Devil's Fruit (21+)

The Day



The Day

Fruit 41: The Day     

Tak terasa, dua hari terlampaui. Andrea masih saja canggung dan kesal dengan kamarnya yang berubah menjadi markas dadakan makhluk astral level tinggi. Meski begitu, dia tak punya daya untuk mengusir mereka karena Kenzo terus membujuk Andrea, dibantu Shelly juga.     

Bahkan Shelly rela menginap beberapa hari ini di rumah Andrea agar si tomboy bisa lebih tenang menjalani takdirnya yang sebentar lagi tiba.     

Dan pagi ini, di hari ulang tahun ke-17 Andrea... suasana masih sunyi sepi di rumah Andrea meski lingkungan sekitarnya sudah mulai ramai akan aktifitas para penduduk kompleks.     

Atas kemurahan hati Andrea, dia mengijinkan para Pangeran dan Kenzo untuk tidur di balkon. Dan hanya Soth serta Shelly yang boleh masuk ke kamar Andrea. Dia baik, kan? Toh menurut Andrea, Iblis tidak butuh tidur, tidak merasa dingin atau panas dalam temperatur dunia manusia. Berarti tidak akan ada masalah bila menempatkan mereka di balkon.     

"Errnghh..." Andrea menggeliat manja pagi ini. Ia berguling seenaknya seperti biasa bila tidur, meski ada Shelly di sebelahnya. Tapi kenapa terasa ada yang mengganjal? Apakah dia menindih Shelly? Dia pun terpaksa membuka mata, ingin tau apa yang terasa ganjal di dadanya.     

"Hummhh?" Andrea menatap ke dadanya, penasaran.     

Sedetik...     

Dua detik...     

Tiga det-     

"HUWAAAHH!!!!!" jeritnya memenuhi kamar mungilnya, membuat Shelly yang di sebelahnya pun terpaksa bangun karena terkejut.     

"Ndre? Ke-" Shelly menatap kelu ke sahabatnya yang ada di sebelahnya persis. "A-Andrea?! Kamu ini Andrea atau bukan?" Shelly melongo meski sambil bicara-menanya.     

"Aku! Aku..." Yang ditanya pun tergagap.     

CEKLEKK!     

"Sayang! Kamu nggak apa-apa?!" Oma dan Opa berbarengan muncul masuk ke kamar. Tapi Andrea tak bisa menjawab karena jawabannya sudah terpampang di depan mata kedua Kakek Neneknya. Oma sampai menutup mulutnya.     

"Andrea... kenapa kamu jadi..." Opa sampai tak tau bagaimana melengkapi kalimatnya. Beliau sibuk geleng-geleng pelan dengan mulut belum juga berhasil terkatup.     

Andrea panik. Secara spontan dia meraba keningnya, siapa tau ada sepasang tanduk di sana.     

Tak ada! Fyuuhh!     

Lalu tangannya beralih ke pantat, memeriksa adakah ekor berwarna merah di sana.     

Tak ada juga.     

Ia lega.     

Lalu... kenapa Oma dan Opa...     

Andrea lekas turun dari tempat tidurnya dan berlari panik ke depan cermin setengah badan yang ada di lemari pakaiannya.     

Matanya melotot dengan mulut terbuka lebar.     

Wajahnya sangat berubah! Sangat cantik. Mata dengan bulu mata lentik, hidung lebih mencuat indah, bibir sempurna dan ranum berwarna merah muda alami. Kulitnya juga lebih putih mulus bercahaya. Mata yang tadinya bermanik biru, kini mulai berwarna kecoklatan semu merah tua. Itu belum seberapa.     

Tubuhnya... tubuhnya bagai dirombak di atas meja operasi bedah plastik! Dadanya membusung padat sangat provokatif, pinggulnya mulai berlekuk seksi dengan pantat yang tidak lagi kempis menyedihkan. Semua lekuk tubuhnya mewakili keindahan tubuh wanita paling diidamkan siapapun!     

Masih ada!     

Rambut cepak ala Park Shin Hye di drama Korea You're So Beautiful, tiba-tiba sudah mencapai punggungnya. Rambut itu hitam kecoklatan dan terasa sangat lembut dan halus.     

Ini...     

Oma maju dan tersadar terlebih dahulu. "Apapun wujudmu... kau tetaplah Andrea kesayangan kami." Beliau pun memeluk cucu tercinta. Cucu yang dia lindungi penuh perjuangan. "Selamat ulang tahun, sayangku..."     

Opa menyusul, mendekat seraya peluk Andrea dan Oma sekaligus. "Kau tetap cucu terbaik kami, sayang..."     

Andrea menangis. Sementara Shelly masih terdiam mematung, dan para Iblis di kamar itu ikut terdiam. Mereka sudah menyaksikan metamorfosa Tuan Putri Mahkota mereka sedari tengah malam tadi bersamaan dengan genapnya Andrea berumur 17 tahun.     

Sedangkan bagi Andrea, ini bagai kejutan yang tak ada enak-enaknya. Dia sungguh tak sudi punya penampilan demikian. Kalian tau, rambut memanjang sepunggung, dada membengkak besar, pinggul pun menyertai pula, beserta bongkahan pantat ikut menonjol.     

Apa-apaan itu?!     

Oma dan Opa pun lepaskan pelukan mereka dan saling memberi senyum ke Andrea yang masih terisak. Mereka pikir cucunya menangis karena terharu dengan bertambahnya umur, dan juga berubahnya penampilan yang kian mempesona. Tidak, Oma-Opa... Andrea justru merutuki perubahan itu makanya menangis.     

