Devil's Fruit (21+)

Bekerja Sama untuk Kelapa Muda



Bekerja Sama untuk Kelapa Muda

0

Fruit 73: Bekerja Sama untuk Kelapa Muda

0

Mereka berdua mulai berinteraksi dengan lebih baik. Itu karena tidak memungkinkan bagi keduanya untuk saling bermusuhan di alam dimensi ini. Bahkan mereka tidak diijinkan saling menjauh, dan harus saling menolong.

Menjelang sore, Andrea menatap langit yang tampak seperti di dunia manusia. "Sepertinya di sini juga ada siang dan malam sama seperti di dunia normal."

Dante mendengar. Dia sedang mengumpulkan beberapa dedaunan dari pohon yang berserakan. Sepertinya itu akan dijadikan sebagai alas tempat tidur untuk mereka nanti malam.

Andrea menoleh ke Dante yang sedang mengerjakan alas tidur mereka. Ia tersenyum dan mendekati Dante. "Sini aku yang bersihkan daun-daunnya, kamu mendingan ambil yang seperti buah kelapa di atas sana. Bisa, kan?"

Telunjuk Andrea mengarah ke sebuah pohon tak jauh dari mereka. Di atas pohon itu tergantung beberapa buah berwarna hijau yang memang mirip kelapa di dunia manusia.

Dante terdiam namun ia tetap menyanggupi. Kalimat Andrea tadi bermuatan tantangan. Apabila Dante gagal mengambil buah itu, bukankah hal itu akan melukai harga dirinya? Maka dia pun bersiap-siap di bawah pohon untuk bersiap mengambil buah seperti permintaan Andrea.

Sementara itu, Andrea sedang membersihkan daun-daun kering tersebut agar bisa mereka gunakan sebagai alas tidur yang nyaman dan tidak membuat gatal. Untungnya di dalam Cincin Ruang dia ada tiga selimut. Ia bisa gunakan itu sebagai seprei dan juga selimut.

"Dua selimut untukku, dan satu saja untuk Dante, hihi!" Andrea terkikik sendiri sambil membersihkan daun.

Di pihak lain, Dante meloncat terbang ke atas dan ketika sudah mendekati ke buah berwarna hijau tersebut, ia lemparkan Khlorx yang ia ubah wujudnya menjadi pisau sehingga dengan mudah menebas lepas buah dari tangkainya.

Duggk!

Sebutir buah hijau pun terjatuh menghantam pasir di bawah. Andrea menoleh dan tersenyum.

"Dante... sekalian dikupaskan, yah. Pasti bisa, ya kan?" Andrea sudah selesai membersihkan dedaunan kering dan mulai menatanya di atas pasir yang tidak dinaungi pohon. Ia toh tak mau jika sedang asyik tidur, tiba-tiba kejatuhan buah. 

Tuan Nephilim sudah melayang turun ke bawah, lalu hampiri buah hijau itu. Ia munculkan pedang besarnya.

Buumm!

Andrea sampai melompat kaget mendengar bunyi keras tersebut. "Aiyaa~ Tuan Muda... kenapa memakai pedang sebesar itu untuk mengupas buah?"

"Memangnya aku tukang buah, heh?" Dante berkilah dengan pandangan sebal. Sudah bagus dia mau menuruti kemauan Andrea sejak tadi.

"Ah ya, aku lupa kamu ini Tuan Muda Celana Sutera." Andrea berkata asal saja.

"Apa katamu?" Dante kerutkan dahi seperti biasanya jika dia kesal.

"Lupakan! Lupakan! Itu hanya ungkapan dari novel yang sedang kubaca." Andrea tidak mau berdebat lebih jauh. Ia langsung hampiri buah yang sudah tak berbentuk. Ia tatap buah itu dan sentuh serpihan buah yang tersisa. Lalu dia sesap jari bekas menyentuh tadi. "Umh! Ini benar-benar kelapa! Hahah! Djanh nakal itu ternyata cukup baik juga menciptakan kelapa di sini!"

Nona Cambion berteriak gembira setelah sebelumnya merutuki Dante. Tapi tak lama, dia menoleh ke Dante. "Tuan Muda... bisakah kau ambil lagi buah itu beberapa? Tiga atau empat lagi kukira pas."

"Tak perlu memanggilku begitu! Aku tau kau sedang meledekku," sungut Dante karena melihat senyum palsu Andrea.

Gadis itu meringis, tidak menyembunyikan niat meledek seperti yang berhasil diduga Dante. "Lalu enaknya panggil apa, dong? Sayank? Pfftt!"

"Hentikan kelakuan konyol ala Succubusmu itu!" Dante tambah kesal, balik badan dan kembali ke pohon yang tadi, bersiap mengambil buah di sana.

Andrea mendengus geli menatap kepergian Dante. "Dia tidak buruk juga." Ia gelengkan kepala sekali. "Aiyaa~ apa yang aku pikirkan?" Ia pun memukul kepalanya sendiri sebelum kembali menata daun-daun kering untuk dijadikan tempat tidur untuk dua orang.

Ketika Dante kembali, pria Nephilim itu sudah membawa empat buah kelapa dan menjatuhkannya di dekat kaki Andrea.

"Hei, kau tidak bermaksud membuat gepeng jari kakiku, kan?" Andrea melotot sewot.

"Humf! Mungkin saja." Dante menjawab dengan enteng.

"Tsk! Dasar Nephilim tak tau sopan."

"Hah?"

"Enggak!" seru Andrea menyudahi debat kusir. "Kesinikan pedangmu tadi." Tangan Andrea menengadah seolah meminta sesuatu. Ya, meminta pedang milik Dante.

