Devil's Fruit (21+)

Kembalinya Sang Pemimpin



Kembalinya Sang Pemimpin

0Fruit 1540: Kembalinya Sang Pemimpin     
0

Melupakan Serafima.     

Itu adalah saran dari King Zardakh pada Jovano. Ini dikarenakan akan sia-sia saja tenaga dan upaya Jovano jika harus terfokus terus pada pencarian Serafima sedangkan wanita nephilim itu sudah diubah menjadi makhluk setengah iblis.     

Sedangkan Jovano sudah membentuk tim untuk sebuah misi penting yang berkaitan dengan ibunya, Andrea. King Zardakh tak ingin cucunya melupakan itu.     

Hal ini sungguh sebuah dilema bagi Jovano. Dia seharian ini muram dan enggan banyak bicara, terlihat murung dan lebih banyak mengurung diri di kamar.     

"Jo." Shona mendatangi suaminya di kamar. Dia juga sedih ketika mengetahui saran dari kakek mertuanya.     

Perlahan, dia duduk di sisi Jovano di tempat tidur. Jovano menoleh ke arahnya sekilas dengan pandangan muram dan kembali tundukkan kepala dengan lesu.     

"Sho, jangan khawatirkan aku." Jovano paham apa yang sekiranya hendak diperbuat Shona hingga mendatanginya begini.     

Shona urung bicara apa yang hendak dia sampaikan dan memeluk Jovano dari samping. "Maafkan aku yang tidak bisa berbuat apa-apa untukmu." Akhirnya, dia ucapkan saja itu karena tak tahu harus mengatakan apa agar meringankan beban hati suaminya.     

Jovano menggenggam lengan Shona yang melingkari dirinya dan menenggelamkan wajahnya di lengan itu.     

***     

Pada kesempatan lain, Zivena masuk ke kamar kakaknya mencoba untuk menghibur sang kakak.     

"Kak Jo, mau ikut mencari mangsa? Kak Jo harus sesekali keluar dan melihat apa yang ada di luar, Kak, jangan di kamar terus, jangan menenggelamkan diri dalam kesedihan begitu." Zivena seperti biasa, berkata lugas sesuai apa yang ada di benaknya.     

"Iya, Zi, tapi maaf, aku belum bisa." Jovano menggeleng lemah. Alam pikiran dia masih berkutat seputar saran sang kakek. Itu masih belum bisa dia terima.     

Bukan maksudnya dia marah pada sang kakek, tapi dia belum bisa menerima apa yang terjadi pada istri pertamanya. Bayangan Serafima yang dulu dan yang sekarang, terus bergantian memenuhi alam pikirannya, mengakibatkan Jovano ingin meraung marah tapi sia-sia saja.     

Terdengar hembusan napas keras dari Zivena. Gadis itu berkata lebih tegas, "Kak Jo! Mau sampai kapan Kakak jadi selemah ini dan tidak peduli pada apapun? Iya, kami juga sedih akan apa yang menimpa kak Sera, tapi sampai kapan Kak Jo ingin terpuruk seperti ini terus? Berhari-hari Kak Jo diam di kamar dan meratapi kak Sera tanpa mau berinteraksi dengan kami.     

"Kak Jo, aku berempati pada Kakak, tapi Kakak tak boleh lupa bahwa kita masih punya banyak tugas lainnya, salah satunya membangunkan mommy. Atau apakah Kak Jo sudah lupa pada itu? Kak Jo sudah tidak berminat lagi pada misi untuk mommy?"     

Ucapan Zivena barusan sungguh menyengat sanubari Jovano. Dia menatap ke adiknya dengan pandangan rumit. "Zizi …."     

"Aku tahu, aku terlihat jahat mengatakan hal seperti itu, tapi mau bagaimana lagi? Harus dengan cara apa agar kami bisa melihat Kak Jo bangkit seperti biasanya lagi? Aku butuh Kak Jo! Kami butuh Kak Jo!" Zivena terlihat putus asa ketika mengatakan apa yang sudah dia tahan berhari-hari ini. Semuanya dia luapkan pada akhirnya pada sang kakak tersayang.     

Jovano terpana menatap adiknya yang sudah mengeluarkan semua unek-uneknya. Segala ucapan yang disampaikan Zivena seperti menampar dirinya.     

"Aku … Zizi … aku benar-benar minta maaf." Jovano kembali tundukkan kepala dengan lesu.     

Zivena mendesah keras dan kemudian keluar kamar untuk bergabung dengan yang lainnya.     

"Masih belum ada kemajuan, yah Zi?" tanya Gavin ketika melihat Zivena keluar dari kamar Jovano.     

Zivena menggeleng. "Belum. Kak Jo sungguh keras kepala dan malah asyik menggalau terus!"      

"Tumben kamu tahu bahasa macam itu, Zi," goda Voindra sambil mencubit lembut pipi Zivena.     

