Devil's Fruit (21+)

Berburu Raja Serigala



Berburu Raja Serigala

0

Fruit 89: Berburu Raja Serigala

0

Dante membulatkan mata tajamnya, terkejut. "Berburu Raja Serigala?!"

Andrea mengangguk. Senyum simpulnya melebar.

"Apa kau sudah gila?!" seru Dante tak habis pikir.

Andrea menggeleng, masih dengan senyum simpul lebar.

"Kenapa dia yang kau buru?"

"Aku ingin duri di punggung Raja Serigala." Andrea naik-turunkan alis.

Dante makin heran. "Apa kau tak ingat betapa kuatnya dia?" Ya, Raja Serigala itu memang kuat, dan juga penuh intrik. Bahkan bisa meloncat tinggi hingga puluhan meter. Ia hampir mati konyol malam itu jika tidak diselamatkan Andrea.

"Tapi aku pikir dia tidak sekuat beruang yang kita bunuh itu," kilah Andrea sambil bertingkah bagai sedang berpikir.

"Beda." Dante menyanggah. "Keduanya beda level. Beruang itu self-defense dia hebat. Sedangkan Raja Serigala... aku yakin kekuatan serangan dia tinggi. Jangan lupa kalau dia bisa meloncat hingga puluhan meter tingginya, bocah!"

"Iya, aku tau, kok! Makanya aku yakin kita bisa membunuh dia." Andrea tersenyum manis, membuat hati Dante tak karuan.

"Hah! Aku tak paham alur pikiranmu!" Dante seperti tak berhasil membungkus kepalanya mendengar keinginan Andrea. Ini terlalu berbahaya. "Apa kau sudah mengantisipasi adanya puluhan kawanan serigala yang menyertai dia?"

"Sudah. Dan aku tetap yakin bisa mendapatkan duri dan kulit bagus dia." Andrea terlihat penuh percaya diri. "Ayolah... optimis sedikit, Dante. Bukankah kita berhasil membunuh beruang yang sangat kuat dan menakutkan itu? Maka, kali ini pasti kita juga bisa melakukan hal sama pada Raja Serigala."

"Memangnya kau benar-benar yakin berhasil?"

"Yakin! Apalagi aku sudah berhasil mengendalikan apiku. Ini tentunya bisa dianggap tambahan faktor menuju kesuksesan kita, ya kan?" Mata cemerlang Andrea berkedip-kedip penuh harap. Ada sedikit mengiba dan rayuan di sana.

Dante menyerah. "Hagh! Ya sudah! Persiapkan dirimu!"

"Makan malam dulu, yuk!" ajak Andrea sambil keluarkan daging dari Cincin Ruang.

"Manusia bisa mati kalau tidak makan setiap hari, yah?" Dante mencibir, namun pandangannya mendadak menghitam. Itu artinya pedang kebanggaan dia akan digunakan lagi sebagai alat pemanggang. PEDANG ITU BARU SAJA DIA BERSIHKAN!

Andrea mengangguk sambil tersenyum, "Hu-um. Iya kami bakal mati kalau tak makan setiap hari. Kalau aku mati, maka... Tuan Dante juga akan mati, dong..." Dia segera tunjukkan raut sedih meski itu hanya sandiwara dan Tuan Nephilim sangat tau itu.

Dante mendengus, dan makin mendengus ketika tatapan Andrea jatuh pada Pedang Rogard di tangannya, penuh harap.

Sangat terpaksa Dante mulai sodorkan pedangnya seperti biasa. Namun kali ini, Andrea tidak hanya memanggang daging dari arah bawah bilah pedang saja. Dia sekarang juga semburkan api dari atas daging. Biar cepat matang, katanya.

Pria Nephilim malas mendebat dan membiarkan Andrea melakukan sesuai kemauannya saja. Ia cukup diam, memegangi pedang secara horisontal, dan satu tangannya menumpu dagu karena bosan.

Tak sampai setengah jam, mereka sudah memulai makan malam. Andrea makan kenyang dengan alasan agar dia punya banyak tenaga nantinya.

"Selera makanmu seperti babi saja." Dante tak tahan untuk keluarkan ejekan ketika melihat Andrea duduk pasrah sembari elus-elus perut kenyangnya.

"Iya, babi cantik menawan yang bolak-balik kamu ciumi." Andrea tanpa beban membawa kalimat tersebut.

Dante tertohok. Apakah itu artinya dia bernapsu mencium babi? Sekali lagi dia mendengus tanpa menjawab.