"Untuk apa?" Ia menatap sangsi ke Andrea.

Putri Cambion itu memutar bola matanya, jengah. "Aku ini bukan hendak mencuri atau membawa kabur pedangmu, Tuan Muda!"

"Tsk! Memangnya kau bisa?"

"Maka dari itu kemarikan pedangmu! Aku harus memakainya untuk mencongkel dan membuka buah ini!" Andrea jadi gemas sendiri. "Jangan sembarangan curiga padaku! Aku tidak sebusuk yang kau sangka."

Tangan Andrea terulur siap menerima pedang besar milik Dante. Pria Nephilim itu pun mengangsurkan Pedang Rogard miliknya ke tangan Andrea.

"Awawawawaww!" Andrea langsung saja jatuhkan pedang besar tersebut. Kemudian, dia kibask-kibaskan tangannya dan tatap telapak tangan yang baru saja memegang gagang pedang tadi. "Urrffhh~" Ia melihat telapak tangannya memerah.

"Kenapa?" tanya Dante santai tanpa merasa iba sama sekali.

"Kau tak bilang kalau pedangmu bermuatan listrik! Sakit, kau tau?!" gerutu Andrea sembari tiup-tiup tangannya.

"Pftt! Siapa suruh meminta pedangku tadi?"

"Kau!" Andrea rasanya ingin masukkan satu sekop pasir ke mulut Dante. "Hgh! Ya sudah, kemari kau dan pedang angkuhmu!"

Dante melenggang mendekat menghampiri Andrea seraya menenteng pedangnya seolah itu adalah guling ringan. Andrea ribuan kali mengutuk pedang itu yang telah melukai tangannya. Apalagi pedang itu ternyata sangat berat.

"Letakkan satu kakimu menahan buah ini." Andrea kembali berikan perintah yang lagi-lagi tidak bisa ditolak Dante. "Ya, benar seperti itu. Tahan terus begitu buahnya."

Dante memposisikan satu kakinya ke depan menahan buah, sedangkan sisi seberangnya ada kaki Andrea yang juga menahan buah.

"Mana pedang jelekmu?"

"Hei..."

"Iya, iya, pedang bagus, pedang ganteng, tampan mempesona hula hulaaa!"

Dante mendengus dan sodorkan pedangnya ke depan.

"Pegang gagang pedangmu secara terbalik," perintah Andrea.

"Kau benar-benar tukang perintah, ya?"

Andrea memutar bola matanya. "Kau mau makan dan minum malam ini atau tidak, Tuan Muda?"

Dengan decakan kesal, Dante pun menuruti perintah Andrea. 

"Pegang pakai dua tangan, yah!"

"Iya, Nyonya..." sahut Dante asal. Tapi keduanya segera terdiam bersama-sama dengan wajah kikuk. Rasanya... mereka seperti sudah sangat intim seperti suami dan istri saja.

Andrea menggeleng sekali dan enyahkan pikiran aneh di otaknya. "Ayo buruan, ini sudah hampir petang. Sebentar lagi gelap."

Dante juga mulai singkirkan bayangan gila di otaknya. Ia pun genggam pedangnya menghadap ke bawah ke arah buah yang ditahan oleh kaki mereka berdua sesuai arahan Andrea.

Grepp!

Dante hampir terlonjak karena Andrea sudah menggenggam tangannya yang ada di gagang pedang.

Andrea seperti paham kekagetan Dante, dan berkata, "Udah, tak perlu jauh-jauh ge-er. Jika tidak begini, bagaimana aku bisa pegang pedangmu yang sangat tampan tralala ini, humm?"

Akhirnya Dante benar-benar singkirkan asumsi dia tadi. Ia pun membiarkan dua tangan Andrea menggenggam tangannya di gagang pedang. Bersama atas arahan Andrea, mereka menggerakkan agar ujung pedang bisa menggores dan mencongkel sedikit buah itu sehingga tercipta lubang kecil yang bisa dimasuki satu jari.

Andrea terkekeh senang triknya berhasil. Ia pun ambil buah itu untuk memeriksa. Ternyata dugaannya benar. Di dalam sana masih ada air kelapa mudanya. Ia mengambil gelas bekas soda yang sudah kosong dan tuangkan air kelapa muda tadi ke gelas itu.

Setelah mengeluarkan semua air kelapa muda, ia sesap sedikit air tersebut dan mendesah penuh nikmat. "Aahh~ ini segar sekali!" Ia pun sodorkan gelas berisi air kelapa muda ke Dante yang diterima oleh Tuan Nephilim dan meneguk dua kali.

"Ah! Lumayan..." ucap Dante seolah tak mau mengakui bahwa itu benar-benar segar seperti kata Andrea barusan.

Nona Cambion hanya mendecak berpikir bahwa Dante bukan tipe orang yang jujur dengan perasaannya.

"Ayo kita congkel lagi yang lainnya!" Andrea menyiapkan buah lainnya untuk dilubangi seperti yang tadi.

Dante dan Andrea pun berjibaku bekerja sama memegangi pedang dan mengarahkan dengan hati-hati agar tidak merusak buah tersebut.

Ketika keduanya sama-sama merunduk, Dante melirik ke depan, ke Andrea. Jarak wajah mereka lumayan berdekatan. Dia membayangkan bagaimana seandainya ia mencium pipi Andrea secara tiba-tiba? Apakah gadis itu akan marah? Tapi, bila pun marah, toh Andrea takkan bisa melakukan apa-apa padanya karena terikat aturan dimensi ini.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.