuju telinga Kuang Xiao. Semakin dekat posisinya dengan Qian Shan, maka semakin kuat pula kekuatan yang dia terima, yang membuat auranya berguncang sehingga segala sesuatu yang berada di hadapannya tampak kabur. Namun meskipun begitu, sepertinya akan mustahil untuk menghentikan Kuang Xuao dalam melanjutkan serangannya. Deretan ombak bergejolak di sekitar Qian Shan, dan seekor naga air mengelilingi tubuhnya dari bawah lalu menuju ke atas, kemudian menerjang ke arah monster itu dan menjerat tubuh lawannya, sehingga serangan Kuang Xiao terhenti. Diikuti dengan sebuah guncangan yang dahsyat, tubuh mereka berdua terhempas ke belakang secara bersamaan.     

"Kuang Xiao berada di ambang kekalahan," gumam banyak orang dalam hati. Sihir musik milik Qian Shan mampu melemahkan kemampuan bertarung Kuang Xiao tanpa henti. Pada awal pertempuran, Kuang Xiao tampaknya memiliki peluang lebih besar untuk menang. Namun, karena serangannya itu tidak mampu mengatasi lawannya, maka peluangnya kini menjadi semakin kecil.     

Sama seperti yang diprediksi oleh semua orang, pertempuran itu berlangsung cukup lama. Sihir musik milik Qian Shan mampu menahan serangan-serangan Kuang Xiao yang begitu ganas hingga energi Kuang Xiao melemah dan akhirnya dia dikalahkan oleh Qian Shan.     

"Terima kasih." Qian Shan menarik kembali roh guqin miliknya, berdiri dari tempatnya, dan membungkuk hormat pada para kultivator dari Gunung Daoli, kemudian dia kembali bergabung dengan murid-murid dari Akademi Dali.     

Ekspresi Kuang Xiao tampak sedingin es, dan ada noda darah di sudut mulutnya. Dia juga kembali ke tempat orang-orang dari Gunung Daoli berada.     

"Apakah kau sudah mengerti sekarang?" Di antara kerumunan orang dari Gunung Daoli, tepatnya di sebelah Di Hao, seorang pemuda menatap ke arah Kuang Xiao dan bertanya padanya. Kuang Xiao menundukkan kepalanya. Di atas medan pertempuran, kekalahan seringkali merujuk pada kematian. Dia adalah kultivator pertama dari Gunung Daoli yang maju untuk bertarung; karena itulah kekalahan yang dia alami terasa sangat memalukan.     

"Di atas medan pertempuran, kau memang menunjukkan keberanian dalam menghadapi ribuan orang sekaligus, menyerang lawanmu tanpa ragu-ragu, namun sejak awal, Qian Shan dari Akademi Dali telah membatasi kemampuanmu. Bakatnya dalam bermusik begitu luar biasa, begitu pula dengan sihir-sihir yang dia keluarkan. Meskipun kau memiliki kekuatan yang meledak-masih, masih sulit bagimu untuk mengerahkan kekuatanmu secara maksimal. Setelah kau kembali ke Gunung Daoli, kau harus instropeksi diri. Keberanian semata pada akhirnya tidak akan menghasilkan apa-pun. Selain ujian dalam menghadapi situasi antara hidup dan mati, kau perlu banyak belajar dan membaca buku," pemuda itu terus menasihatinya.     

Banyak orang tampak terkejut saat melihat pemuda itu. Berdasarkan kata-katanya, tampaknya pertempuran itu hanya sebuah ujian bagi murid-murid dari Gunung Daoli, bukan sebuah pertempuran sesungguhnya untuk mencari Jalur Pedang. Dia telah memanfaatkan pertempuran ini untuk memberi pelajaran pada Kuang Xiao, seorang murid dari Gunung Daoli.     

"Ya, Kakak Senior." Kuang Xiao menundukkan kepalanya. Tampaknya dia sangat menghormati pemuda itu.     

Pemuda itu melangkah ke depan, dan tiba-tiba, tatapan mata semua murid dari Akademi Dali tertuju padanya. Aura pemuda itu bahkan lebih luar biasa daripada Kuang Xiao, dan postur tubuhnya juga lebih tinggi. Dia berpakaian serba hitam, dan kedua matanya, meskipun terlihat tenang, namun sangat dalam. Orang ini berdiri di sebelah Di Hao di antara para murid dari Gunung Daoli, dan dari fakta ini saja, orang-orang dapat menebak statusnya. Dapat dikatakan bahwa dia adalah sosok yang sangat kuat.     

