Legenda Futian

Target



Target

2Seseorang yang berubah menjadi seorang Saint memiliki potensi untuk mempengaruhi hasil pertempuran dan mengganggu keseimbangan kekuatan dalam pertempuran tersebut.     
1

Hal ini dapat dibuktikan kebenarannya karena semua orang yang berpartisipasi dalam Pertempuran Sungai Merah sebelumnya sejak awal merupakan para petarung yang luar biasa. Begitu mereka menjadi Saint, mereka akan mampu mengalahkan semua lawan mereka.     

Karena itulah, dalam Pertempuran Sungai Merah sebelumnya, menjadi seorang Saint selama pertempuran berlangsung bukanlah suatu hal yang baik.     

Dan benar saja, banyak tatapan mata kini tertuju pada Ye Wuchen.     

Seberkas cahaya dingin terlintas di mata Xing Chou dan Xiang Nan, dua orang yang paling diunggulkan untuk memenangkan pertempuran ini.     

Itu bukan karena mereka memiliki niat buruk terhadap Ye Wuchen. Hanya saja berubahnya Ye Wuchen menjadi seorang Saint selama pertempuran berlangsung akan mempengaruhi mereka.     

Dengan melihat situasi saat ini, mereka harus menyingkirkan Ye Wuchen sebelum dia menuntaskan perubahannya menjadi seorang Saint.     

Masih ada tahapan dimana dia perlu memahami Jalur Divine, diberkati dalam Bencana Divine, kemudian dia akan melangkahkan kaki ke atas Jalur Divine. Setiap tahapan ini sering berakibat fatal bagi mereka yang akan menjadi Saint, kecuali mereka memilih untuk menyerah.     

Jika mereka tidak mencegahnya, mungkin mereka akan ikut terpengaruh oleh Bencana Divine.     

Pada saat itu, aura pedang Ye Wuchen telah menembus serangan dari Pedang Kasyapa. Aura pedang yang kuat itu menghantam tripod bermotif naga yang berada di atas langit, yang membuatnya terus bergetar tanpa henti.     

Aura pedang itu mengelilingi Ye Wuchen, kemudian menyebar hingga memenuhi medan pertempuran.     

Sepertinya sebuah bencana pedang sedang turun dari atas langit. Cahaya bencana tampak menyatu dengan langit yang berwarna merah, membuat suasana di area tersebut tampak sangat menegangkan dan mengerikan.     

Ye Wuchen bisa merasakan tatapan mata semua orang tertuju padanya. Dia tahu bahwa saat ini dia telah memanggil Bencana Divine, sehingga orang-orang mulai menaruh perhatian padanya. Mereka yang sebelumnya tidak peduli tentang dirinya kini berharap bahwa dia akan menjadi orang pertama yang mundur dari medan pertempuran.     

"Ini adalah kesempatanmu untuk melangkahkan kaki ke atas Jalur Divine; sebaiknya kau mundur dari medan pertempuran," ujar Xiang Nan pada Ye Wuchen. Fakta bahwa Ye Wuchen akan menjadi seorang Saint tidak begitu penting baginya. Sebagai putra dari Kaisar Xiang, dia tidak memiliki rasa hormat terhadap mereka yang berubah menjadi Saint.     

Menurutnya, dia tidak peduli siapa di antara mereka yang akan menjadi Saint terlebih dahulu. Tujuan dari pertempuran ini adalah untuk bergabung dengan Istana Regional.     

Ye Wuchen memandang ke arah Xiang Nan, dan kedua matanya tampak setajam bilah-bilah pedang. Kemudian dia memandang ke arah Yu Sheng. Jika dia memilih untuk mundur sekarang, apakah Yu Sheng dapat bertahan hingga akhir pertempuran?     

Saat Ye Wuchen ragu-ragu dengan pilihannya, Bencana Divine telah berkumpul di atas langit. Kemudian Xiang Nan berjalan ke arahnya.     

