Legenda Futian

Pemuda yang Tidak Biasa



Pemuda yang Tidak Biasa

0Melihat bahwa Ye Futian dan Yu Sheng sedang berjalan pergi, Ruo Yu memelototi Ruo Qiu dan berkata, "Kak, bisakah kau berhenti berbicara dengan sikap jahat seperti itu?"     
0

"Tidakkah kau mendengar bahwa ia mengakuinya sendiri?" Ruo Qiu bertanya dengan tenang.     

"Ruo Yu, jangan terlalu dekat dengan orang-orang semacam itu," ujar Yan Lu. Ruo Yu menatap kakak seniornya. Meskipun dia tidak setuju dengan apa yang dikatakan kakak seniornya, dia tidak mengatakan apa-apa. Dia melihat ke depan. Dia menyaksikan Ye Futian dan Yu Sheng berjalan menuju sebuah batu besar. Di sana, seorang pemuda yang terlihat anggun sedang berdiri diam. Ketika mereka sampai di sana, dia berbicara, "Dibenci kelompokmu?"     

"Senang melihatku menderita?" Ye Futian melihat ke arah pemuda di depannya, sedikit kesal.     

Ye Wuchen melirik ke arah Ruo Qiu yang berada tidak terlalu jauh dari tempatnya dan kemudian ia melihat kembali ke arah Ye Futian yang terlihat putus asa. Dia tidak bisa menyembunyikan senyum di wajahnya. Orang ini adalah seorang jagoan di Kerajaan Cangye dan Negeri Nandou. Dia bahkan menolak ketika seorang gadis cantik seperti Lin Yueyao mencoba untuk berkenalan dengannya. Siapa yang mengira bahwa akan ada hari ketika Ye Futian akan dihina oleh seorang gadis?     

"Dimana Ye Xiao?" tanya Ye Futian.     

"Kami sudah berpisah cukup lama," jawab Ye Wuchen. "Ye Xiao berkultivasi di Perguruan Tinggi Cangye. Jika dia berencana untuk mewarisi takhta di masa depan, akan berguna baginya untuk mendapat dukungan dari sekolahnya."     

Ye Futian mengangguk. Tentu saja, dia mengerti apa yang ingin dikatakan oleh Ye Wuchen. Para murid dari Perguruan Tinggi Cangye yang memasuki Dunia Barren Kuno sekarang akan menjadi seorang pemimpin masa depan di Perguruan Tinggi Cangye.     

"Apa yang kau dapatkan dari benda ini?" tanya Ye Futian.     

Ye Wuchen melihat ke arah dinding batu tersebut. Alisnya berkerut. "Aku hanya bisa merasakan sebuah aura pedang, tapi aku tidak tahu bagaimana cara mendekatinya. Barangkali ini masih bukan waktu yang tepat. Mungkin kita perlu memberinya lebih banyak waktu."     

Ye Futian berjalan di sebelahnya dan berjongkok. Ye Wuchen menatapnya. Dia menyaksikan Ye Futian menggunakan Spiritual Qi untuk mengukir sesuatu ke atas batu itu. Ukiran itu tampak seperti sebuah kata. Itu adalah kata pertama dari puisi sebelumnya: ribuan.     

Setelah kata itu diukir, ukiran itu benar-benar mulai berubah. Kata tersebut tampak seperti bergerak dan berubah menjadi bentuk sebilah pedang. Mata Ye Wuchen berbinar saat melihat pemandangan ini. Tatapannya terpaku pada dinding batu di depannya.     

"Jangan mencoba untuk menguraikan konsepsi artistiknya atau apapun itu. Pecahkan saja kata-katanya," ujar Ye Futian.     

"Baiklah," Ye Wuchen mengangguk. Ketika dia melihat dinding batu itu lagi, sepertinya kata-kata itu telah berubah lagi.     

Saat itu, Elang Angin Hitam, yang sedang berdiri di samping, dengan lembut mengepakkan sayapnya. Matanya berbinar saat ia melihat ke arah Ye Futian dengan penuh antisipasi.     

"Kau ingin belajar juga?" tanya Ye Futian.     

Elang Angin Hitam itu mengangguk.     

"Kau benar-benar menjadi terlalu pintar," gumam Ye Futian. Tampaknya monster itu telah menuai beberapa manfaat dari memperoleh sebuah takdir. Roh mereka telah terhubung, sehingga cukup mudah untuk mengajarkannya.     