"Oma mau ambil sesuatu dulu di bawah, yah! Tunggu sebentar. Yuk, Opa..." Beliau melirik suaminya yang patuh mengikuti keluar kamar. Kedua renta itu sudah tak bisa kaget akan kejutan apapun mengenai Cucu mereka. Sedari Andrea kecil, sudah banyak kejutan-kejutan yang sudah terjadi, maka hal begini adalah kecil.     

Sepeninggal Oma dan Opa, Andrea mendapat pelukan Shelly karena masih terisak. "Ndre, udah dong... jangan nangis lagi, yah..." bujuk Shelly. "Aku jadi ikutan nangis, nih saking bahagianya."     

Andrea sampai heran. "Bahagia? Kamu bahagia aku jadi kayak gini, beb?" Dilonggarkannya pelukan agar bisa tatap wajah sang sahabat terkasih.     

Shelly mengangguk sembari tersenyum tulus. "Sama seperti Oma dan Opa bilang, aku bahagia dan tak masalah apapun wujudmu." Diusapnya air bening dari pelupuk mata Andrea. "Selamat ulang tahun, cantik..."     

Andrea melongo. Lalu ia menoleh ke Kenzo yang terdiam semenjak tadi. "Lo! Lo kenapa gak bilang kalo gue bakalan jadi kayak gini, heh?!" ketusnya seraya berikan tatapan tajam ke Kenzo.     

"Bukankah hamba sudah pernah berucap kalau Tuan Putri akan berubah penampilan?" Kenzo mengingatkan mengenai ucapannya sebelum ini, jauh beberapa hari lalu. Ia berlutut hormat di hadapan Andrea seraya tundukkan kepalanya.     

"Gue pikir kan gue bakalan ada tanduk di kepala, ato misal aja punya taring kayak Vampir, ato kuku cakar yang bisa ngerobek elo semua..."     

"Ndrea..." Shelly sentuh lembut lengan sahabatnya, kemudian menggeleng waktu Andrea menoleh ke arahnya, seolah tidak menyarankan sang sahabat berucap demikian.     

"Tapi, beb..."     

"Selamat menjadi Cambion yang sempurna luar dalam, Tuan Putri..." Pangeran Djanh segera maju dan berlutut di depan Andrea, diikuti para Soth, juga kedua Pangeran lainnya. Meski mereka berbeda Klan, namun Andrea sudah dicalonkan untuk menjadi Puteri Mahkota bagi salah satu kerajaan Incubus.     

"Sempurna apaan?!" Andrea meradang. Dia TIDAK MENYUKAI perubahan fisiknya ini. "Ini semua bullshit gila!" ucapnya gahar seraya kibaskan tangannya.     

Wuusshh!     

Dhuakk!     

Kenzo yang berlutut paling depan langsung terbang melayang dan menghempas tembok hingga membekas cekungan di area tersebut. Semua kaget, termasuk Andrea.     

"Wow, Tuan Putri... hati-hati menggunakan tenaga Cambion sempurnamu..." Pangeran Djanh mengerling ke Andrea yang masih melongo sembari tatap tangannya sendiri.     

"Apaan tadi? Kok gue bisa-"     

"Itu tenaga murni Anda, Putri..." Pangeran Zaghar bersedia memberikan jawaban atas rasa penasaran Andrea. "Bisa melemparkan objek apapun bila Putri menghendakinya."     

Kenzo sudah ditolong Soth 3.     

"Untung saja anda tidak kuat-kuat menggunakannya atau Panglima Anda akan muntah darah hitam dan itu bisa buruk untuknya." Kali ini disambung Pangeran Abvru.     

"Gitu rupanya..." Andrea manggut-manggut. "Berarti gue kuat, dong sekarang? Gak perlu takut lagi ama si setan Dante, ya kan?"     

"Dante?" Pangeran Djanh memiringkan kepala seputih kapasnya. "Setan?" Mungkin dia penasaran. Maklum, sesama setan siapa tau saling kenal.     

"Dante adalah Nephilim yang hamba pernah ceritakan yang bernafsu membunuh Tuan Putri," sahut Kenzo menjawab Pangeran Djanh.     

"Haa... kaum Nephilim..." Pangeran Djanh mendongak dengan gaya angkuh. "Rupanya belum musnah juga jenis mereka di dunia ini..." Ia menyeringai psikopat. "Aku jadi haus darah Nephilim." Seringaiannya cukup membuat Andrea bergidik. Sepertinya dibalik sikap ramah Djanh, tersembunyi kebengisan.     

Jangan lupakan kenyataan bahwa dia adalah Iblis.     

Ceklek!     

"Sayaaang..." Terdengar suara Oma yang masuk kamar kembali beserta Opa. Keduanya masuk membawa sebuah tumpeng nasi kuning berukuran kecil dengan lauk sederhana di sekitarnya. "Ini untuk merayakan usia 17 tahunmu..." Oma mendekati Andrea dengan tumpeng yang ada di tangannya.     

Andrea melenguh. "Aahh... Oma... kenapa kalian jadi repot begini untuk aku?"     

"Hiss, repot sedikit untuk Cucu tersayang itu tak apa. Toh tahun kemarin kami tak bisa beri begini. Dan ini... meski bukan kue tart yang mahal... semoga kau menyukainya, sayang..."     

Andrea kembali merasakan matanya panas, hidungnya juga. Ia maju memeluk Oma dan Opa lagi, kembali terisak. Kali ini haru, bukan emosi. "Kenapa kalian selalu saja lakukan hal-hal hebat untukku? Padahal aku ini-"     

"Ssshh..." Oma tempelkan telunjuknya ke bibir merah indah milik Andrea. "Kau satu-satunya permata berharga yang kami miliki selama ini. Kami tak pernah lelah untuk memberikan yang terbaik bagi permata kami. Mengerti?"     

Andrea mengangguk dan kembali tenggelamkan wajahnya ke pelukan Oma dan Opa.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.