Dia melangkah ke udara, mengulurkan tangannya, dan membuat gerakan mencengkeram. Dalam sekejap, sebuah pemandangan yang mengerikan muncul di atas kepala Ye Wuchen. Satu sosok suci samar-samar mulai terbentuk. Sosok itu terlihat seperti seorang dewa. Tidak lama kemudian, sosok itu menggerakkan jari-jarinya dan mengerahkannya ke bawah, membentuk sebuah jejak telapak tangan raksasa berwarna emas di atas langit. Jejak telapak tangan itu melesat ke bawah untuk menghancurkan Ye Wuchen.     

Aura pedang yang mengelilingi Ye Wuchen berdenging saat dikerahkan ke arah langit untuk menangkis serangan yang semakin mendekat. Aura pedang itu bertabrakan dengan jejak telapak tangan yang dikeluarkan oleh Xiang Nan, dan cahaya keemasan yang kuat meledak dari benturan tersebut. Tampaknya terdapat sebuah tirai cahaya yang mengalir di sekitar jejak telapak tangan tersebut, menangkis aura pedang milik Ye Wuchen. Kemudian jejak telapak tangan itu terus bergerak ke bawah menuju Ye Wuchen.     

Ye Wuchen mengulurkan satu lengannya dan menunjuk ke arah langit. Dalam sekejap, bilah-bilah pedangnya yang tak terhitung jumlahnya menyatu menjadi sebilah pedang raksasa yang menghantam jejak telapak tangan yang menerjang ke arahnya.     

Saat pedang dan jejak telapak tangan itu bertabrakan, muncul ledakan cahaya keemasan yang menyilaukan.     

Ekspresi Xiang Nan tampak acuh tak acuh. Dia menyaksikan pemandangan itu dengan mata yang dipenuhi oleh cahaya menyilaukan yang bersinar di dalamnya. Dia mengulurkan tangannya ke depan dan membentuk sebuah segel khusus.     

Sosok suci itu terlihat seperti bayangan seorang Renhuang dalam wujud Xiang Nan. Segel itu diaktifkan, dan tiba-tiba sosok itu dikelilingi oleh seekor naga emas bercakar lima. Cakar-cakarnya yang berukuran besar dikerahkan ke bawah, menutupi matahari saat cakar-cakar itu berusaha mencabik-cabik Ye Futian.     

*Boom* Sebuah suara yang keras terdengar saat pedang raksasa itu terdorong ke bawah. "Ilmu pedangmu tidak buruk," ujar Xiang Nan. "Karena kau telah mengambil kesempatan untuk menjadi seorang Saint, sebaiknya kau hentikan saja usahamu sekarang. Kau tidak akan pernah mendapatkan kesempatan yang lebih baik dari ini."     

Ye Wuchen telah menjadi pusat perhatian di Pertempuran Sungai Merah, dimana dia menjadi kultivator pertama mengambil kesempatan untuk memahami Jalur Agung. Tapi dia bukan sosok terkuat yang berada di sana; bahkan pada kenyataannya, dia adalah sosok yang paling lemah. Sebelum dia mampu menjadi seorang Saint, dia perlu meningkatkan kekuatannya. Memilih untuk tetap tinggal di atas medan pertempuran adalah keputusan yang bodoh.     

Kecuali dia adalah kultivator terkuat di medan pertempuran tersebut.     

Tapi sudah jelas, Xiang Nan tidak berpikiran seperti itu.     

Melihat besarnya tekanan yang dialami Ye Wuchen, Huang Jiuge, yang telah memukul mundur Dong Chen, naik ke udara. Seberkas cahaya yang menyilaukan bersinar saat dia menarik tali busurnya. Busur Renhuang memiliki sembilan anak panah, dan semuanya kini mengarah pada Xiang Nan.     

Pada saat dia menembakkan semua anak panah itu, terdengar suara yang memekakkan telinga.     

Anak panah yang kuat itu bahkan mampu menembus Jalur Agung. Xiang Nan memandang ke arah Huang Jiuge, namun pada saat itu, satu sosok berdiri di antara mereka berdua. Sosok itu adalah Xing Chou, yang merupakan peserta yang diunggulkan untuk memenangkan Pertempuran Sungai Merah kali ini.     

Cahaya yang menyilaukan terpancar dari tubuhnya, membuat penampilannya tampak menakjubkan untuk dilihat. Dia berdiri di tempatnya dengan kokoh, seperti seorang dewa perang. Dia tampak tak tergoyahkan.     

