Legenda Futian

Memandang ke Puncak Gunung



Memandang ke Puncak Gunung

0Hua Qingqing menatap ke arah Elang Angin Hitam. Kedua mata elang tersebut memancarkan cahaya berwarna merah yang mengerikan. Pikiran-pikiran jahat terus menerus memasuki pikirannya. Aura iblis berputar-putar di sekitar Elang Angin Hitam. Elang itu tampaknya sedang berevolusi. Bayangan dari Burung Iblis muncul di atas tubuh elang tersebut.     
0

Alunan musik itu mengelilingi tubuhnya, melindungi aura Hua Qingqing. Jubah Hua Qingqing tertiup oleh angin. Dia tampak suci seperti seorang malaikat. Peri-peri di sekelilingnya tampak seperti bayangan. Mereka merapalkan mantra suci ketika sebuah cahaya menjulang di atas Elang Angin Hitam, mencoba untuk menyucikannya.     

*Boom* Elang Angin Hitam, yang sedikit berubah menjadi seekor Burung Iblis, mengepakkan sayapnya. Kedua sayapnya menutupi matahari saat aura iblis berputar-putar di sekitarnya. Kegelapan melintas di sayap tersebut dan perlahan-lahan mulai memenuhi langit. Elang itu menerkam ke arah Hua Qingqing. Elang itu hendak mencakarnya, ingin menghancurkan segalanya.     

Hua Qingqing segera memetik instrumennya. Bayangan para peri mengarahkan telapak tangan mereka ke depan untuk membentuk sebuah mudra [1][1] suci yang mampu menahan iblis tersebut. Mudra suci itu berbenturan dengan cakar iblis yang menerjang ke arah Hua Qingqing. Kegelapan menembus mudra suci, dan cakar itu terus bergerak ke arah Hua Qingqing. Di bawah pengaruh aura dari Burung Iblis, Hua Qingqing tampak sangat lemah dan rapuh. Dia seperti gadis lemah yang akan dihancurkan oleh seorang iblis.     

Namun, ekspresi Hua Qingqing tidak berubah. Jari-jarinya yang pucat dan halus terus memainkan guqin. Cahaya suci menyelimuti tubuhnya dan terus menyebar. Alunan musik yang sakral itu mengelilingi tubuhnya, berubah menjadi sebuah lingkaran cahaya suci. Lingkaran cahaya itu bergerak menuju Elang Angin Hitam, menyelimuti bayangan Burung Iblis tersebut. Elang Angin Hitam berteriak. Kekuatan jahat dalam tubuhnya akan disucikan oleh cahaya suci tersebut.     

Hua Qingqing menundukkan kepalanya. Jari-jarinya yang ramping bergerak dengan cepat di atas senar-senar guqin. Dia benar-benar terbawa dalam alunan musiknya, tidak terpengaruh oleh hal-hal yang lain. Cahaya yang terpancar dari tubuhnya semakin menyilaukan. Hua Qingqing terlihat seperti seorang saint yang tidak bisa dipengaruhi oleh hal-hal yang buruk.     

Cahaya dari Burung Iblis itu bersinar terang dan redup secara silih berganti. Cahaya dari Elang Angin Hitam itu mulai menghilang. Elang itu menjerit dan terus menyerang Hua Qingqing tanpa henti. Sayapnya yang tajam memotong tirai cahaya di depannya. Cakarnya diarahkan pada Hua Qingqing tetapi cakar dari elang tersebut tampaknya tidak bisa menyentuh cahaya suci di sekitar Hua Qingqing.     

Diikuti dengan suara teriakan, Elang Angin Hitam melesat ke udara lalu menukik ke bawah. Elang itu menutupi langit, memenuhi udara dengan kekuatan jahat. Elang itu terus menyerang tetapi ia tidak bisa menembus pertahanan Hua Qingqing. Setelah itu, udara dipenuhi dengan bayangan yang tak terhitung jumlahnya. Elang Angin Hitam terus menyerang dengan ganas.     

