Devil's Fruit (21+)

Dipermainkan?



Dipermainkan?

0Fruit 1542: Dipermainkan?     
0

Setelah beberapa hari berkutat menolong manusia, bola kristal Jovano dan Zivena pun penuh sempurna.     

"Saatnya memanggil kak Nafael, ya kan Zi?" Jovano menoleh ke adiknya.     

Zivena mengangguk dan kemudian tim Jovano bersiap saat ketua mereka melakukan pemanggilan terhadap malaikat tinggi Nafael.     

Dalam hatinya, Jovano membatin penuh konsentrasi, 'Kak Nafael, jika Kakak berkehendak, silahkan sudi untuk datang karena kami hendak menyerahkan penyelesaian misi kami.'     

Sebagai pihak yang membutuhkan Nafael karena dia memiliki akses dari 30 persen kristal jiwa Andrea, Jovano tentu saja harus menggunakan kalimat sopan padanya.     

Nafael muncul tak lama kemudian.      

Awan seolah terkuak dan memunculkan sosok besar Nafael yang seperti raksasa. Sayap putihnya berkilauan tertimpa cahaya matahari seakan terbuat dari berlian.     

Bersama Nafael, ada Zakhomel menyertai. Dia meminta ikut dan Nafael tidak keberatan mengenai itu. Mereka sudah tahu kenapa Jovano meminta mereka datang.     

"Kak Nafael." Jovano menyapa dengan ramah sekaligus sopan diiringi senyumnya.      

"Kalian ternyata sudah menyelesaikan semua misi dariku." Nafael tetap menggunakan suara datarnya seakan dia tidak memiliki emosi apapun di dirinya.     

Zakhomel memandang tim Jovano dengan pandangan menghina seakan jijik akan sekelompok muda-mudi di hadapannya.     

Tangan Nafael terulur ke depan, tatapannya datar seakan tidak menampilkan ekspresi apapun, seperti acuh tak acuh.     

Lantas, Jovano dan Zivena mengeluarkan bola kristal yang sudah penuh dengan cairan keemasan indah.      

Kedua bola kristal melayang dan diterima Nafael, lalu dia simpan.      

"Jadi, kami sudah bisa mendapatkan pecahan kristal jiwa ibu kami, kan Kak?" tanya Jovano dengan pandangan mata penuh harap.     

"Ikutlah denganku." Nafael berkata sambil dia mulai menyibak awan dan muncullah sebuah jalan ke langit yang dipenuhi cahaya. "Hanya kau dan adikmu saja, yang lainnya tak bisa ikut tanpa persetujuanku."     

Jovano menoleh ke timnya. "Aku dan Zizi akan ke atas dulu, kalian bisa menunggu kami di sini." Dia mengangguk dan tersenyum.     

"Baiklah, Kak Jo!" Gavin membalas dengan anggukan juga.     

"Kami akan menunggumu di vila, Jo, Zizi. Kalian baik-baiklah di sana." Shona ikut menyahut sambil tersenyum memaklumi. Bagaimanapun, ini adalah urusan suami dan adik iparnya karena berkaitan dengan ibu mereka, maka sudah sepantasnya jika hanya keduanya saja yang diundang malaikat untuk naik ke dunia atas.     

Kemudian, Jovano bergandengan tangan dengan Zivena dan melayang cepat mengikuti kedua malaikat tinggi di depan mereka menyusuri jalur cahaya tadi dan kemudian, awan menutup seolah menelan bayangan 4 sosok tersebut.     

Sesampainya di dunia atas, di depan gerbang Nirwana, Nafael dan Zakhomel melangkah maju dan dibukakan gerbang oleh malaikat penjaga gerbang.     

"Kalian tunggulah di sini." Nafael meninggalkan Jovano dan Zivena di luar gerbang.     

Jovano memandangi gerbang Nirwana. "Tinggi dan besar sekali gerbangnya, ya Zi." Dia takjub menatap apa yang menjulang di depannya.     

"Hm." Zivena menjawab singkat, tidak begitu menaruh peduli pada apa yang disebut gerbang Nirwana. Dia lebih memikirkan apa yang nanti akan dia katakan ketika ibunya bangun. Ucapan awal apa yang dia gunakan untuk menyambut ibunya? Dia terus memikirkan itu dengan penuh antisipasi.     

Ketika Jovano hendak menyentuh gerbang yang berwarna putih gading memancarkan cahaya itu, malaikat penjaga menggeram rendah padanya sembari memberikan tatapan tak ramah, menandakan Jovano tak boleh memegang gerbang tersebut.     

"He he … maaf, Kakak malaikat sekalian. Hanya penasaran." Jovano menggaruk belakang kepalanya sambil meringis canggung.     

Akhirnya, rombongan malaikat tinggi datang, sebanyak 5 orang: Hazriel, Zakhomel, Khadaziel, dan Luthael. Rombongan dipimpin oleh Moshafiel. Tidak ada Nafael.     