"Nama saya Seven Sins dari Gunung Daoli, pendekar pedang di puncak Sage Plane, setengah jalan menuju Saint Plane, senang bertemu dengan kalian semua." Saat dia berbicara, sebuah aura pedang yang tak terlihat langsung menyelimuti panggung pertempuran, terasa dingin dan tajam. Meskipun dia masih berdiri di tempatnya dengan tenang, ada firasat bahaya yang terpancar darinya. Ekspresi murid-murid dari Akademi Dali menjadi suram. Sudah jelas, orang ini sangat kuat.     

Terlebih lagi, ketika dia memperkenalkan dirinya, dia secara terang-terangan menyatakan bahwa dia adalah seorang pendekar pedang yang sudah setengah jalan menuju Saint Plane. Ini adalah kepercayaan diri yang luar biasa. Dia memberitahu semua orang tentang tingkat kultivasinya. Dia mengeluarkan auranya sehingga pihak lawan bisa merasakannya, sehingga memungkinkan Akademi Dali untuk memilih kultivator yang akan bertarung pada pertempuran berikutnya.     

Bahkan tatapan mata orang-orang dari Gunung Pedang Dali juga tertuju pada orang yang baru saja muncul ini. Banyak pendekar pedang menunjukkan ekspresi suram di wajah mereka. Dari aura pedang yang dikeluarkan oleh pemuda itu, mereka bisa merasakan tekanan yang dahsyat dari Jalur Pedang.     

Seven Sins, pendekar pedang dari Gunung Daoli. Dia adalah seorang kultivator yang tidak memiliki reputasi di Kota Kekaisaran. Bahkan sebelum dia muncul, hampir tidak ada seorang-pun yang pernah mendengar namanya. Jangankan Seven Sins; bahkan nama Di Hao dikenal hanya karena ayah angkatnya adalah Raja Tiandao.     

Sementara itu, orang-orang dari Dinasti Dali lebih memusatkan perhatian mereka pada Akademi Dali daripada Gunung Daoli, terutama tempat ini berada di dalam Kota Kekaisaran. Akademi Dali memiliki kultivator yang tak terhitung jumlahnya, yang merupakan kumpulan dari semua pasukan besar di Dinasti Dali. Tentu saja, ada beberapa di antara mereka yang sudah mendekati Saint Plane. Jika Di Hao tidak maju ke depan, sudah jelas, Dong Chen akan melakukan hal yang sama. Kalau tidak, siapa yang mampu melawan Di Hao?     

Saat ini, seorang murid dari Akademi Dali maju ke depan. Dia mengenakan pakaian berwarna emas dan tubuhnya tampak sangat kurus. Ketika dia naik ke atas panggung pertempuran, aura pedang yang terpancar dari tubuh Seven Sins bisa dirasakan olehnya, namun langkah kakinya tampak stabil. Seberkas sinar cahaya berwarna emas terpancar dari tubuhnya, dan tampaknya ada sebuah ritme aneh yang mengguncang udara, yang secara perlahan-lahan berubah menjadi sebuah tekanan yang dahsyat, menyebar menuju Seven Sins.     

"Zuo Zong." Banyak orang tidak terkejut saat melihat kemunculan orang ini. Di Akademi Dali, Dong Chen dan Zuo Zong adalah dua kultivator yang paling dekat dengan Saint Plane. Pada forum yang belum lama ini diadakan di Akademi Dali, Dong Chen berhasil menempati posisi pertama, dan Zuo Zong berada di posisi kedua.     

"Namaku Zuo Zong, seorang murid dari Akademi Dali, senang bertemu denganmu," ujar Zuo Zong. Ketika dia selesai berbicara, jubahnya yang berwarna emas itu berkibar meskipun tidak ada angin yang bertiup, dan sebuah tekanan yang menyesakkan langsung menyelimuti panggung pertempuran. Saat ini, meskipun keduanya belum melancarkan serangan, mereka sudah bertarung dengan aura mereka masing-masing, dan aliran udara di atas panggung pertempuran tampak bergejolak. Bahkan para kultivator yang berada di sekitar panggung bisa merasakan tekanan yang menyesakkan itu.     

Aura pedang terus menerus terbentuk, dan semua orang bisa melihat arus dari Jalur Pedang yang mengerikan berkumpul di hadapan Seven Sins, yang menimbulkan suara berdesing. Suara itu diikuti dengan munculnya sebilah pedang, yang melayang di hadapannya, sambil mengeluarkan suara berdentang. Pedang ini tampak sedang melahap arus dari Jalur Pedang yang muncul di antara langit dan bumi. Pedang itu sendiri sangat tipis, namun ada sebuah pola mengerikan yang terukir di permukaannya, yang memancarkan cahaya yang menyilaukan.     