Cahaya suci mengelilinginya, menutupi Hua Qingqing dalam cahaya yang mempesona. Dia tidak bisa dinodai oleh hal-hal buruk di dunia. Saat ini, dia begitu suci dan mengagumkan seperti seorang saint.     

Elang Angin Hitam kembali melesat ke udara. Diikuti dengan suara teriakan, elang itu menyerap kekuatan jahat dari Gunung Langit. Kedua matanya terlihat semakin mengerikan. Spiritual Qi berputar-putar di sekitarnya dan bayangan Burung Iblis terlihat semakin membesar. Ketika ia menundukkan kepalanya, ia memandang segala sesuatu dengan tatapan yang seolah meremehkan. Akal sehat di pikirannya akan segera menghilang. Aura dari Burung Iblis akan mengambil alih tubuh Elang Angin Hitam seutuhnya.     

Elang Angin Hitam menoleh ke arah Ye Futian, menatapnya untuk terakhir kali. Lalu kedua matanya mulai bercahaya. Elang itu menatap ke arah Hua Qingqing dan tubuh elang yang berukuran besar itu kembali menukik ke bawah. Elang itu telah berubah menjadi Burung Iblis, sang raja kegelapan di langit. Burung Iblis itu terlihat seperti sambaran petir berwarna hitam yang mampu menghancurkan segalanya.     

Hua Qingqing mendongak ke arah langit. Di depannya, cahaya suci yang tak ada habisnya bersatu, berubah menjadi sebilah pedang suci yang tajam. Pedang itu bisa menghancurkan semua kekuatan jahat. Pedang itu kemudian diayunkan ke arah kegelapan yang datang. Saat itu, kegelapan dan cahaya bertabrakan satu sama lain. Terdengar sebuah suara yang mengerikan saat cahaya suci menembus tubuh iblis tersebut. Kekuatan kegelapan berhasil didorong kembali tetapi mata iblis itu masih terlihat. Tatapan matanya terlihat sangat meyakinkan. Cakar-cakarnya menikam tubuh Hua Qingqing. Diikuti dengan suara robekan, pakaian Hua Qingqing tercabik-cabik. Darah merembes keluar dan Hua Qingqing terhempas ke belakang, menabrak sebuah batu berukuran besar. Wajahnya menjadi pucat.     

Burung Iblis yang terbentuk dari tubuh Elang Angin Hitam itu langsung berbalik dan menerjang ke arah sang Arhat yang sedang bertarung dengan Yu Sheng. Yu Sheng tampak kelelahan. Dia memaksakan diri untuk mempertahankan aura iblisnya, sehingga menguras habis energinya. Sang Arhat terus mendorongnya ke belakang. Yu Sheng terkena cahaya Buddha tetapi dia terus melanjutkan pertarungan.     

Tepat ketika sang Arhat hendak mengakhiri pertarungan, ia melihat sang raja kegelapan turun dari atas langit. Ekspresi sang Arhat sedikit berubah. Cahaya Buddha terpancar dari tubuhnya dan ia mengeluarkan teknik Thousand Hands of the Buddha. Serangan itu menutupi langit dan menahan iblis itu di udara.     

Suara gemuruh terus-menerus terdengar. Burung Iblis itu menghancurkan semua telapak tangan yang menyerangnya tanpa terkena satupun serangan tersebut. Iblis itu terus menukik ke arah sang Arhat, cakarnya yang tajam diarahkan ke bawah. Sang Arhat merapalkan mantra dan seketika cahaya Buddha yang menyilaukan muncul, menyelimuti tubuhnya. Cakarnya yang tajam tiba di depannya dan menembus cahaya Buddha itu. Cakar tersebut menikam sang Arhat dan menghempaskannya ke bawah. Dia memuntahkan darah dan terluka cukup parah.     

