Devil's Fruit (21+)

Sama-Sama Makhluk Purba



Sama-Sama Makhluk Purba

0

Fruit 93: Sama-Sama Makhluk Purba

0

=[[ Dante POV ]]=

Aku langsung menoleh demi mendengar namaku dipanggil dengan nada semer—seperti itu. "Hm."

Tak menunggu menit selanjutnya, aku bisa melihat dia mengayunkan sesuatu di tangan seputih gioknya. Mata kupicingkan berusaha fokus tentang benda yang ia kibarkan ke arahku.

Baju?

"Suka, nggak?" Dia pun melangkahkan kaki rampingnya ke arahku.

Maka, aku semakin yakin benda yang tadi dia lambaikan padaku memang sepotong pakaian. Apakah dia masih ingin pamer lagi padaku bahwa dia bisa memiliki banyak pakaian dari kulit bulu binatang buruan kami?

Aku akui pakaian purba yang dia buat memang menaw—bagus. Apalagi terlihat sangat cocok di tubuh sek—dia. Oh, kumohon duhai otak, berpikirlah yang jernih-jernih saja!

"Kali ini koleksi baju purbamu yang keberapa itu?" Wajah kutampilkan datar saja. Tidak, aku tidak cemburu atau pun iri karena dia punya banyak pakaian. Aku hanya senang mengucapkan kalimat yang bisa menyindir dia. Itu saja.

"Ini koleksi dari Butik Amazing Andrea yang ketiga! Cobain, gih!" Dia menyodorkan beberapa helai pakaian ke arahku.

Aku mengernyit sejenak. Apakah dia gila jika memintaku untuk mencoba pakaian dia? Apa dia tak melihat jelas genderku apa? Bagaimana mungkin dia menyuruhku untuk memakai baju per—oh, itu ternyata baju untuk lelaki.

Aku renggut pakaian itu dari tangan Andrea. Kenapa? Kasar? Memangnya aku pernah memproklamirkan diri sebagai lelaki lemah lembut? Cih! Aku kasar dan keras karena tempaan hidupku semenjak kecil.

Dengan mata tajamku, aku teliti baju itu. Sebuah atasan berpotongan biasa, celana model boxer, ah ini pasti kaus kaki dan sarung lengan. Lalu ini? Keningku mengernyit, mencoba menyangkal apa yang berkelebat di otakku.

"Itu celana dalam kamu, Dante."

Fvck! Bisakah dia tak perlu menyebutkan hal itu secara gamblang? Apa dia tidak malu sebagai perempuan menyebut celana dalam lelaki dengan nada seenteng itu?!

Oh, tidak! Kuharap aku tidak merona malu gara-gara ini. Iblis kecil sialan!

"Tak usah kau sebutkan juga aku tau apa ini!" Aku mendengus tak senang sambil memperhatikan sepotong celana dalam segitiga dari kulit serigala hitam. Bentuknya sederhana dengan disisipi akar tanaman di bagian atasnya menggantikan karet kolor.

Satu desahan mencuat dari mulutku.

"Kenapa?" Raut dia terlihat sedih mendengar desahanku. "Tidak suka, yah?" Sial! Kenapa dia harus tunjukkan warna wajah seperti itu?!

"Bukan itu," jawabku cepat sebelum nantinya dia akan merajuk dan mungkin saja akan menangis seperti kebanyakan perempuan manja yang kutau.

"Lalu apa?" Ia mengejar ingin tau.

"Hanya... tak menyangka saja... aku kini harus tampil seperti manusia purba, mirip denganmu."

"Hihihi..." Dia malah terkikik sebagai ganti dari menangis manja. Gigi putih dan berbentuk agak seperti gigi kelinci di depan dapat kulihat jelas. Itu man—lumayan bagus.

"Huff..."

"Jangan banyak mengeluh, Dante. Cepat sana pakai! Aku ingin lihat." Ia mendorong tubuhku untuk mencari semak tinggi atau tempat tersembunyi lainnya sebagai sarana berganti pakaian. "Cepat ganti baju! Atau aku bantu menggantikan?" Kilatan nakal muncul di mata dia.

Dasar Iblis kecil! Apa dia sedang memprovokasi aku?

Aku justru berdiri penuh aura arogansi menatap dia sambil lipat kedua lenganku di depan dada. "Ya, kau membantu menggantikan bajuku, itu sepertinya bukan ide buruk!"

Bisa kulihat dia mematung dan melongo bingung. Rasakan! Kau pikir bisa mudah memprovokasi aku tanpa kuladeni begitu saja, heh?!

"D-Dante apaan, sih?!" Haha, pipinya langsung muncul semburat merah muda tipis selagi dia palingkan pandangan.