Tatapan mata orang-orang dari Gunung Pedang Dali tampak tajam. Ekspresi mereka kini seperti sebilah pedang yang tajam. Bahkan Saint Shadow Bearing sedikit tersentak dari kursinya. "Pedang Kasyapa," ujar Saint Shadow Bearing. Tiba-tiba, banyak tokoh penting tampak tercengang. Nama Pedang Kasyapa berasal dari Saint Kasyapa yang hidup bertahun-tahun lalu, dimana dia memiliki Jalur Pedang yang tak tertandingi. Dia dikenal sebagai pendekar pedang terkuat di Dinasti Dali. Suatu ketika, Saint Kasyapa menghilang, dan Pedang Kasyapa tidak pernah muncul lagi. Pada saat ini, mungkinkah pedang yang ada di tangan Seven Sins adalah Pedang Kasyapa? Pedang itu setipis daun, dan memang pedang itu sekilas tampak seperti daun. Meskipun bilah pedangnya sangat tipis, namun aura pedangnya sangat menakjubkan.     

"Pedang pertama," gumam Seven Sins, dan pedang itu melesat seperti sebekerkas cahaya kemudian menghilang dalam sekejap.     

Zuo Zong rupanya juga bisa merasakan kekuatan dari lawannya itu. Dia mengeluarkan Roh Kehidupannya, dan tiba-tiba cahaya emas terpancar dari tubuhnya—bayangan dari sosok raksasa berwarna emas menyelimuti tubuhnya, seperti seorang dewa emas kuno.     

*Boom* Suara ledakan yang keras mengguncang udara dan sosok itu meraung, kemudian sebuah badai yang mengerikan terbentuk dan berubah menjadi tombak emas yang tak terhitung jumlahnya. Namun, pedang itu langsung menerjangnya dan membelah salah satu tombak emas itu tepat di bagian tengah, namun pedang tersebut tidak menyentuh tombak lainnya. Pedang itu melanjutkan pergerakannya menuju Zuo Zong, melesat secepat cahaya.     

Zuo Zong mengangkat telapak tangan emas raksasa miliknya dan mengerahkannya menuju pedang tersebut. Serangannya itu tampak seperti deretan gelombang badai, bahkan udara ikut berguncang. Namun, pedang itu terlalu tipis. Seolah-olah tidak ada tempat untuk menerima kekuatan yang dahsyat tersebut, pedang itu langsung menusuk ke dalam jejak telapak tangan emas milik Zuo Zong, dan menembusnya sedikit demi sedikit. Kemudian, pedang itu keluar dari bagian belakang telapak tangan tersebut, terus menusuk ke arah Zuo Zong.     

Pada tubuh emas Zuo Zong, garis-garis berwarna emas yang menakjubkan juga muncul di sana, dan terdengar sebuah suara yang keras. Rentetan gelombang kejut yang mengerikan menyebar di atas panggung pertempuran, tetapi saat berhadapan dengan badai yang mengerikan ini, pedang itu masih melesat ke arah tubuh emas milik Zuo Zong, menembusnya sedikit demi sedikit. Setelah melewati separuh perjalanan, pedang itu akhirnya menembus pertahanannya.     

Ekspresi murid-murid dari Akademi Dali tampak suram. Kemampuan bertarung dan pertahanan Zuo Zong dianggap tak tertandingi di bawah Saint Plane, tetapi pedang milik lawannya itu benar-benar mampu menembus pertahanannya. Zuo Zong ingin meraih pedang itu dengan tangan kirinya tetapi pergerakan pedang itu terlalu cepat, seperti seberkas cahaya emas. Kemudian pedang itu berputar-putar di atas tubuh Zuo Zong.     

Banyak orang mengalihkan pandangan mereka pada Seven Sins; dia sedang mengendalikan pedang tersebut. Bukan hanya itu saja, kini pedang kedua telah muncul di hadapannya.     

"Pedang kedua." Saat dia selesai berbicara, pedang itu kembali menyerang ke arah Zuo Zong. Pada saat yang sama, pedang pertama juga mulai kembali ke posisinya semula. Kedua pedang itu secara langsung menyerang tubuh dewa kuno yang dipanggil oleh Zuo Zong, dan mengoyaknya sedikit demi sedikit.     

*Dong* Tiba-tiba terdengar sebuah suara keras yang tampaknya mampu mengguncang langit dan bumi. Zuo Zong melangkah ke depan, membiarkan kedua pedang itu menyayat tubuhnya sementara dia terus berjalan menuju Seven Sins. Tidak lama kemudian, sebuah lengan emas dikerahkan menuju Seven Sins. Ketika Zuo Zong mengentakkan kakinya, terdapat tekanan dari Jalur Agung yang menyelimuti area ini dan menyebar di udara.     