Tubuh dari Elang Angin Hitam berlumuran darah. Elang itu mengeluarkan suara yang melengking. Kegelapan menutupi tubuhnya dan benar-benar mengubahnya. Akal sehatnya telah menghilang. Cahaya berwarna merah terpancar dari kedua matanya. Elang itu menjerit dan melesat ke atas langit, langsung menuju ke puncak Gunung Langit. Jika elang itu tetap berada disana, dia akan membunuh siapa-pun, termasuk Yu Sheng dan Ye Futian.     

"Elang kecil." Ye Futian menatap ke arah sosok yang mulai menjauh itu. Dia merasakan tanda spiritual yang ia tanamkan di pikiran Elang Angin Hitam telah tertutup. Ye Futian masih bisa merasakan keberadaannya tetapi dia tidak bisa mengendalikannya lagi. Dia tahu bahwa Elang Angin Hitam telah berubah menjadi Burung Iblis untuk bertarung menggantikan dirinya.     

*Boom* Pada saat ini, Yu Sheng juga terjatuh. Dia sudah mencapai batasnya dan tidak bisa melanjutkan pertarungan. Aura Iblis di sekelilingnya secara bertahap mulai menghilang. Dia kembali normal dan berbaring tak bergerak di atas salju. Ye Futian berjalan mendekatinya. Dia membantu Yu Sheng berdiri dan menopangnya. Sambil berbalik, dia menatap ke arah Ye Wuchen. Pemuda itu tersenyum padanya. "Bawa Yu Sheng. Aku tidak bisa melanjutkan pendakian lebih jauh lagi," ujar Ye Wuchen.     

"Hati-hati." Ye Futian mengangguk pada Ye Wuchen. Kemudian dia melanjutkan pendakiannya.     

"Kau sangat berat," Ye Futian bergumam. Kedua pemuda itu sama-sama mengalami hal yang tragis.     

Ye Wuchen menyaksikan mereka naik ke puncak gunung. Dia berbalik dan mulai berjalan menuruni gunung. Dia tidak bisa melanjutkan pendakian. Bahkan jika luka-lukanya telah pulih, dia tetap tidak bisa pergi ke puncak gunung. Ye Futian harus menjaga Yu Sheng. Jadi, dia memilih untuk menyerah. Ketika dia menghampiri Hua Qingqing, dia melihat bahwa gadis itu telah berdiri dari tempatnya. Mereka bertukar pandangan. Lalu Ye Wuchen bertanya, "Apakah Qin Li dan orang-orang dari Dinasti Qin tidak pantas untuk mati?" Setelah itu, dia terus menuruni gunung.     

Hua Qingqing menatap ke arah punggung Ye Wuchen. Dia jelas mengetahui kebencian Ye Wuchen terhadap Dinasti Qin. Dia dapat menebak bahwa Dinasti Qin telah mengatur rencana untuk menghancurkan Kerajaan Liu dan menguasai Wilayah Barren Timur. Keluarga kerajaan dari Kerajaan Liu telah tewas terbunuh. Ye Wuchen dan Ye Futian jelas mempunyai alasan yang jelas untuk membalaskan dendam Liu Chenyu. Apakah orang-orang dari Dinasti Qin pantas untuk mati?     

Hati Hua Qingqing berdebar kencang, tapi dia berasal dari Klan Donghua. Dia adalah putri dari sang pemimpin klan. Yu Sheng telah membunuh Qin Mengruo, istri dari kakak seniornya, Qian Shanmu. Dia dan Qian Shanmu sama-sama pandai dalam menggunakan sihir musik. Mereka sering belajar bersama-sama dengan ibunya ketika mereka masih kecil. Ketika memikirkan hal ini, dia menenangkan dirinya dan mulai berjalan lagi. Pakaiannya tampak berantakan dan berlumuran darah.     

Sang Arhat berjalan ke belakang dengan susah payah. Dia duduk dan bermeditasi dengan cahaya Buddha yang terpancar di sekelilingnya. Hua Qingqing meliriknya lalu memandang ke arah Ye Futian. Dia merasa bingung. Apa itu keadilan? Apa itu kejahatan?     