Jovano dan Zivena menatap penuh heran karena tidak melihat Nafael. Tapi, mungkin saja kristal jiwa Andrea dititipkan pada salah satu dari mereka. Sebentar lagi mereka akan menerima pecahan terakhir dari kristal jiwa ibu mereka.     

Namun, ketika kelima malaikat tinggi itu tiba di depan Jovano dan Zivena, mereka memandang angkuh pada 'tamu mereka'.     

Moshafiel sebagai pemimpin rombongan kecil itu berkata, "Mau apa kalian makhluk gelap datang ke sini?"     

Jovano dan Zivena heran. Bukankah mereka diundang ke tempat ini meski harus menunggu di luar?     

"Kami dibawa kak Nafael ke sini untuk menerima imbalan kami karena berhasil menyelesaikan misi kebajikan darinya." Jovano berbicara menjawab Moshafiel.     

"Imbalan macam apa yang kalian harapkan?" Moshafiel menatap angkuh ke Jovano. "Kembalilah karena yang namanya kebajikan itu memang harus dilakukan." Dia mengibaskan tangannya mengusir kakak beradik di depannya.     

Zivena tidak bisa menerima begitu saja dan berkata dengan nada kesal, "Hei! Kami sudah dijanjikan akan diberikan sisa pecahan jiwa ibu kami oleh Nafael."     

"Nafael bicara begitu? Dia tidak berkata apa-apa pada kami. Pergilah! Di sini bukan tempat kalian para makhluk rendah!" usir Luthael dengan hardikan keras.     

Mata Zivena melotot tak percaya. Nafael mengkhianati mereka? "Sialan! Hei, kau!" Dia menunjuk ke Zakhomel yang ada di antara rombongan kecil itu. "Kau tadi ikut Nafael menemui kami, tentunya kau tahu apa yang harus diserahkan Nafael pada kami, kan? Berikan! Berikan kristal jiwa ibuku!"     

"Gadis tak punya adab!" bentak Khadaziel, marah pada Zivena. "Berani sekali kau menaikkan suaramu pada kami para malaikat terhormat!"     

"Terhormat apanya? Kalau memang kalian terhormat, maka kalian harus menepati janji kalian!" Zivena masih dikuasai emosi. Bisa-bisanya para malaikat ini mengingkari apa yang telah dijanjikan.     

"Kurang ajar!" Luthael murka dan melotot pada Zivena sehingga matanya mengeluarkan cahaya putih yang mengeluarkan aura dominasi.     

Zivena sudah hendak maju tapi ditahan Jovano. Si kakak mencoba menggunakan bahasa yang lebih sopan, "Tuan Malaikat sekalian, tolonglah kami yang rendah ini. Kristal jiwa ibu kami disandera oleh rekan kalian, Nafael, dan kami harus menyelesaikan misi jika ingin mendapatkan pecahan terakhir jiwa ibu kami. Tentunya kaum malaikat yang tinggi tidak mungkin mengingkari apa yang dijanjikan, bukan?      

Apalagi tadi tuan yang itu ikut bersama Nafael menemui kami, sehingga dia pastinya mengetahui mengenai urusan kami dengan Nafael. Atau, bisakah Anda sekalian membiarkan Nafael datang ke kami untuk menjelaskan ini?" Jovano menunjuk ke Zakhomel secara sopan. Dia menekan amarahnya demi bisa mendapatkan sisa jiwa ibunya.     

Moshafiel menoleh ke Zakhomel dan bertanya, "Benarkah yang dikatakan bocah rendah ini?"     

"Tidak tahu. Aku tak tahu apa-apa mengenai apa yang dijanjikan Nafael. Aku pikir Nafael mungkin hanya sedang iseng mempermainkan mereka saja." Zakhomel mengedikkan kedua bahunya dengan cepat, berlagak acuh tak acuh.     

"Bagaimana bisa begitu? Panggil Nafael ke sini! Biarkan dia yang bicara dan menjelaskan apa maksudnya mempermainkan kami seperti ini!" Zivena sudah tak bisa menahan emosinya yang sudah meluap.     

"Lancang! Dasar gadis lancang! Apakah kau tidak pernah diajarkan orang tuamu mengenai adab sopan santun?" hardik Luthael pada Zivena.     

Jovano diam untuk berusaha tetap tenang. Dia kemudian bicara, "Kami sudah sampai di sini, maka tak mungkin kami tidak mendapatkan apa yang seharusnya menjadi hak kami, kan?"     

Kemudian, tapak tangan kanan Jovano mulai mengeluarkan cahaya. Itu adalah Cahaya Surgawi. Moshafiel dan rombongannya membelalakkan mata mereka melihat apa yang ada di tangan Jovano.     

"Maafkanlah jika aku harus menggunakan cara begini untuk mendapatkan apa yang seharusnya menjadi milik kami." Jovano memandang tajam ke rombongan malaikat tinggi di depannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.