Setelah semua beres, keduanya bangkit dan Dante membawa terbang Andrea dikarenakan kemampuan terbang gadis itu belum kembali.

Keduanya terus mencari jejak para serigala dari udara. Andrea memusatkan pikirannya, dan tiba-tiba dia menunjuk sebuah arah. "Di sana."

Dante kerutkan kening. "Kau yakin?" Ia menatap arah hutan yang ditunjuk Andrea, dan sepertinya itu tempat kosong, tak ada penghuni.

"Hu-um," sahut Andrea seraya mengangguk tegas. "Aku yakin. Mereka ada di sana, di sebuah gua besar."

"Kenapa kau bisa tau hingga soal gua? Kulihat tidak ada gua di bawah sana," sanggah Dante belum yakin sepenuhnya akan ucapan Andrea.

"Aku tau dari getaran aura mereka," timpal Andrea, mengungkapkan apa adanya.

Dante putar matanya. "Aura?"

"Dante, please believe me, okey?"

Dante pun membawa mereka turun ke sebuah bukit. Ternyata yang dikatakan Andrea benar. Di bukit tersebut ada gua yang letaknya sangat tersembunyi dan bisa dibilang besar. Pasti akan muat jika untuk menampung seluruh koloni serigala yang bisa saja berjumlah ratusan.

Begitu kaki mereka menginjak ke tanah, para serigala segera keluar menyambut mereka dengan taring yang dipamerkan beserta geraman bermuatan napsu membunuh.

Langsung saja gerombolan serigala menerjang ke Dante dan Andrea. Mereka menyerang bergantian sambil menunggu kelengahan dua orang itu.

Dante ayunkan pedangnya sambil satu tangan terus memunculkan Vreth. Sedangkan Andrea berhasil membantai banyak serigala dengan serangan bola merah dahsyat yang ia kendalikan dengan tenaga telekinesis.

Mereka berdua saling menjaga punggung masing-masing. Dengan cara itu, susah bagi gerombolan serigala untuk mencari celah buta dari keduanya.

Setelah setengah jam lebih membantai puluhan serigala, akhirnya muncullah sang Raja Serigala dari dalam gua. Dia tampak besar, angkuh, dan penuh wibawa, bagai raja di bumi. Sang Raja bersikap demikian karena ia yakin akan kekuatan yang dia miliki.

Raja Serigala bersiap menyerang Dante dan Andrea. Para anak buahnya memberikan jalan dan arena untuk raja itu. Tubuh sang Raja memunculkan pendar biru muda yang terang seolah dia adalah perwakilan rembulan yang memberikan cahaya malam paling berkilau.

Tubuh Raja Serigala bergetar, bulu-bulu biru es-nya mulai berdiri dan duri-duri besar di punggungnya kian tampak mengerikan dan berkilat penuh hawa tirani. Tubuh sang Raja sebesar singa dewasa di dunia manusia. Bahkan geramannya pun lebih menggetarkan jiwa lawan yang mendengarkan.

Namun, Andrea tidak goyah. Dia HARUS mendapatkan kulit Raja Serigala! Terutama duri-duri itu.

"Groaaghh!" Raja Serigala melompat tinggi sambil menyiapkan cakar dan taringnya. Ia maju ke depan Andrea yang dianggap lemah.

Andrea segera saja merilis bola api merahnya dan lemparkan ke Raja Serigala sambil ia kendalikan menggunakan tenaga telekinesis. Raja Serigala tidak bodoh, dia menghindari bola merah itu, berkelit sambil melompat dan gerakannya menjadi lebih gesit.

Nona Cambion tidak menyangka gerakan tangkas Raja Serigala. Namun, ia tak bisa berlama-lama mengagumi karena ia harus lekas gerakkan bola merah tadi untuk mengejar Raja Serigala, sedangkan tangan satunya dia gunakan untuk menggerakkan tubuh Raja Serigala dengan kekuatan telekinesisnya.

Tubuh Raja Serigala berhasil dia kendalikan namun hanya sangat sedikit saja dan hampir menyentuh bola apinya jika Raja Serigala tidak cepat tanggap menguasai diri dan bergeser. Ia kemudian berdiri diam seolah-olah sedang menganalisa Andrea. Mata tajam penuh hawa kekejaman terus disorotkan ke Andrea.

Dante dan lainnya yang dari tadi diam menunggu, turut menahan diri, takjub akan pertempuran singkat Andrea dan Raja Serigala.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.