"Biarkan aku merasakannya dulu." Ye Futian duduk di atas sebuah batu besar, sekali lagi ia fokus pada dinding batu tersebut. Setiap kata yang diukir di dinding itu sepertinya berubah menjadi sebilah pedang. Aura pedang itu terus mengalir ke pikirannya.     

Meskipun dia melihat bentuk pedang itu dan merasakan aura pedang dari dinding batu tersebut, jika Ye Futian ingin berkultivasi teknik pedang ini, dia pertama-tama harus memahaminya. Dia bukan seorang pendekar pedang, jadi dia tidak akan membuang-buang waktu untuk melakukannya. Sudah cukup baginya untuk merasakan takdirnya. Ye Futian akan meninggalkan kultivasi teknik pedang ini kepada Ye Wuchen. Setelah itu, Ye Futian terus mengamatinya. Pada saat yang sama, dia akan memberi tahu Ye Wuchen bentuk pedang tersebut. Perlahan, Ye Wuchen juga jatuh ke dalam ritme tersebut dan menjadi bisa melihatnya sendiri. Tidak perlu lagi petunjuk dari Ye Futian.     

Yang aneh adalah, Elang Angin Hitam, yang berdiri di sebelah Ye Futian, terus menatap dinding batu itu. Bahkan ia tidak berkedip. Sepertinya monster itu mulai memahaminya juga.     

Sambil berdiri di bagian samping, Yu Sheng menyaksikan pemandangan ini dan terkejut. Dia bahkan tidak bisa melakukan apa yang bisa dilakukan oleh seekor monster iblis.     

Setelah beberapa saat, Ye Futian menenangkan diri dan memandang ke arah Ye Wuchen. Matanya tertutup rapat dan sedikit dari aura pedang mengalir di sekelilingnya. Tampaknya, Ye Wuchen telah memahami teknik pedang yang tersembunyi dalam baris puisi tersebut.     

"Mari kita lihat dinding yang lainnya," ujar Ye Futian. Mata Elang Angin Hitam berbinar dan ia mengepakkan sayapnya, membawa dirinya ke arah lainnya. Ia mendarat di sebuah batu besar di depan dinding batu yang berisi dengan ukiran. Ukiran ini menggambarkan seekor Roc Emas besar yang pergi menuju Surga. Penampakannya juga diperlihatkan, berfungsi sebagai indikator monster itu terbang tinggi melintasi langit.     

Ye Futian melirik ke arah Elang Angin Hitam. Sepertinya monster ini sudah mengincar dinding ini sebelumnya. Tapi Ye Futian merasa penggambaran di dinding ini juga cocok untuk dirinya. Elang Angin Hitam dan Yu Sheng juga bisa mengkultivasinya.     

Ia mulai mengaktifkan Meditasi Kebebasan dalam benaknya lagi. Sebuah bayangan muncul di benaknya. Itu adalah pemandangan yang terukir di dinding tersebut. Seekor Roc Emas membentangkan sayapnya untuk terbang tinggi menembus langit. Ia meraung keras. Roc Emas itu bergerak lebih cepat daripada angin, tidak meninggalkan jejak sedikitpun. Gerakannya cepat dan alami seperti aliran angin. Pemandangan ini dan ingatannya sedikit tumpang tindih membuat gambar yang muncul menjadi lebih jelas. Tanpa sadar, pikiran Ye Futian berubah ke keadaan mistis dimana dia merasa seperti telah berubah menjadi seekor roc, yang tengah menembus awan menuju ke surga.     

Dengan menggunakan Meditasi Kebebasan, ia mampu menguraikan makna sebenarnya di balik puisi dan gambar di dinding batu tersebut. Namun, itu sepenuhnya tergantung pada kemampuan pemahamannya sendiri untuk mencari tahu apa arti sebenarnya dari puisi dan gambar tersebut.     

Perlahan, mata Ye Futian tertutup. Baginya, rasanya tidak lagi seperti sedang berdiri di atas sebuah batu di depan dinding itu. Dia merasa seolah-olah tengah terbang melewati awan di langit.     

Sebuah kekuatan dari aura yang kuat datang dari dinding batu itu dan mengalir ke dalam pikirannya tanpa henti. Semakin dia bisa menguraikan dan memahami gambar di dinding itu, semakin kuat pula takdir dan aura yang akan didapatnya.     