Xing Chou melangkah ke depan, dan sebuah tirai cahaya berwarna emas muncul di depannya. Sembilan anak panah yang kuat itu menembus udara dan menghantam tirai cahaya tersebut, menghasilkan suara yang mengerikan. Udara di sekitar mereka berguncang hebat.     

Anak panah itu menembus tirai cahaya milik Xing Chou sedikit demi sedikit, sepertinya mampu menghancurkan aura di dalamnya. Tetapi Xing Chou segera membuat gerakan mencengkeram di udara, yang menimbulkan suara keras lainnya. Sebuah jejak telapak tangan raksasa muncul dan meraih semua panah itu lalu menghancurkannya.     

Pada awalnya Xing Chou tidak peduli dengan Ye Wuchen, tetapi jika dia memasuki Saint Plane, maka segala sesuatunya akan berubah. Sehingga tentu saja dia harus menghentikannya.     

Huang Jiuge melangkah ke depan, dan kekuatan menyebar dari Tubuh Renhuangnya. Dia masih memegang Pedang Renhuang di tanganya. Sebuah aura yang menakjubkan terpancar dari tubuhnya dan menyerang ke arah Xing Chou.     

Tetapi Xing Chou memandangnya dengan acuh tak acuh. 'Keturunan Renhuang yang baru saja memahami Dao ini ingin menyerangnya?'     

Itu seperti seekor semut yang mencoba mengguncang sebuah pohon.     

Dalam sekejap, satu sosok yang menjulang tinggi muncul di belakangnya, tampak seperti seorang dewa perang dan dipenuhi dengan kekuatan yang tak terbatas.     

Melihat Huang Jiuge menyerang ke arahnya dengan menggunakan Pedang Renhuang, Xing Chou melangkah ke atas langit. Udara di sekelilingnya berguncang hebat, dan sinar-sinar cahaya yang menyilaukan terpancar dari tubuhnya, seperti akan beresonansi dengan Jalur Agung dunia. Tampaknya segala sesuatu yang berada di area ini bebas untuk digunakan olehnya.     

Ilusi medan pertempuran di sekitar Huang Jiuge dihancurkan tanpa henti, dan dewa perang yang berada di belakang Xing Chou mengerahkan kepalan tinjunya ke bawah. Jalur Agung tiba-tiba menyatu ke dalam kepalan tinjunya, dan tampaknya kekuatan dari Jalur Agung yang tak terbatas terkandung di dalam serangan tersebut. Kepalan tinju itu langsung menghantam Pedang Renhuang milik Huang Jiuge.     

Sebuah badai penghancur terbentuk saat kepalan tinju dan Pedang Renhuang itu bertabrakan. Sebuah kekuatan yang sangat dahsyat mencoba untuk menghancurkan kepalan tinju itu, namun sinar-sinar cahaya yang mengerikan meledak pada tubuh Huang Jiuge. Kepalan tinju yang mengerikan itu menghempaskan tubuh Huang Jiuge ke belakang.     

Ekspresi Xing Chou masih terlihat acuh tak acuh. Kemudian dewa perang yang agung dan kuat itu kembali mengerahkan kepalan tinjunya ke arah Huang Jiuge saat dia masih melayang di udara. Dalam sekejap, kepalan tinju yang tak terhitung jumlahnya muncul di sekitarnya dan menekan udara. Huang Jiuge memandang ke arah langit. Dia merasa bahwa kepalan tinju milik lawannya itu berada dimana-mana, dan telah menyatu dengan Jalur Agung.     

Rentetan serangan itu menghantam tubuhnya, dan dia terus terhempas ke belakang hingga dia terjatuh di atas panggung pertempuran yang berada di samping Sungai Merah dengan keras.     

Hembusan angin bergejolak saat rentetan kepalan tinju yang lebih kuat dari sebelumnya turun dari atas langit bersama dengan sang dewa perang. Huang Jiuge mendongak dan menyaksikan bahwa dewa perang itu memiliki kekuatan dari Jalur Agung di dalamnya, dan hatinya sedikit berguncang. Sepertinya kemampuannya belum cukup kuat untuk menghadapi Xing Chou.     