Zivena hanya tersenyum kecut dan duduk lemas di sofa. "Aku menyerah dengan kak Jo yang sudah seperti itu."     

"Sepertinya hal ini pernah terjadi ke kak Jo dulunya, ya kan?" Gavin menatap satu demi satu dari mereka, tapi urung ke Louv karena pastinya selirnya tak paham dengan apa yang dia ucapkan.     

"Ohh! Ketika dia kehilangan Nadin?"     

"Waktu Nadin mati?"     

Voindra dan Shona bersamaan mengucapkan kalimat mereka masing-masing.     

Gavin mengangguk. "Saat itu, kak Jo juga patah hati berat dan murung berhari-hari sampai kami bingung.     

"Aku kurang ingat, saat itu apa yang membuat Jo bisa pulih?" Shona mengerutkan kening sembari memiringkan kepala untuk berpikir.     

"Tak ada. Dia menyembuhkan luka hatinya sendiri." Gavin menjawab. Lalu dia bertemu dengan Sera dan jatuh cinta pada Sera sebagai upaya penyembuhan hati paling manjur.     

"Jadi … menghadirkan hati baru untuk mengobati patah hati, begitu maksudmu?" tanya Zivena pada Gavin dengan pandangan tajam. "Memangnya kak Sho tidak dianggap?"     

Shona menundukkan kepalanya, merasa sebagai istri tak berguna karena tak bisa menghibur suaminya.     

Voindra menangkap makna sikap Shona dan menyenggol lengan Zivena menggunakan ujung siku dia agar Zivena bisa lebih mengerem kalimat lugasnya.     

Mengetahui maksud senggolan siku dari Voindra, Zivena hanya bisa mendesah pasrah. "Maaf, kak Sho, bukan maksud aku mengatakan pada Kakak kalau—ya ampun! Aku sampai bingung harus bagaimana bicara yang benar!" Dia mengacak frustrasi rambutnya karena jengkel sendiri.     

"Sudah, sudah, Zizi, tak perlu merasa begitu. Aku baik-baik saja, kok!" Shona menengadahkan wajahnya untuk memunculkan senyum dia ketika menjawab Zivena.     

"Ehem!" Mendadak saja, muncul Jovano di anak tangga paling atas dan menatap semua anggota timnya yang sedang berbincang di ruang tengah lantai bawah.     

"Kak Jo!" Zivena lekas melesat dan memeluk satu lengan kakaknya, bertingkah manja.     

Usai mengusap sayang kepala adiknya, dia berkata pada timnya, "Maafkan aku yang kurang profesional sebagai pemimpin kalian, yah! Aku sungguh minta maaf sudah bersikap buruk dan tak pantas selama beberapa hari ini." Lalu, mulai menuruni tangga sembari lengannya tetap dipeluk sang adik dengan manja.     

"Tak apa, Jo. Kami bisa memahami, kok!" Shona menjawab sembari senyum hangatnya terbit untuk sang suami.     

"Aku memang seharusnya bersikap pantas sebagai pemimpin kalian." Jovano sudah sampai di lantai bawah dan berkata di depan mereka, "Ayo, kita lakukan misi masing-masing. Bagi yang ingin ikut misi aku dengan Zivena, silahkan saja, aku tidak membatasi. Semua memiliki kebebasan masing-masing."     

"Aku dan dua gadis manisku ini akan tetap bekerja di kelab malam. Di sana ada banyak hal yang bisa mengisi bola kristal Kak Jo." Gavin berkata, "Tapi, apakah bisa kebajikan yang kami perbuat mengisi bola kristal itu?"     

Jovano menggelengkan kepala. "Tidak bisa kalau aku tidak terlibat langsung di TKP."     

Gavin pun manggut-manggut paham.     

"Kalau begitu, aku akan ikut kalian ke kelab malam." Jovano memutuskan demikian. "Tempat apapun, di manapun, pasti ada seseorang yang membutuhkan pertolongan, benar?"     

Mereka semua mengangguk.     

"Aku akan tetap bersama Zizi." Shona memilih.     

"Biarkan aku ikut kalian juga." Louv ternyata ingin ikut Zivena dan Shona.     

Mereka pun mengangguk sepakat dan bergegas keluar dari rumah tersebut.     

Kini, Jovano sadar bahwa dia harus tetap bersikap profesional sebagai pemimpin misi. Dia harus bisa memilah, mana yang merupakan prioritas dan mana yang bisa ditepikan sejenak.     

'Sera … maafkan aku, tunggulah sebentar sampai aku selesaikan misi untuk mom, yah!' bisik hati Jovano.     

Di tempat lain ….     

"Waahh! Luar biasa! Sungguh luar biasa cepat! Aku senang dengan hasilnya! Ha ha ha! Aku harus bersiap menyambut mereka …." Lengkingan suara Melith memenuhi ruangan tempat Serafima disekap di dalam tong kaca. Kemudian, dia menyeringai lebar melihat apa yang terjadi dengan tubuh Serafima.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.