Elang Angin Hitam dan Yu Sheng keduanya juga sedang melakukan yang terbaik. Namun, konsepsi artistik yang mereka rasakan lebih pada sisi yang sederhana. Monster itu dipengaruhi oleh bakat alaminya sementara bakat Yu Sheng tidak termasuk dalam kategori ini.     

Di sekitar mereka, banyak kultivator yang mahir dalam sihir angin melakukan hal yang sama. Dari waktu ke waktu, sebuah cahaya akan bersinar dari tubuh mereka ketika orang-orang ini berusaha menggabungkan persepsi mereka dengan kemampuan asli mereka.     

Setelah menghabiskan waktu yang cukup lama, Ye Futian membuka matanya untuk melihat Elang Angin Hitam sedang menatap dirinya sendiri dengan ekspresi menyedihkan. Dengan menggunakan energi spiritualnya, Ye Futian memindahkan hasil meditasinya ke monster pendampingnya itu. Setelah itu, Elang Angin Hitam juga memulai berkultivasi sendiri dengan pesan yang sudah diuraikan itu.     

"Yu Sheng, dinding itu sangat cocok untukmu," ujar Ye Futian. Dia menunjuk ke arah dinding yang lainnya. Dinding ini berada dekat dengan laut dan di atasnya, ada ukiran sebuah ombak besar yang bergejolak. Cukup sekali melihatnya, kau hampir bisa merasakan sebuah konsepsi artistik dari gambar tersebut masuk ke dalam pikiran seperti sebuah kekuatan yang mengerikan.     

Kedua teman itu menuju dinding tersebut. Berdiri di depan mereka, ombak laut bergulung dan menghantam sisi Gunung Cang. Gelombang laut yang besar tampaknya cocok dengan konsepsi artistik yang dikeluarkan oleh gambar di dinding tersebut.     

"Apa yang kau rasakan?" tanya Ye Futian.     

"Keganasan dan kekuatan," ujar Yu Sheng.     

"Itu benar," Ye Futian mengangguk. Karena dia bisa menggunakan Meditasi Kebebasan, ia bisa melihat segalanya dengan lebih jelas. Seolah-olah gambar itu bergerak, setiap gelombang itu menjadi lebih tinggi dari yang sebelumnya. Kekuatannya sangat menghancurkan. Gambar ini bukan sebilah pedang juga bukan sihir angin. Gambar itu benar-benar menampilkan murni sebuah keganasan dan kekuatan.     

Keduanya mempelajarinya tanpa bersuara dan setelah beberapa saat, Ye Futian pergi sendirian. Dia berjalan ke dinding batu lainnya di tepi laut. Dinding itu adalah dinding batu terakhir yang berisi ukiran di Gunung Cang. Tidak ada orang yang berdiri di depan dinding ini. Tiga tembok lainnya cukup bisa dipahami tetapi yang ini, tidak ada yang mengerti akan artinya. Mereka tidak bisa merasakan takdir apapun dari dinding ini.     

Gambar di dinding batu itu menggambarkan satu sosok berpakaian putih sedang duduk dengan kedua tangannya berada di atas guqin. Tidak ada konsepsi artistik yang muncul.     

Ye Futian menggunakan Meditasi Kebebasan, tetapi dia hanya bisa melihat orang di gambar tersebut sedang memainkan guqin. Dia tidak bisa merasakan aura dari gambar tersebut. Namun, hal ini semakin membuat gambar itu luar biasa.     

Bahkan jika Meditasi Kebebasan tidak berhasil, hal itu hanya membuktikan bahwa tingkat kultivasi Ye Futian belum cukup tinggi.     

Ye Futian berdiri di sana dengan tenang, hanya melihat dinding batu itu. Hanya ada dia disana.     

Ye Wuchen berada di depan dinding ukiran pedang, Elang Angin Hitam di dinding ukiran Golden Roc, dan Yu Sheng di dinding ukiran ombak. Mereka berempat masing-masing memiliki sebuah tembok yang memberikan pencerahan pada mereka.     

Dunia Ye Futian menjadi sangat sunyi, tetapi dalam kenyataannya, ada orang di mana-mana di Peninggalan Gunung Cang.     

Mata Ruo Qiu tertuju ke arah Ye Futian. Dia terlihat terlalu menonjol. Dia adalah satu-satunya yang berdiri di depan dinding itu.     

"Tidak ada yang pernah bisa menguraikan sebuah pesan di balik gambar itu, tapi lihatlah dia, berpura-pura dia tahu apa yang harus dilakukan. Kau seharusnya tahu tipe orang seperti apa dia sekarang," ujarnya kepada Ruo Yu.     