Seven Sins berdiri di tempatnya dengan acuh tak acuh. Dia mendongak dan memandang ke arah lengan yang melesat ke arahnya, aura pedang telah menyelimuti tubuhnya, mengoyak ruang hampa. Dalam sekejap, Seven Sins melesat ke atas langit, seolah-olah mengabaikan tekanan yang menyebar di udara, dan sosoknya telah menghilang. Kemudian, tubuh Seven Sins muncul di atas Zuo Zong.     

"Jalur Agung elemen ruang dan waktu." Pedang Kasyapa hanya bisa digunakan oleh mereka yang berspesialisasi dalam Jalur Agung elemen ruang dan waktu.     

"Pedang ketiga." Di depan Seven Sins, Pedang Kasyapa ketiga melesat ke depan. Pada tubuh raksasa milik Zuo Zong, tiba-tiba muncul banyak lengan emas, yang dikerahkan ke udara secara bersamaan. Sosok Seven Sins kembali menghilang, seperti sebuah bayangan emas, melesat di atas panggung pertempuran. Kekuatan dari aura spiritualnya kini dikerahkan hingga tingkat maksimal. Sambil menghindari serangan, dia masih mengendalikan pedang yang terus menyerang tubuh Zuo Zong tanpa henti.     

Ekspresi murid-murid dari Akademi Dali tampak serius. Jika situasi ini terus berlanjut, maka Zuo Zong akan kalah. Sama seperti dugaan mereka, ketika Pedang Kasyapa terbentuk untuk ke-13 kalinya, sebuah badai mengerikan yang terbentuk dari Pedang Kasyapa bergejolak di sekitar Zuo Zong. Sosok bertarungnya yang berwarna emas itu terus menerus ditebas dan dihancurkan secara perlahan-lahan.     

Tidak lama kemudian, bahkan tubuh dewa kuno yang tak tertandingi itu tidak mampu bertahan lebih lama lagi, dan tubuhnya runtuh dan hancur berkeping-keping. Ke-13 pedang itu mengelilingi tubuh Zuo Zong, dan aura pedang menutupi langit. Sementara sosok Seven Sins tampak melayang di atas langit, ekspresinya masih terlihat acuh tak acuh.     

Zuo Zong dari Akademi Dali telah dikalahkan.     

Banyak orang memandang ke arah Seven Sins, yang berada di udara. Tidak ada yang menduga bahwa selain Di Hao, masih ada sosok sekuat dirinya. Jadi, sekuat apakah Di Hao? Bahkan tatapan mata Ye Futian berubah saat memandang ke arah Seven Sins, sosok yang berdiri di puncak kekuatan Dinasti Dali memang luar biasa.     

"Aku tidak menyangka bahwa Pedang Kasyapa, yang telah lama menghilang, akan muncul di sini hari ini. Perjalanan kali ini jelas tidak akan sia-sia," ujar Saint Shadow Bearing.     

"Apakah dia mampu bertarung melawan Jian Wu?" tanya Li Xun.     

"Tentu saja." Saint Shadow Bearing mengangguk, dan semua orang kini memandang ke arah Seven Sins. Jian Wu disebut-sebut sebagai pendekar pedang terkuat di bawah Saint Plane dari Gunung Pedang Dali. Seven Sins mampu bertarung melawannya. Hal ini menunjukkan betapa hebatnya kekuatan dari Seven Sins.     

"Pertempuran dalam pertemuan hari ini menjadi semakin menarik. Aku tidak tahu apakah kita akan melihat pertempuran antar pendekar pedang dari generasi muda di Dinasti Dali, dimana pedang dari Gunung Pedang Dali akan berhadapan dengan Pedang Kasyapa."     

Saint Shadow Bearing menatap ke arah Jian Wu lalu pada Ye Futian.     

Gunung Pedang Dali telah datang ke Kota Kekaisaran untuk memenuhi sebuah perjanjian, sehingga Jian Wu harus turun tangan dan mengalahkan Pendekar Ketujuh agar sang pendekar bisa berkultivasi di Gunung Pedang Dali. Sekarang, telah muncul seorang pendekar pedang yang kuat dari Gunung Daoli dan munculnya Pedang Kasyapa yang telah lama menghilang.     

Li Xun menyadari tatapan mata Saint Shadow Bearing dan tiba-tiba menatap ke arah Ye Futian, lalu berkata, "Aku hampir lupa bahwa perjalanan dari Gunung Pedang Dali kali ini bertujuan untuk menemui Pendekar Ketujuh. Pendekar Ketujuh adalah pendekar pedang terkuat dari Dunia Bawah. Bagaimana pendapatmu tentang pedang milik Seven Sins?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.