*Boom*     

Terdengar sebuah suara yang keras saat tubuh Huang Jiuge terbaring di atas tanah. Wajahnya tampak pucat saat dia memuntahkan darah dari mulutnya.     

Di tempat lainnya di medan pertempuran tersebut, situasi yang dihadapi oleh Ye Wuchen juga tidak begitu baik. Serangan-serangan yang dilancarkan oleh Xiang Nan sangat kuat, dan Bencana Divine terus berkumpul di atas langit. Sepertinya bencana itu bisa turun padanya kapan saja.     

Pada saat itu, Di Hao juga memilih untuk melancarkan serangannya pada Ye Wuchen. Lonceng dan tripod miliknya berbunyi, dan qi pedangnya melesat ke arah Ye Wuchen, menembus pertahanannya. Pedang Kasyapa langsung menusuk tubuh Ye Wuchen, dan darah menodai jubahnya.     

"Mundurlah," ujar Xiang Nan dengan nada dingin. Tiba-tiba, dia menyerang dengan menggunakan tangan raksasanya, membanting tubuh Ye Wuchen ke permukaan tanah.     

Hati semua orang yang menyaksikan pertempuran dari tepi sungai berdebar kencang. Momen menjadi seorang Saint adalah sebuah peristiwa yang sakral bagi setiap kultivator.     

Tapi di Pertempuran Sungai Merah, hal ini diperlakukan sebagai sesuatu yang aneh dan berusaha dihentikan dengan cara yang brutal.     

*Boom* Terdengar sebuah suara yang keras saat Bencana Divine turun dari atas langit, menusuk tubuh Ye Wuchen. Tubuh dan aura spiritualnya diselimuti oleh aura pedang. Tubuhnya sedikit gemetar. Serangan-serangan itu telah membuatnya terluka parah, dan menurutnya, ini adalah waktu yang buruk untuk menghadapi Bencana Divine.     

Yu Sheng tentu saja menyaksikan apa yang sedang terjadi di sana. Pada medan pertempurannya sendiri, Kong Xuan dan Kong Zhan terus menerus melancarkan serangan padanya. Cahaya sembilan warna melesat dari atas langit, dimana kekuatan dari cahaya itu mampu mengguncang langit dan bumi, menghantam tubuhnya berkali-kali. Itu merupakan sebuah pemandangan yang sangat mengejutkan untuk disaksikan.     

Pada saat itu, Yu Sheng mengerahkan kedua kepalan tinjunya, yang membuat Kong Xuan dan Kong Zhan terhempas ke belakang. Namun seekor burung suci terbang menukik ke arah kepalanya dengan mengayunkan cakarnya. Itu adalah Jialou Feng.     

Yu Sheng mengulurkan lengan kirinya untuk menangkis serangan itu, dan cakar Jialou Feng menggores lengannya, berusaha mencabik-cabiknya. Tetapi tangan kanan Yu Sheng langsung melesat ke depan seperti sambaran petir, berusaha mencengkeram cakar dari roc emas tersebut.     

*Brak* Dia melangkah ke udara saat roc emas itu memberontak, berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Yu Sheng. Namun Yu Sheng memiliki kekuatan seperti seorang iblis, dan tiba-tiba dia melempar tubuh roc itu ke permukaan tanah.     

Roc emas itu jatuh ke bawah, tetapi tiba-tiba dia mengeluarkan sebilah pedang berwarna emas dari mulutnya. Yu Sheng menutupi matanya dengan lengannya. Hembusan angin menerpa mereka saat mereka berdua jatuh ke permukaan tanah.     

Yu Sheng mengangkat tangannya, dan disertai dengan sebuah suara yang keras, dia membanting Jialou Feng ke atas tanah.     

Dan sebelum Jialou Feng sempat bereaksi, Yu Sheng menginjak perutnya dan mencengkeram sayap emasnya. Kemudian dia mulai mencabut bulu-bulunya satu per satu, yang menyebabkan Jialou Feng menjerit kesakitan.     

Yu Sheng mengabaikan jeritannya. Dia menatap ke arah Kong Xuan dan Kong Zhan yang berada di atas langit. Kemudian permukaan tanah berguncang hebat saat dia pergi menuju ke tempat Ye Wuchen berada.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.