Devil's Fruit (21+)

Friend or Foe?



Friend or Foe?

0

Fruit 13: Friend or Foe?

0

Suasana kelas sudah penuh akan kasak-kusuk tak sabar. Lalu, tak lama muncullah sosok memasuki ruang kelas 2 Fis A. Seorang siswa lelaki.

"Halo, kenalkan, nama saya Kenzo." Remaja pria jangkung dan berambut merah tua tersenyum ramah di depan kelas setelah Bu Wakepsek memanggilnya masuk.

Penampilan Kenzo memang tidak tampak seperti bule. Justru dia sangat berbau oriental. Dengan mendengar namanya, orang lekas berasumsi bahwa dia berdarah Jepang.

Meski begitu, mata Kenzo tidak segaris seperti biasanya lelaki Jepang pada umumnya.

Namun, bukankah kini orang-orang di Asia Timur sudah banyak yang bermata besar, tidak seperti leluhurnya?

Banyak yang menduga pasti Kenzo sudah mendapatkan darah campuran karena matanya besar seperti mata orang Eropa.

Tubuhnya juga tidak bisa dikatakan rata-rata orang Asia pada umumnya. Dia jangkung dan tegap, seakan terbiasa mengolah tubuhnya dengan olah raga.

Daya tarik lain dari Kenzo adalah senyumnya yang memikat. Dia tidak sedingin Dante. Apalagi rambut Kenzo berwarna merah terang.

Itu jelas bukan warna rambut asli miliknya. Sudah bisa dipastikan itu dicat, jadi mirip dengan rambut para boyband Korea yang berwarna 'menyala'.

Seperti biasa, para makhluk serigala betina sibuk menjerit tertahan walau suara mereka tetap terdengar meskipun mirip orang mengejan bila sedang di kamar kecil. Pfftt!

"Kenapa akhir-akhir ini kelas kita jadi banyak kedatangan murid baru, yak?" Andrea yang tidak ikut mengejan menggumam lirih.

"Humm?" Shelly menoleh ke sohibnya. "Mungkin kelas kita ada daya tariknya bagi orang-orang tampan untuk mendaftar menjadi murid di sini?" Shelly mengetuk-ketukkan bolpennya DR-nya ke dagu.

"Cih!" Ada suara desis dari arah belakang bangku Andrea.

Andrea segera menengok ke belakang karena mendengar jelas desis yang sarat akan muatan ketidaksukaan itu datang dari mulut Dante. Tak mungkin Leon, karena lelaki itu tidak masuk sekolah hari ini.

"Hahah!" Andrea kini ganti yang tersenyum meledek ke Dante. "Kenapa? Elu ketemu rival, heh? Pfftt! Lu pikir elu doang yang paling ganteng di jagat raya ini, yak? Pfftt! Mimpi!"

"Diam kau, makhluk rendah." Dante memberikan jawaban dengan nada rendah dan berat disertai tatapan mata tajam seolah ingin merobek mata Andrea.

"Lu emang brengsek lu yak, bule kacangan."

Ziinggg!!!

"Awwhh!!" Andrea spontan memegangi lengannya karena luka itu kembali kumat sakitnya, meski tidak sampai mengeluarkan darah. Hanya sebuah sakit menyengat saja. Dan amat nyeri.

CRASSHH!

"Errghkh!" Dante mengerang sambil memegang pipinya. Darah. Di pipi itu terwujud segaris luka bagai terkena goresan cutter. "Fuck you, filthy bastard." Ia memberikan tatapan tajam ke Kenzo yang masih di depan kelas sedang tersenyum penuh arti pada Dante.

GROAKK!!

Tetiba saja papan tulis whiteboard di belakang kepala Kenzo bagai tercabik cakar binatang buas bersamaan Kenzo memiringkan kepalanya bagai sedang menghindar dari sesuatu.

Semua kaget, terkesiap karena heran melihat papan tulis itu secara ajaib bisa berkondisi bagai dihantam clurit. Bahkan guru dan Wakepsek pun ikut menjerit kaget.

Anehnya, Kenzo malah makin melebarkan senyumnya hingga manik ungu gelapnya tersebut tersembunyi pada kelopak netranya. Bisa dibayangkan seperti apa senyum palsu dia, kan?

Andrea bergantian melihat ke Dante dan Kenzo. Walau ia bagai melihat kedua pria itu saling melempar tatapan membunuh, namun rasanya pipi berdarah Dante yang tampak seperti disayat itu tak mungin berhubungan dengan pecahnya papan tulis di depan sana. Ya, kan?

Dia tak mau berandai-andai terlampau jauh. Ini dunia nyata, bukan dunia Harry Pott** yang penuh akan hal-hal yang tak bisa masuk logika manusia biasa. Ataukah Kenzo juga bisa ilmu santet?