Sang Arhat berusaha menghentikan Ye Futian dan membunuh iblis tersebut. Tapi Yu Sheng, dengan kekuatan jahat terlihat di kedua matanya, mempertaruhkan segalanya untuk melindungi Ye Futian, bahkan jika dia harus mati.     

Bahkan seekor monster mengorbankan dirinya untuk dikendalikan oleh iblis agar ia dapat melindungi tuannya supaya tidak terluka.     

Bagaimana cara seseorang menentukan mana yang jahat atau baik?     

Bagaimana bisa sosok tampan yang menggendong Yu Sheng itu terlihat begitu menarik? Ye Futian bisa mempertaruhkan segalanya untuk teman-temannya, Ye Wuchen dan Liu Chenyu, serta membunuh Qin Li. Dari sudut pandang Ye Wuchen dan Liu Chenyu, dia adalah teman seumur hidup. Karena itu, mereka akan hidup dan mati bersama-sama.     

Hua Qingqing menyukai sihir musik sejak kecil dan ia memiliki pikiran yang suci. Dia tidak menyukai kecurangan dan tidak peduli dengan persaingan di dunia ini. Tapi kali ini, dia merasa bimbang. Pengalaman yang dia rasakan hari ini sangat membekas di hatinya.     

Mungkin ucapan ibunya benar. Sangat sulit untuk menjaga hati yang suci di dunia kultivasi. Dia mampu mempertahankan kepolosannya karena status dan perlindungan yang ia terima dari orang tuanya.     

Tiga sosok di rute pendakian itu sepertinya tidak pernah kelelahan. Mereka sangat lelah tetapi tetap melanjutkan pendakian.     

Salju masih turun dari atas langit, memenuhi area tersebut. Salju terus menerus jatuh ke tubuh mereka. Ye Futian sesekali menggunakan sihir api untuk mengusir hawa dingin di sekitar Yu Sheng.     

Hua Qingqing terus mengikuti di belakang Ye Futian. Mereka terus mendaki. Setelah beberapa waktu berlalu, Ye Futian kembali menatap ke arah Hua Qingqing. Hembusan angin bertiup ke wajahnya. Kedua mata Ye Futian tampak lelah tetapi senyumannya masih seperti matahari.     

"Aku sudah mempunyai kekasih. Kau tidak bisa terus mengejarku seperti ini," ujar Ye Futian. Langkah kaki Hua Qingqing terhenti. Dia berkedip dan kemudian mulai berjalan lagi.     

"Ah, sungguh menyusahkan memiliki wajah yang tampan." Ye Futian merasa frustrasi. Kemudian dia terus berjalan; dia sangat lelah.     

Waktu terus berlalu. Dua sosok yang berjalan di jalan yang bersalju tampak sangat kecil dan kesepian. Mereka terus mendaki. Perlahan-lahan, mereka bisa melihat langit ketika mereka melihat ke atas.     

Puncak gunung semakin dekat.     

Kekuatan jahat itu terasa sangat mengerikan sekarang. Tekanan tak terlihat dari Gunung Langit menimpa tubuh mereka. Rasanya seperti mereka sedang menanggung beban dari Gunung Langit.     

Ye Futian berhenti dan kemudian melanjutkan pendakian. Setiap langkah yang dibuatnya meninggalkan jejak di atas lapisan salju yang berwarna putih. Setiap langkah dari Ye Futian tampak sangat berat. Tapi dia terus berjalan tanpa henti.     

Di belakangnya, Hua Qingqing juga meninggalkan jejak kaki. Pergerakan Hua Qingqing sangat lambat. Dia telah mendengar bahwa hanya mereka yang memiliki hati yang cukup polos yang dapat mendaki ke puncak Gunung Langit.     

Lalu bagaimana dengan Ye Futian?     

Dia menatap ke arah sosok yang berada di depannya itu, ia terus mendaki sambil menggendong Yu Sheng melalui lapisan salju yang tebal. Orang macam apa dia sebenarnya?     

-----     

[1] Mudra adalah simbol atau postur tangan dari kepercayaan Hindu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.