"Sebagai kaum bangsawan, aku sudah terbiasa dilayani, bahkan ketika mengganti pakaian. Kau adalah pelayanku, maka tidak berlebihan jika kau harus membantuku memakaikan pakaian." Sekarang, siapa yang akan bertahan, heh?

Andrea menginjak tanah keras-keras sambil berwajah cemberut, lalu berseru sebelum balikkan tubuh dan meninggalkanku, "Jangan manja! Pakai saja sendiri! Kalau tidak mau, ya sudah! Huh!"

Dia melenggang pergi dengan menghentak-hentakkan kakinya secara jelas di tanah. Aku tersenyum geli. Aku jelas memenangkan ini. Lain kali, jangan mencoba bersaing dominasi denganku, Iblis kecil!

=[[ Author POV ]]=

Tak berselang lama, Dante pun keluar dan menemui Andrea dengan penampilan baru. Satu set pakaian dari kulit binatang buas itu sudah melekat semua di tubuh Dante.

Ketika Andrea melihatnya, matanya berbinar cerah menunjukkan raut senang di wajah ayunya. "Cakep!" puji Nona Cambion tanpa ragu-ragu. "Ternyata cocok di kamu, Dan." Ia ulaskan senyum hangat ke Dante yang menegang di tempat.

Dante menahan diri dan hasratnya atas senyum dan keceriaan manis yang diperlihatkan Andrea. Bahkan dia berusaha mengabaikan pujian 'cakep' yang dilontarkan Andrea. Siapa tau itu hanyalah pujian untuk baju yang dia buat sendiri, dan bukannya sedang memuji pria Nephilim tersebut.

"Tapi bagian boxer..." Ia melirik ke bawah berbarengan dengan Andrea. Boxer warna hitam kelam itu tampak ketat membungkus paha atasnya yang kekar.

Andrea tersenyum kecut, lalu berkata, "Tak apa. Justru bagus kok kalau ketat begitu. Daripada longgar, ntar dedekmu masuk angin!" Sesudah mengatakan itu, si gadis Cambion segera berlalu menyembunyikan wajah meronanya agar tidak dilihat Dante.

Dante terpana dengan kalimat Andrea yang baginya terlalu vulgar. Ia cuma bisa memijit keningnya, mencoba terus berpikir waras menghadapi godaan dari Iblis kecil satu itu.

Kini mereka berdua sudah sama-sama mengenakan pakaian dari kulit binatang. Benar-benar tampak seperti manusia purba jaman Flinstones. Hanya butuh gada saja untuk melengkapi penampilan mereka agar selaras disebut manusia purba.

Andrea tampil menawan dengan satu set baju kulit berwarna biru, dan Dante terlihat gagah mengenakan satu set baju kulit serigala warna hitam legam.

Malam usai mereka bersantap, keduanya pun naik ke dahan biasa. Andrea sudah paham bahwa Dante pasti akan memaksa tidur bersamanya lagi, maka dia sudah malas untuk menghardik. Toh, takkan membuat pria Nephilim itu sudi pergi.

Andrea keluarkan dua bantal berwarna coklat dari Cincin Ruangnya. Ternyata itu bantal dari kulit serigala yang dia buat beberapa waktu lalu. Kantong bulu itu diisi dengan berhelai-helai kulit bulu serigala lainnya.

Bukan hal yang boros karena mereka sudah membunuh banyak sekali serigala hari itu. Makanya mereka memiliki persediaan kulit bulu yang amat melimpah.

Bahkan, alas tidur pun kini memakai kulit bulu serigala yang sudah dijahit menyerupai bed-cover. Rupanya Andrea cukup terampil juga membuat benda-benda seperti itu. Bed-cover spesial itu terasa empuk dan hangat.

Setelah kedua tubuh itu sama-sama berbaring, Andrea membentangkan selimut yang menutupi tubuh keduanya. Dia bersiap tidur.

"Rupanya kau tidak buruk juga sebagai perempuan," celetuk Dante saat ia memeluk Andrea dari belakang. Jika mereka sama-sama rebah telentang, cekungan itu takkan muat karena sempitnya. Makanya satu-satunya jalan adalah berbaring miring seperti sarden di kaleng.

"Memangnya aku pernah buruk sebagai perempuan?" Andrea justru bertanya balik.

"Entah," jawab Dante asal-asalan. "Setidaknya kau tidak buruk untuk menjadi istri.

Andrea termangu. Sesuatu hal yang langka untuk Tuan Nephilim sudi mengeluarkan pujian. "Oh, tentu saja nantinya suamiku akan sangat beruntung mendapatkan aku." Ia tidak berusaha menoleh ke Dante, tetap pada posisinya membelakangi Dante.

Dante pejamkan mata dan tersenyum. Ia eratkan pelukannya ke pinggang Andrea.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.