Kenzo mendengus sembari menyeringai , kemudian kakinya melangkah ke arah bangku kosong di deretan belakang yang ditunjuk oleh Guru. Dan semua mata memandang si anak baru yang berjalan mantap ke bangkunya.

KRIIINNGGG!!

Saved by the bell----again.

Tanpa menunggu Bu Wakepsek pamit, murid-murid langsung tumpah ruah di bangku tempat Kenzo berada.

Semua bagai ingin menjamah lelaki tampan yang terkekeh menanggapi kanan kiri depan belakang atas ba-- ahh sepertinya tak ada yang segila itu ada di bawah kolong meja Kenzo, kok. Hahah.

"Kenzo~ orang mana?"

"Orang bumi, manis..." jawab Kenzo santai.

"Ihh, nakal jawabannya."

"Nakal gimana, sih?" Kenzo masih saja ramah dengan seuntai senyum mautnya.

"Kenzo~ boleh main ke rumahmu?"

"Rumahku dekat kok, sweetie." Kenzo mengerling.

"Di daerah mana?" Siswi itu menanya dengan pandangan berharap.

"Di daerah hatimu, hehe." Kenzo mengernyit nakal.

"Aww Kenzo gitu~" Si siswi berlagak malu-malu sambil goyang-goyangkan pantat.

"Hahah, aduh kok pipiku dicubit?" Pria muda itu memegangi pipi yang baru saja jadi sasaran pencubitan.

"Abisnya Kenzo nyebelin jawabannya."

"Tapi kamu syukak kan, sayank?" Masih saja Kenzo memberikan jawaban menggoda.

"KYAAAAA~ Kenzo playboy!!"

"Oya? Hahah, kalau aku playboy, kalian semua pasti sudah jadi pacarku. Mau?"

"MAUUUU!" jawab semua yang ada di situ, termasuk 4 siswa pria yang diam-diam nyempil. Nah.

Dan Kenzo makin terkekeh.

"Cih! Lagi-lagi ada kadal sok kecakepan di kelas kita. Kemaren bule, ini bau Jepang. Bah!" Andrea cuek saja mengungkap isi hatinya meski ia tau ucapannya pasti didengar makhluk di bangku belakangnya, Dante.

Dante tak membalas kalimat nyinyir Andrea dan malah memilih beranjak pergi dari kelas. Mungkin ke UKS untuk mengobati luka di pipinya, atau entah ke mana, tak ada yang peduli, karena perhatian siswa di kelas itu masih tercurah ke Kenzo.

Bagaimana pun, lebih mudah berkomunikasi dengan Kenzo dibandingkan dengan Dante. Dante terlalu dingin dan abai ke siapapun.

Lagi pula, siapa yang akan menolak barang baru?

Kenzo hanya memberikan lirikan samar saja sewaktu Dante pergi. Lalu menyeringai diam-diam.

"Huh? Tumben tuh bule kampret kagak nyolot." Si tomboi menanggapi diamnya Dante yang sudah keluar kelas. "Udah ngerti yang namanya tau diri mungkin tuh bule. Bagus, deh! Biar kagak songong melulu!"

"Ndre, udah lah. Jangan mancing emosi orang melulu, ahh. Ke kantin aja, yuk. Kita nyoto?" ajak Shelly berusaha mengalihkan pembicaraan agar Andrea tidak terus terusik akan Dante. Sebagai sahabat, dia tak mau Andrea terus saja emosi.

"Ahaha! Hayuk kita kemon!" Andrea menerima penuh semangat. "Bebeb emang bini hebat, tau aja kalo aku butuh soto!" Ia tertawa sumringah sembari membayangkan lezatnya soto di kantin yang tidak kalah dengan ala restoran. Hanya soto ayam, namun rasanya sungguh membuat siapapun ketagihan.

Kedua gadis itu berdiri diiringi tatapan diam-diam dari arah Kenzo. Well.. well.. siapa sebenarnya si Kenzo ini? Kenapa dia membuat kesal Dante? Kenapa sepertinya mereka bermusuhan sedari awal? Apa dia saingan Dante? Apakah mereka saling kenal? Apakah ia tak takut pada Dante yang kuat?

Yang terpenting dari itu semua, kenapa sewaktu Dante menyerang Andrea melalui luka itu tadi, Kenzo seolah membalaskan dengan membuat pipi Dante terluka? Benarkah Kenzo melakukan itu untuk Andrea? Atau hanya karena ingin membuat kesal Dante saja?

Apakah dia berbahaya pula bagi Andrea? Atau justru menjadi penolong Andrea? Yang mana?


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.