Mereka bahkan belum lama di sini, tapi Ye Futian sudah berhenti di depan setiap dinding batu di tempat tersebut. Dia benar-benar membuang-buang waktunya di sini.     

Ruo Yu memandangnya sebentar. Dia tidak bisa mengerti tindakannya.     

"Kakak Senior Yan bisa mendapatkan sedikit aura pedang dari mempelajari dinding batu itu," ujar Ruo Qiu. Dia tersenyum ketika dia melihat Yan Lu yang berdiri tidak terlalu jauh di depannya. Sebuah aura pedang datang dari dinding batu itu dan berputar di sekelilingnya.     

Yan Lu menarik napas dalam-dalam sebelum berkata, "Puisi ini memang menyembunyikan sebuah konsepsi artistik yang kuat. Dengan mempelajari bentuknya, sangat mungkin untuk merasakan aura pedang dari dinding ini. Jika aku ingin memahaminya sepenuhnya, aku khawatir itu akan memakan waktu yang cukup lama."     

"Kakak Senior Yan, kau sangat berbakat! Orang normal bahkan tidak bisa dibandingkan denganmu," Ruo Qiu tersenyum.     

"Aku masih tidak begitu mahir jika dibandingkan dengan Kakak Senior Yun," Yan Lu mengangkat kepalanya untuk melihat ke arah Yun Qianmo. Dia sedang berdiri di atas sebuah batu besar. Yun Qianmo memiliki sebuah gelombang aura pedang yang berputar di sekitarnya. Sudah jelas bahwa pemahamannya tentang gambar di dinding batu itu lebih besar daripada Yan Lu.     

Semakin banyak orang yang tiba di Peninggalan Gunung Cang, membuat tempat itu semakin ramai dan berisik. Saat itu, sebuah sosok telah menarik perhatian sekelompok besar orang.     

Orang ini memiliki penampilan yang membuatnya menonjol. Dalam hal penampilan, bahkan Yun Qianmo tidak bisa dibandingkan dengan sosok tersebut. Banyak pengawal kuat yang berjaga di sebelah pendatang baru ini.     

Orang ini adalah gadis tercantik di Kerajaan Cangye, Lin Yueyao. Dalam hal penampilan luar, wajar saja tidak banyak orang yang bisa membandingkannya dengan yang lainnya.     

Matanya mengamati ke arah tertentu dan segera melihat Ye Wuchen. Tubuhnya yang indah berhenti di sebelahnya.     

Gu Cheng, Ruo Qiu, dan yang lainnya melihat ke arah mereka. Beberapa saat yang lalu, Ye Futian sepertinya mengenal Ye Wuchen. Sekarang, gadis ini juga menuju padanya. Siapa sebenarnya Ye Wuchen ini?     

Apakah gadis cantik yang mengejutkan ini juga berasal dari Hundred Lands?     

Ye Wuchen tiba-tiba membuka matanya dan melihat ke arah Lin Yueyao. Gadis itu menjerit dan menutup matanya. Rasanya seperti sebilah pedang telah menusuk matanya.     

"Apakah kau baik-baik saja?" tanya Ye Wuchen.     

Lin Yueyao membuka matanya perlahan. Matanya terlihat sedikit memerah. Dia menatapnya dan menjawab, "Apakah kau mencoba membunuhku?"     

"Aku sedang berkultivasi, tidak tahu kalau itu kau," dia menjelaskan.     

Lin Yueyao terdiam. Kemudian, dia menoleh untuk melihat dinding batu itu dan bergumam pelan, "Jadi ini adalah dinding batu dari Peninggalan Gunung Cang? Bagaimana bisa aku tidak merasakan apapun darinya? Bagaimana kau bisa merasakan konsepsi artistik?"     

"Aku sebenarnya tidak merasakan sebanyak itu pada awalnya, tetapi seorang pemuda yang tidak biasa muncul," ujarnya.     

"Pemuda yang tidak biasa?" Lin Yueyao bertanya dengan tatapan bingung. Tatapan matanya berpindah ke tempat lain dan dia melihat satu sosok kesepian sedang berdiri di depan sebuah dinding batu. Dia tampak seolah-olah dia adalah satu-satunya orang di dunia ini.     

Ekspresi aneh terlintas di wajahnya. Bisakah orang ini berhenti hidup di dunianya sendiri? Ye Wuchen benar. Dia pasti seorang pemuda yang tidak biasa!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.